Home > Lingkungan

Jatam Dukung Polri Ungkap Keterlibatan Pengusaha Juanda Lesmana Lauw Rusak Lingkungan

Perusahaan batu bara PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) berhenti beroperasi sementara per 1 Desember 2024.
Peta konsesi lahan PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) di Malinau, Kalimantan Utara. (Foto: Jatam)
Peta konsesi lahan PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) di Malinau, Kalimantan Utara. (Foto: Jatam)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mendukung langkah kepolisian untuk membuka kasus yang melibatkan Juanda Lesmana Lauw sebagai pemilik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) dalam perkara pencemar lingkungan di Malinau, Kalimantan Utara. Jatam juga meminta polisi transparan kepada publik dan bersungguh-sungguh melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran dan tindak pidana yang dilakukan pengusaha berpengaruh itu.

Juru Kampanye Nasional Jatam, Alfarhat Kasma mengungkapkan kerusakan yang telah diakibatkan oleh KPUC sejak 2010 tidak dapat diukur oleh nominal apapun. “Masyarakat Malinau kini dipaksa untuk tinggal berdampingan dengan bentang alam yang telah porak-poranda dan dipaksa hidup dalam bayang-bayang ancaman keselamatan akibat berbagai bencana yang mengintai akibat rusaknya bentang alam Malinau,” kata Alfarhat saat dihubungi di Jakarta, Rabu (11/12/2024).

Untuk diketahui, Malinau telah ditetapkan sebagai kabupaten konservasi sejak 2005 yang kemudian ditegaskan melalui Perda Kabupaten Malinau Nomor 4 Tahun 2007 tentang Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten Konservasi.

Jatam menyebut perusahaan batu bara PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) berhenti beroperasi sementara per 1 Desember 2024, berdasarkan memo internal yang viral di media sosial. Penghentian operasi itu diikuti oleh penyegelan oleh polisi di aktivitas tambang batu bara milik KPUC. Selain itu, menurut sejumlah media lokal, pemilik KPUC Juanda Lesmana Lauw tengah diperiksa oleh penyidik dari Mabes Polri di Jakarta.

KPUC merupakan perusahaan tambang batu bara yang mengantongi SK 503/545/K.635/2009 yang berlaku sejak 28 Desember 2009 hingga 17 Oktober 2025, dengan luas 4.989 hektare. Sejak 2010, operasi perusahaan telah berkali-kali mencemari Sungai Malinau. Perusahaan ini diduga melanggar hukum karena membuang limbah tambang tanpa pengolahan, yang diakui oleh perusahaan secara tertulis pada 2017 di hadapan notaris.

Tindakan tersebut melanggar Pasal 98 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur pidana bagi siapa saja yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran. Dalam pasal itu diatur pidana penjara 3-10 tahun dengan denda Rp 3-10 miliar bagi pelaku pencemaran. Namun, apabila tindakan kesengajaan itu menyebabkan gangguan atau bahaya pada kesehatan manusia, pidananya bertambah menjadi 4-12 tahun dan denda Rp 4-12 miliar.

Pada 2017, Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Utara menerbitkan surat teguran dan penghentian sementara untuk empat perusahaan tambang batubara di Malinau, salah satunya kepada KPUC. Surat tersebut berkaitan dengan pencemaran Sungai Malinau yang dilakukan oleh perusahaan. Seolah tak jera, KPUC kembali melakukan pencemaran hingga diberikan surat teguran oleh Bupati Malinau pada 2021 menyusul kesalahan fatal yang dilakukan.

Masih menurut Jatam, nama Juanda Lesmana bukan nama baru di dalam dunia politik bisnis Kalimantan Utara yang merupakan provinsi pemekaran dari Kalimantan Timur. Ia pernah tersangkut kasus korupsi mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari yang divonis 10 tahun penjara. Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Rita bersama dengan Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairuddin menerima gratifikasi sebesar Rp 469.465.440.000.

JPU menyebutkan nama Juanda Lesmana Lauw sebagai salah satu pengusaha yang memberikan gratifikasi, dengan nilai Rp 19 miliar. Gratifikasi tersebut terkait dengan izin penjualan perusahaan PT Gerak Kesatuan Bersama yang mengantongi izin pertambangan seluas 2.000 hektare. Rita merupakan Bupati Kukar periode 2010-2015 dan 2016-2021.

Juanda juga dikenal berkarib dengan Gubernur Kalimantan Utara Zainal Arifin Paliwang dan wakilnya Yansen Tipa Padan sejak pilkada 2020. Juanda mengenal Zainal saat masih menjabat Wakapolda Kalimantan Utara dan mengenal Yansen saat masih menjabat sebagai Bupati Malinau. Di periode keduanya menjabat, keran bagi pembangunan Bendungan Mentarang dibuka selebar-lebarnya.

Zainal dan Yansen TP juga membuka pintu bagi masuknya program Kawasan Industri Hijau Indonesia yang merupakan bagian integral dari Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIHI/KIPI) di Kalimantan Utara. Berkat Zainal dan Yansen, Juanda memiliki proyek baru untuk membangun Bendungan Mentarang yang akan menjadi suplai utama bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk berkapasitas 1.375 MW yang dikendalikan oleh PT Kayan Hydropower Nusantara (KHN).

KHN dibentuk salah satunya oleh perusahaan Juanda Lesmana bernama PT Kayan Patria Pratama (KPP), bersama dengan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (Adaro) dan Sarawak Energy Berhad (Sarawak Energy). PLTA Mentarang Induk digadang-gadang sebagai salah satu penyedia listrik bagi KIHI/KIPI. Untuk membangun bendungan ini, ruang hidup ratusan warga yang menghuni 11 perkampungan di 3 kecamatan akan dikorbankan.

Dalam arena politik 2024, kedekatan Juanda dengan Gerindra terlacak melalui dukungannya yang solid dan terbuka untuk seluruh kader Gerindra yang maju dalam pertarungan Pilkada 2024 di Kalimantan Utara. Dukungan dari Juanda terbaca saat pengusaha tersebut ikut menyerahkan formulir B1-KWK kepada calon kepala daerah yang berasal dari Gerindra untuk maju dalam kontestasi Pilkada Kaltara 2024.

Ia juga menjalin kedekatan dengan berbagai nama besar seperti Hashim Djojohadikusumo, adik kandung Prabowo Subianto, melalui jalur partai dan bisnis. Ini terlacak dari kepentingan Hashim dan Juanda pada mega proyek KIHI/KIPI. Sebagai catatan, KIHI/KIPI akan dialiri listrik dari dua PLTA yaitu PLTA Mentarang Induk dan PLTA Kayan Cascade yang dioperasikan oleh Kayan Hydro Energy (KHE).

KHE merupakan perusahaan milik Tjandra Limanjaya yang sempat akan bekerja sama dengan Sumitomo Corporation. Namun, kerja sama tersebut berakhir pada Mei 2024 dengan keputusan Sumitomo mundur dari kerja sama. Belakangan, adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo menyatakan terlibat dalam pembangunan PLTA berkapasitas 9.000 megawatt (MW) tersebut untuk menggantikan Sumitomo. ***

× Image