Indonesia Catatkan Ekspor Produk Halal Capai USD 41,42 Miliar dan Surplus Perdagangan USD 29,09 Miliar
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Periode Januari-Oktober 2024, Indonesia mencatatkan ekspor produk halal senilai USD 41,42 miliar.atau setara Rp 673,90 triliun.
Ekspor produk halal mendukung tercapainya target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar delapan persen. Sementara surplus neraca perdagangan produk halal Indonesia mencapai USD 29,09 miliar.
Demikian terungkap dalam media briefing dan gelar wicara (talkshow) bertajuk Ekspor Produk Halal Indonesia pada Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta (20/12/2024).
“Untuk periode Januari-Oktober 2024, Indonesia mencatatkan ekspor produk halal senilai USD41,42 miliar. Bahkan, pada periode tersebut, surplus produk halal Indonesia mencapai USD 29,09 miliar," jelas Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan, Mardyana Listyowati.
"Kami lihat hal ini sebagai suatu pencapaian dan menunjukkan potensi produk halal untuk semakin berkembang," tambah Mardyana Listyowati.
Jika menilik kinerja ekspor produk halal per sektor periode Januari-Oktober 2024, sektor makanan olahan mendominasi nilai ekspor sebesar USD 33,61 miliar.
Selanjutnya pakaian muslim USD 6,83 miliar, farmasi USD 612,1 juta dan kosmetik USD 362,83 juta.
“Kami apresiasi kolaborasi para pemangku kepentingan dalam mendorong kinerja ekspor produk halal Indonesia,” terang Mardyana.
Sementara untuk negara tujuan ekspor produk halal Indonesia mencakup Amerika Serikat, Tiongkok, India, Pakistan, dan Malaysia.
Menurut Mardyana, neraca perdagangan produk halal Indonesia menunjukkan peningkatan tren surplus sebesar 10,86 persen pada periode 2019-2023.
Bahkan, rekor surplus tertinggi dicatatkan pada 2022 yang mencapai USD 47,7 miliar. Hal ini menunjukkan momentum yang telah terbangun bagi perdagangan produk halal Indonesia, terutama dari sisi ekspor.
Dari sisi ekspor, terdapat tren peningkatan nilai produk halal Indonesia hingga 10,95 persen per tahun pada periode lima tahun terakhir (2019–2023).
Pada 2023, nilainya mencapai USD 50,54 miliar dan pada 2019, nilainya sebesar USD 37,29 miliar.
"Metode penghitungan ekspor produk halal akan mengadopsi kode HS halal di sektor fesyen, tekstil, farmasi, dan kosmetik," jelas Mardyana.
Sesuai penahapan pemberlakuan sertifikasi halal produk melalui Kelompok Kerja Kodifikasi Produk Halal di bawah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Mardyana menjelaskan pula saat ini Pemerintah Indonesia telah memiliki Kelompok Kerja Percepatan Ekspor Produk Halal Indonesia yaitu Indonesia Halal Export Incorpoted.
Indonesia Halal Export Incorpoted mengembangkan empat fokus yaitu Akses Pasar, Inkubasi dan Produksi, Pembiayaan Syariah, serta Perjanjian dan MRA Sertifikasi Halal.
KNEKS membentuk Kelompok Kerja ini dengan melibatkan 12 Kementerian dan Lembaga untuk bersinergi mempercepat ekspor produk halal.
Bertindak sebagai koordinator dalam kelompok kerja ini, yaitu Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan.
Sebagai wakil koordinator, yaitu Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia. Kelompok kerja juga beranggotakan 14 Direktur Jenderal dan Pimpinan Lembaga.
Rekomendasi
Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan merekomendasikan lima negara tujuan ekspor prioritas bagi produk halal Indonesia. Kelima negara tersebut, yaitu Malaysia, Turki, Uni Emirat Arab (UEA), Thailand, dan Arab Saudi.
Pasar Turki dan UEA menjadi hub perdagangan kawasan, sedangkan pasar Arab Saudi melalui optimalisasi produk halal dalam ekosistem haji dan umroh terintegrasi.
Sementara Malaysia dan Thailand perlu menjaganya menjadi pasar ASEAN sebagai mitra perdagangan yang saling menguntungkan, ungkap Analis Perdagangan Ahli Muda Kementerian Perdagangan Septika Tri Ardianti.
Sejalan dengan rekomendasi negara tujuan ekspor prioritas dari Kementerian Perdagangan, ekspor produk halal ke negara-negara mayoritas muslim dan anggota OKI berpotensi menjadi pasar alternatif bagi ekspor Indonesia.
Di sisi lain, proyeksi pertumbuhan pasar produk halal global tumbuh 7,6 persen secara tahunan, dan akan mencapai USD 492 Miliar pada 2027.
Sementara itu, sebagian besar negara yang menyediakan produk halal untuk negara-negara OKI adalah Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan Prancis.
Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah KNEKS, Putu mengatakan, Indonesia harus menjadi penyedia produk ekspor yang terjamin kualitas dan kehalalannya.
“Saat ini negara-negara Tiongkok, Uni Eropa, dan Amerika banyak menyediakan
kebutuhan produk halal negara OKI. Pada situasi kelesuan itu, Indonesia harus menjadi penyedia produk ekspor yang terjamin kualitas dan kehalalannya,” kata utu.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Mohammad Bawazeer menambahkan bahwa Indonesia perlu mengoptimalkan posisi sebagai anggota OKI untuk memudahkan perdagangan produk halal Indonesia pada tingkat global.
Salah satu pasar yang menjadi prioritas adalah Arab Saudi, khususnya terkait ekosistem haji dan umrah.
“Pasar Timur Tengah seperti Arab Saudi, Oman, Bahrain, Kuwait, Qatar, UEA, Lebanon, Yaman, dan Iran harus kita maksimalkan. Tantangan kita adalah regulasi dan penggunaan standar produk internasional, karakteristik, serta budaya bisnis yang unik,” kata Bawazeer.
Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan menjelaskan produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
“BPJPH mempunyai tugas menyelenggarakan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkap Haikal.
Turut hadir Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah KNEKS Putu Rahwidhiyasa, Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan OKI Kadin Mohammad Bawazeer, serta perwakilan Pusat Kebijakan Ekspor Impor dan Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan. (***)
Reporter: Bambang Ipung Priambodo