Penari Tradisional Indonesia Pukau Peserta ICTMD di New Zealand
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Seniman tari Indonesia ternyata mampu tampil memukau penonton selama The 48th International Council for Traditions of Music and Dance (ICTMD) di Kota Wellington, New Zealand, pada 7-14 Januari 2025.
Dalam konferensi internasional tersebut, seniman tari Indonesia yang tampil yakni Martini, S. Sn, Eny Sulistyowati S.Pd. , SE , M.M,.Wahyu Listyaningsih,S.Sn, Umi Khulsum, Ph.D, Dr. Ir. Titing Widyastuti, MM, Ir. Suyani, Theresia Puji Suryanti, MSc.
Para penari menampilkan tarian Gambyong dan Bedhaya Catur Sagotra sementara Agus Prasetyo, S.Sn, membawakan Klono Topeng.
Tari ‘Bedhaya Catur Sagotra’ merupakan karya KPH. Sulistyo Tirtokusumo. Sebuah karya tari yang menggabungkan gaya tari dan gending dari empat kraton yang sebenarnya dari satu dinasti Kerajaan Mataram.
Sebuah karya tari yang menggambarkan spirit persatuan dari empat kraton; Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran, dan Puro Pakualaman.
Dari sisi kebudayaan keempat kraton tersebut mengembangkan adat dan tradisi masing-masing sehingga semakin memperkaya ciri dan keragaman budaya.
Tari “Topeng Klono” menggambarkan salah satu tokoh dalam Hikayat Panji, yaitu Raja Klono Sewandono yang sedang menimbang kekuatan hati dan keagungannya.
Topeng Klono sebagai simbol yang merepresentasikan unsur nafsu dalam diri manusia; aspek yang menggerakkan daya keinginan.
Tari “Gambyong Pareanom” berasal dari tradisi masyarakat agraris Jawa yang memuliakan roh leluhur sebagai pelindung kehidupan. Tarian ini kerap dilaksanakan di tempat yang dikeramatkan.
Tarian tersebut selanjutnya menjadi tarian pergaulan yang disebut Tayub. Tarian ini kemudian mendapatkan tempat terhormat sebagai tari persembahan di lingkungan istana.
Ada dua panggung yang disediakan bagi Seniman tari Indonesia, pertama di di HUB. University of Victoria dan Takana Conference Center.
Eny Sulistyowati S.Pd. , SE , M.M., Direktur Utama Triardhika Production menyampaikan tentang pentingnya peran serta seniman Indonesia di ICTMD ini.
“Peran serta Indonesia memiliki posisi penting. Merupakan wujud diplomasi budaya untuk memperkuat jalinan kerjasama dan membangun kesepamahaman budaya antar bangsa-bangsa di dunia,” ujar Eny dalam keterangan yang diterima, Selasa (14/01/2025).
Peter Lell, peneliti seni asal Austria yang menyaksikan pertunjukan memberikan apresiasi yang tinggi terhadap seni asal Indonesia.
"Its so amazing. Ini kekayaan tradisi Indonesia yang selalu saya dengar tentang negara Anda," ucapnya.
Menari bukan hanya sebuah bentuk hiburan, tetapi juga sarana untuk meningkatkan kesehatan mental dan emosional. Aktivitas ini terbukti mampu mengurangi stres, mengatasi gejala kecemasan dan depresi, serta meningkatkan rasa percaya diri. Tidak heran jika menari sering dianggap sebagai cara yang efektif untuk mencapai kebahagiaan.
Semangat menari yang riang gembira dengan ketulusan melestarikan seni ini dibawa oleh Umi Khulsum, Ph.D. Sebagai bagian dari delegasi.
Umi Khulsum tak hanya menampilkan tarian tradisional, tetapi juga mempromosikan kekayaan budaya leluhur yang menjadi warisan bangsa.
“Menari adalah bentuk ekspresi yang luar biasa. Lewat gerakan, kita tidak hanya menyampaikan cerita, tetapi juga menunjukkan identitas budaya yang kita miliki. Saya merasa bangga dapat memperkenalkan seni tradisional Indonesia kepada dunia,” jelas Umi Khulsum, dosen STEBI Lampung yang pernah tampil dalam festival di Malaysia, Vietnam, Jepang, China dan India.
ICTMD ke-48 digelar oleh Universitas Victoria dan Te Kōkī Sekolah Musik Selandia Baru. Acara ini juga mendapat dukungan dari Tourism New Zealand dan Business Events Wellington.
Duta besar RI untuk Selandia Baru Fientje Maritje Suebu mendukung sepenuhnya penampilan Seniman ini.
"Kita itu kaya dengan beragam seni budaya tradisonal, dan kegiatan ini menjadi bagian dari strategi diplomasi Indonesia ke masyarakat Selandia Baru," terangnya.
Kedutaan Besar Republik Indonesia Selandia Baru, menjadikannya sebuah ajang penting dalam memamerkan keberagaman tradisi dan budaya. KBRI mengutus Budi S Putra, Direktur grup musik gamelan “Padang Moncar” Selandia Baru berkolaborasi pementasan tari dengan diiringi karawitan.
Konferensi ini berlangsung di Tākina, sebuah pusat konvensi dan pameran baru di Wellington yang menjadi tempat berkumpulnya seniman, akademisi, dan pecinta budaya dari seluruh dunia. Kehadiran Indonesia dalam acara ini menjadi bukti nyata komitmen untuk terus memperkenalkan tradisi dan seni ke panggung internasional.
“Semoga kehadiran kita di sini dapat menginspirasi generasi muda untuk semakin mencintai budaya Indonesia. Kita harus bangga dan terus melestarikannya, agar tradisi ini tetap hidup dan dikenal di seluruh dunia,” ungkap Umie Khulsum penuh semangat.
Ketua Panitia Dr. Brian Diettrich menyebutkan ICTMD merupakan badan internasional untuk perkara tari dan musik berbasis tradisi. Organisasi saintifik bertujuan memajukan studi, praktik, dokumentasi, pelestarian, dan penyebaran musik dan tari di semua Negara.
"Kami menyambut dengan hangat delegasi Indonesia yang kostumnya sangat menarik dan penarinya gemulai," ungkapnya.
Pentas berikutnya menampilkan musik Angklung secara kolaboratif antara sivitas akademika Victoria University of Wellington, penyanyi Fina Augustine Ardhika yang digelar di TAKINA Convention Center. (***)