100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran, Jamiluddin Ritonga: Koordinasi Masih Lemah
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Tingginya kepuasan masyarakat terhadap hasil kinerja Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dalam 100 hari pertamanya tentu layak diapresiasi.
Semakin layak diapreasi, karena capaian kepuasaan hasil kerja Prabowo-Gibran jauh lebih baik dibandingkan capaian kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla pada tahun 2015.
"Capaian itu diperoleh karena kabinet Prabowo-Gibran mengambil kebijakan populis dalam 100 hari pertama kerja. Di antaranya Prabowo-Gibran menurunkan biaya perjalanan haji dan menurunkan harga tiket pesawat pada natal dan tahun baru," ungkap M JamiIuddin Ritonga kepada RUZKA INDONESIA, Selasa (21/01/2025).
Selain itu, Prabowo-Gibran juga melaksanakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan program pemeriksaan Kesehatan Gratis. Dua program ini langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
"Jadi, kebijakan populis yang menyentuh hajat hidup orang banyak dengan sendirinya mendapat respons positif dari masyarakat. Kiranya hal itu dapat menjelaskan mengapa kepuasan masyarakat tinggi terhadap hasil kerja Prabowo-Gibran dalam 100 hari pertama," jelas Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta ini.
Namun demikian, penilaian terhadap 100 hari kerja pertama belum dapat dijadikan acuan dalam menilai keberhasilan Prabowo-Subianto. Evaluasi akan lebih adil bila Kabinet Prabowo-Gibran sudah bekerja minimal satu tahun.
Dalam 100 hari kerja, kabinet biasanya masih kerap mengurus internal lembaganya. Termasuk juga mencari pola koordinasi yang pas antarlembaga terkait.
"Hal itu sangat terlihat dalam penanganan kasus pagar laut di Tangerang. Antarlembaga tampak belum padu dalam menangani kasus tersebut," papar Jamil.
Hal yang sama juga terlihat dalam penanganan MBG. Koordinasi pusat dan daerah tampak belum terbangun dengan baik. Bahkan beberapa daerah masih menanyakan Juklak dan Juknis pelaksanaan MBG.
"Jadi, masalah yang perlu segera diatasi Prabowo-Gibran adalah menyiapkan sistem yang jelas agar koordinasi antarkementerian atau lemabaga dapat berjalan dengan baik. Kalau sistem sudah berjalan, tidak terdengar lagi menteri baru bertindak (mengambil kebijakan) setelah mendapat arahan presiden. Hal ini akan terus terjadi bila sistem tidak berjalan," tandas mamtan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.
Jamil menambahkan, agar kabinet Prabowo-Gibran dapat bekerja optimal, maka sistem harus diciptakan. Melalui sistem yang jelas, baru dimungkinkan koordinasi akan berjalan optimal.
Kalau hal itu dapat diwujudkan, para menteri tidak perlu lagi menunggu petunjuk presiden baru mengambil kebijakan. Bila hal ini terus terjadi, maka penanganan kasus pagar laut yang lamban akan terus terjadi.
"Kebijakan yang lamban akan membuat persoalan akan membesar. Hal itu tentu tak baik karena akan menumpuk persoalan yang dapat menjadi bom waktu. Prabowo tentu tak menghendaki hal tersebut," pungkasnya. (***)