UI Luncurkan Paspor Wisata Depok Lama, Rute Wisata Alam dan Bangunan Kolonial
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas), Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT UI) luncurkan Paspor Wisata Depok Lama di Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, Jumat (05/11/2024) lalu.
Peluncuran paspor ini bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) sebagai mitra penerima dan Yayasan Tenggara.
Adapun paspor yang diluncurkan FT UI ini juga berfungsi sebagai panduan dalam pengembangan rute wisata di Depok Lama.
Prof. Kemas Ridwan Kurniawan, S.T., M.Sc, Ph.D, selaku koordinator program ini sekaligus Guru Besar FTUI mengaku bahwa program ini bisa terlaksana atas kerja sama pentahelix antara unsur pemerintah, masyarakat, dan Universitas Indonesia, khususnya Direktorat Pemberdayaan dan Pengabdian Masyarakat UI selaku pemberi dana.
“Program ini adalah suatu langkah pelestarian berkelanjutan yang dapat menjaga warisan budaya, menggerakkan ekonomi komunitas, sekaligus menyebarluaskan pentingnya sejarah Depok melalui program kreatif, agar masyarakat bisa lebih peduli terhadap kotanya sendiri,” jelas Kemas dalam keterangan yang diterima, Kamis (12/12/2024).
Dalam paspor ini terdapat dua rute wisata yang dapat ditempuh oleh para pengunjung, yakni wisata alam dan wisata bangunan kolonial di sekitar Jalan Pemuda, Depok Lama.
Peta wisata ini juga memiliki barcode yang terhubung dengan buklet dan video animasi yang memaparkan sejarah bangunan dengan lebih detail.
"Selain itu, paspor ini juga memberikan rekomendasi kafe lokal yang dapat dikunjungi saat melakukan walking tour, sekaligus meminta cap stempel dalam paspornya sebagai tanda sudah mengunjungi Depok Lama," terang Kemas.
Depok adalah sebuah kota dengan sejarah panjang yang dapat ditelusuri hingga ratusan tahun. Berawal dari mantan petinggi VOC bernama Cornelis Chastelein membeli ribuan hektar lahan di selatan Batavia pada 1696. Ia mempekerjakan 150 pekerja pribumi untuk mengelola pertanian dan menetap di sana.
Berbeda dari praktik perbudakan yang umum dilakukan oleh orang Eropa pada masa itu, Chastelein justru memberikan pendidikan serta kehidupan yang layak bagi para pekerjanya.
Sebelum wafat, Chastelein berwasiat agar para pekerjanya dimerdekakan serta diberi warisan berupa lahan. Nilai-nilai yang telah diajarkan Cornelis Chastelein pun diwariskan dari generasi ke generasi oleh komunitas Kaum Depok (atau oleh warga lokal disebut Belanda Depok) hingga saat ini.
Meski memiliki sejarah yang panjang dan masih banyak peninggalan bangunan yang tersisa, cerita mengenai asal muasal Depok ini sayangnya belum banyak diketahui oleh masyarakat.
Padahal, kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai kota lama yang sarat akan wisata sejarah yang edukatif sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan aspek historis, budaya, dan prinsip pelestarian.
“Hal inilah yang menggerakkan Klaster Sejarah, Teori, dan Pelestarian Arsitektur FTUI untuk membuat program pengabdian masyarakat melalui pembuatan media promosi wisata yang dikemas dalam bentuk Paspor Wisata Depok Lama,” ungkap Kemas.
Saat peluncuran paspor tersebut dihadiri 50 orang. Mereka terdiri atas berbagai perwakilan dari Disporyata Kota Depok, Tim Ahli Cagar Budaya, Badan Warisan Budaya Belanda, Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein, serta mahasiswa dari tiga universitas peserta lokakarya Historic Urban Landscape (HUL) yang berasal dari Universitas Indonesia, IPB University, dan Universitas Trisakti.
“Paspor Wisata Depok Lama menjadi sarana untuk memperkuat identitas budaya Kota Depok, tidak hanya sebagai warisan sejarah tetapi juga sebagai inspirasi bagi generasi mendatang. Dengan melibatkan berbagai pihak, kami ingin memastikan bahwa cerita dan nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah Depok dapat terus hidup dan menjadi kebanggaan bersama, baik bagi masyarakat lokal maupun komunitas global,” tutur Rektor UI, Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU. (***