Jamiluddin Ritonga: UI Bisa Lebih Tegas Copot Gelar Doktor Bahlil Lahadalia
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Universitas Indonesia (UI) seyogyanya tidak sekadar menangguhkan gelar doktor kepada Bahlil Lahadalia, tapi bisa lebih tegas dengan menganulir gelar tersebut.
Hal itu diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M Jamiluddin Ritonga, kepada RUZKA INDONESIA, Ahad (17/11/2024) pagi.
Menurutnya, ketegasan UI itu bisa dilakukan terhadap Bahlil bila minimal memenuhi dua syarat.
"Pertama, bila disertasi Bahlil dinilai tidak layak. Penilaian ini harus dilakukan secara objektif dengan melibatkan tim yang kompeten," ungkap Jamil.
Acuan penilaian, lanjutnya, tentulah berdasarkan standar disertasi yang ditetapkan UI. Bila tidak memenuhi standar yang ditetapkan, UI harus berani mencabut gelar doktor Bahlil. Hal itu diperlukan untuk menjaga mutu kelulusan doktor UI.
"Tapi kalau itu yang terjadi, maka pembimbing disertasi dan pengujinya juga layak diberi sanksi. Sebab, pembimbing meloloskan disertasi yang belum layak diuji dan penguji mau menguji disertasi yang tidak layak," tandas Jamil yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.
Menurutnya, pemberian sanksi kepada dosen pembimbing dan penguji disertasi Bahlil perlu dilakukan. Selain untuk menegakkan disiplin akademis, juga untuk efek jera dan tidak ditiru oleh dosen lainnya.
"Dua, bila disertasi Bahlil bukan karya sendiri. Hal ini juga harus dibuktikan dengan melibatkan tim dengan standar yang terukur," tambahnya.
Bila hal ini dapat dibuktikan secara objektif, maka UI berhak menganulir gelar doktor Bahlil. Sebab, tak layak gelar doktor diberikan kepada seseorang yang disertasinya bukan karya pribadi.
"Tapi bila dua hal itu tidak terpenuhi, maka tak ada alasan bagi UI untuk mencabut gelar doktor Bahlil. Apalagi kalau permasalahan Bahlil hanya sebatas masalah administrasi, di mana belum cukup waktu untuk mendapat gelar doktor. Kalau hal ini persoalannya, maka UI cukup menunda pemberian gelar dokter hingga masa waktunya terpenuhi," paparnya lagi.
Meskipun pilihan itu tetap akan mencemarkan reputasi UI, sebab kasus Bahlil ini menunjukkan adanya kelemahan sistem quality control terhadap keluaran kelulusan UI, khususnya untuk doktor.
"Kelemahan itu patut menjadi PR (pekerjaan rumah, red.) bagi UI untuk diperbaiki, agar kasus yang merusak reputasi akademik UI tidak terulang kembali," pungkasnya. (***)