Strategi MIND.ID Terhindar dari Kutukan Besar Pasak daripada Tiang
RUZKA REPUBLIKA NETWORK - Momok menakutkan bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah kutukan “besar pasak daripada tiang”. Betapa tidak, di tengah target yang telah ditetapkan, ditambah sejumlah fasilitas kebijakan dan pendanaan, kinerja laba perusahaan pelat merah masih saja tidak sebanding dengan utang besar yang dimilikinya.
Kekhawatiran atas momok itu ternyata tidak berlaku bagi Mining Industry Indonesia atau MIND ID. Holding Perusahaan tambang BUMN ini ternyata mampu keluar dari kutukan itu. Bahkan sekarang, tiangnya lebih besar dari pasak alias menguntungkan.
Saat media briefing Oktober lalu, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID, Dilo Seno Widagdo, menjelaskan sampai Agustus 2024, Perseroan sudah membukukan laba bersih sebesar Rp 27 triliun atau setara dengan pencapaian di sepanjang tahun 2023.
"Kalau tahun kemarin labanya Rp 27 triliun, tahun ini saja sudah Rp 27 triliun, kita harap bisa tembus ke Rp 30-an (triliun) sih," kata Dilo seperti dikutip sejumlah media.
Diketahui, Holding BUMN Pertambangan MIND ID ini menargetkan pertumbuhan laba bersih sepanjang tahun 2024 bisa mencapai lebih dari Rp 30 triliun. Target ini lebih tinggi dari realisasi 2023 lalu, MIND ID mencetak laba bersih sebesar Rp 27,5 triliun yang juga naik 22,3 persen dari laba bersih tahun 2022.
Perseroan juga sudah mencetak Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) atau laba sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi hampir Rp 39 triliun pada pertengahan tahun ini.
Dia juga berharap, perseroan bisa menyetor dividen kepada kas negara yang besar seperti nominal di tahun lalu. "Kita harapkan juga, tahun 2023 kemarin kita bisa kontribusi dalam bentuk dividen Rp 18,5 triliun, dan kita masih berharap nanti di 2024 ini kita bisa juga berkontribusi dalam bentuk dividen yang besar sehingga memang MIND ID ini terlihat memang bukan hanya holding baru, tapi bisa memberikan kontribusi yang besar buat negara," paparnya.
Dilo menjelaskan, target dividen tersebut sesuai dengan arahan Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN. Pasalnya, setoran dividen MIND ID menempati posisi kedua terbesar setelah PT Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Atas kinerja positif tersebut, MIND ID menyiapkan strategi investasi besar-besaran untuk lima tahun ke depan. Perusahaan memperkirakan investasi yang akan digelontorkan hingga lima tahun ke depan mencapai 30 miliar dolar AS atau sekitar Rp 465,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.525 per dolar AS).
Dilo Seno Widagdo menjelaskan bahwa dari total investasi tersebut, sekitar 20 miliar dolar rencananya akan berasal dari ekuitas perusahaan. Dengan begitu, diharapkan dapat menarik investor asing berinvestasi di Indonesia.
"Investasi kita sampai dengan 5 tahun ke depan yang dari ekuitasnya MIND ID sendiri itu hampir sekitar 20 miliar dolar AS. Jadi kita juga harus menyediakan ekuitasnya kita supaya investor juga bawa masuk duitnya mereka ke Indonesia. Jadi mungkin kalau total investasinya tentunya lebih besar. Jadi mungkin bisa sampai 30 miliar dolar AS," kata Dilo.
Total nilai investasi yang mencapai 30 miliar dolar AS tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terlebih, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, investasi harus menjadi motor penggeraknya.
"Nah ini yang sebenarnya yang nanti akan mendorong dari sisi investasinya Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Sehingga growth yang tadi disampaikan targetnya 8 persen mau gak mau ya harus dari sisi investasi," ujarnya.
Dilo kemudian memaparkan nilai tambah yang diperoleh dari program hilirisasi sektor pertambangan yang digencarkan oleh pemerintah. Salah satunya yakni nilai tambah dari hilirisasi mineral bauksit. Hitung punya hitung, 1 ton bauksit saat ini sekitar 40 dolar AS, apabila dijadikan alumina nilai tambahnya naik 15 kali lipat menjadi 575 dolar AS.
"Jadi, misalnya dari bauksit itu kalau jualan cuma 40 dolar AS, kalau jadi Alumina harganya 575 dolar AS, hampir 15 kalinya," kata Dilo.
Peningkatan nilai tambah, imbuh Dilo, kembali didapat apabila alumina diolah jadi aluminium yang harganya 2.700 dolar AS. “Ada peningkatan lagi dari Alumina itu 5 kali lipat, jadi kira-kira hampir 60 kali lipat dari ore-nya saja," kata Dilo.
Hilirisasi juga memiliki dampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Industri pengolahan menempati urutan ketiga sebagai sektor dengan serapan tenaga kerja tertinggi di Indonesia, setelah sektor pertanian dan perdagangan.
Hal itu sesuai komitmen pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, seperti ditegaskan dalam pidato pelantikan presiden pada 20 Oktober 2024 lalu. "Kita harus melakukan hilirisasi kepada semua komoditas yang kita miliki. Nilai tambah dari semua komoditas itu harus menambah kekuatan ekonomi kita, sehingga rakyat bisa mencapai tingkat hidup yang sejahtera," tegas Prabowo.
Itulah sebab, saat melakukan pertemuan dengan anggota korporasi The United States – Indonesia Society (USINDO) di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Senin (11/11/2024) waktu setempat, Presiden Prabowo bertemu Chairman of the Board of Freeport-McMoRan Inc, Richard C. Adkerson. Prabowo mengatakan perusahaan-perusahaan AS antusias untuk terus berkontribusi dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Untuk diketahui, negosiasi antara pemerintah dan Freeport-McMoRan Inc untuk penambahan saham Indonesia 10 persen pada PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga saat ini belum mencapai kesepakatan. Divestasi saham tersebut menjadi salah satu syarat agar PTFI dapat memperpanjang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) selepas 2041.
Syarat ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dengan beleid tersebut, Freeport berpeluang mendapatkan perpanjangan kontrak seumur tambang atau sampai ketersediaan cadangan habis dengan syarat-syarat tertentu.
Saat ini, Indonesia melalui MIND ID telah menguasai 51,2 persen saham PTFI. Artinya, dengan divestasi tambahan saham maka kepemilikan MIND ID di PTFI bertambah menjadi 61 persen.
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan rencana penambahan saham 10 persen PTFI masih menunggu finalisasi rencana investasi dari Freeport.
"Masih dalam status pembicaraan. Memang Freeport sendiri, mereka akan bikin planning dulu nih investasinya berapa," kata Erick di Jakarta, Kamis (7/11/2024).
Erick mengatakan, perhitungan rencana investasi memang harus dilakukan secara hati-hati. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Freeport merupakan hal yang wajar.
Dia memastikan, pembahasan mengenai divestasi dari Freeport masih akan terus berlanjut hingga mencapai kesepakatan.
"Kalau sudah ada angka besarnya baru kita duduk lagi. Ini hal yang lumrah, enggak ada yang alot, namanya proyeksi bisnis plan, total investasi kan harus dihitung dengan benar," ujarnya.
Untuk diketahui, utang MIND ID meroket hingga 378 persen pada kuartal III 2019 secara tahunan (year on year/yoy) atau mencapai Rp78,3 triliun. Ini disebabkan penarikan utang untuk membiayai pembelian (divestasi) saham PT Freeport Indonesia (PTFI).
MIND.ID Jadi Sangat Disegani
Pengamat tambang dari Alpha Research Database, Ferdy Hasiman, mengungkapkan pada acara acara LME Metals Seminar 2024 di London pada 30 September 2024, MIND ID menjadi salah satu perusahaan tambang paling berpengaruh di mata internasional. Sebab, MIND ID menjadi salah satu pemasok komoditas pertambangan besar dunia, yang menjadi bahan baku kunci berbagai industri di dunia.
“MIND ID menjadi sangat disegani karena ide holding tambang, PT Bukit Asam Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, PT Timah Tbk, Indonesia Asahan Alumina (INALUM). Setelah digabung, MIND ID juga sukses membeli 51 persen saham Freeport Indonesia (perusahaan tembaga dan emas terbesar) dan PT Vale Indonesia (perusahaan nikel terbesar)”, kata Ferdy Hasiman, seperti dikutip sejumlah media.
Ferdy mengatakan, gagasan ini muncul karena pemerintah mewajibkan perusahaan tambang BUMN membeli 51 persen saham Freeport. Namun, saham Freeport itu harganya sangat mahal mencapai 5 miliar dolar AS. “Ada wacana kala itu, PT Aneka Tambang Tbk atau Inalum yang bertugas mengambil-alih Freeport. Namun, dana dua perusahaan ini tak cukup membeli Freeport.
Asset dua perusahaan itu juga tak cukup untuk dijadikan jaminan untuk meminjam di bank atau menjual obligasi ke investor global. Dalam konteks inilah dibentuk holding tambang MIND ID, yang menggabungkan perusahaan tambang BUMN, seperti PTBA, PT Timah, ANTM dan Inalum.
Menurut Ferdy, pemimpin holding kalah itu adalah Inalum, karena dianggap paling sehat, bisnisnya menjanjikan dan beban utang minim. Holding tambang BUMN kemudian menjadi sangat besar dari segi aset dan laba.
Cash flow Inalum dan anak usaha cukup tangguh untuk melakukan akuisisi saham. Cash flow PT Bukit Asam (PTBA) tahun 2018 misalnya mencapai Rp 4,45 triliun. Sementara PT Timah (TINS) memiliki cash flow sebesar Rp 1,29 triliun tahun 2014.
“Dengan dana cash yang cukup besar, ruang bagi BUMN tambang untuk melakukan ekspansi dan akuisisi lebih terbuka,” ujar Ferdy.
Dengan begitu, jaminan peminjaman dana ke investor asing dan lokal lebih dipercaya ketika perusahaan membutuhkan dana senilai 5 miliar dolar AS untuk membeli saham Freeport Indonesia.
Itu terbukti manjur, karena ketika Inalum melakukan roadshow untuk penjualan global bond, itu disambut investor global dengan antusias. Dalam tempo waktu cepat, Inalum mendapat dana segar senilai 5 miliar dolar AS untuk membeli saham Freeport. Freeport kemudian berhasil dikuasai holding tambang BUMN sejak tahun 2021.
Setelah membeli Freeport, MIND ID sukses mengakuisisi 14 persen saham PT Vale Indonesia Tbk seharga Rp 4,28 triliun, karena harga satu lembar saham Vale dipatok pada harga Rp 3.050 per lembar saham. Melalui penyelesaian transaksi ini, MIND ID resmi menjadi pemegang saham terbesar di PT Vale dengan porsi saham yang meningkat dari 20,0 persen menjadi sekitar 34,0 persen. Sedangkan kepemilikan VCL berkurang dari 44,4 persen menjadi sekitar 33,9 persen, dan kepemilikan SMM berkurang dari 15,0 persen menjadi sekitar 11,5 persen.
Divestasi saham ini merupakan bagian dari kewajiban perpanjangan izin operasi selama 10 tahun yang diperoleh PT Vale melalui penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hingga 28 Desember 2035.
Dengan akuisisi Freeport dan Vale Indonesia, Inalum menjadi magnet baru karena masing-masing anggota memiliki core bisnis dan raja di bisnis masing-masing.
ANTM menguasai nikel dan bauksit yang menjadi tulang punggung pembangunan ekosistem mobil listrik dan pembangunan industri stainless steel global. ANTM juga sudah menggagas proyek hilirisasi sejak tahun 1973 dengan pembangunan pabrik smelter feronikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara berkapasitas 27.000 metrik ton per tahun.
ANTM juga sukses membangun pabrik feronikel di Halmahera Timur dengan kapasitas 13.000 metrik ton per tahun.
Kemudian, PTBA adalah raja di sektor batubara dengan kapasitas produksi di atas 40 juta ton per tahun dan bersaing dengan PT Adaro Energi Tbk atau Kaltim Prima Coal. Selain itu, PT Timah menjadi salah satu produsen timah terbesar kedua di dunia.
Penyelesaian proyek-proyek besar ini menjadikan MIND ID sebagai tulang punggung bagi perekonomian nasional ke depan. MIND ID dapat diandalkan untuk memompa perekonomian nasional dan daerah.
Di daerah operasi tambang, seperti Bangka (Timah), Soroako dan Luwu Timur (Vale) ataupun Freeport (Mimika, Papua), kehadiran holding MIND ID menjadi penyumbang terbesar bagi perekonomian daerah. Daerah-daerah yang menjadi lokasi pembangunan smelter, seperti smelter ANTM di Kolaka dan smelter Freeport di Manyar menjadi sangat hidup dan roda ekonomi berputar.
MIND ID tak boleh berpuas diri. MIND ID harus terus melakukan transformasi dan terus menciptakan inovasi di sektor tambang. MIND ID terus membuka diri kepada publik dengan cara transparan dan akuntabel agar publik paham aksis korporasi apa yang dilakukan perusahaan dan sejauh mana itu menguntungkan negara dan rakyat.
“MIND ID juga terus mendorong dan mempelopori program hilirisasi pemerintah agar Indonesia segera meninggalkan paradigma pertambangan ekstraktif, menjual bahan tambang dalam bentuk mentah tanpa ada pengolahan dan harga murah. Pembangunan smelter ke semua anggota holding sangat penting agar perusahaan tambang BUMN terus menjadi penopang perekonomian daerah dan nasional,” pungkas Ferdy. (Yoyok B Pracahyo)