Home > Kolom

Komunikasi dan Keberlanjutan, Kunci yang Kerap Terabaikan di Pasar Modal Indonesia

Banyak perusahaan yang mulai melantai di pasar modal mengabaikan peran komunikasi dan keberlanjutan dalam mempertahankan reputasi dan stabilitas saham.
Foto ilustrasi kolom Komunikasi dan Keberlanjutan. (Foto: Dok Republika)
Foto ilustrasi kolom Komunikasi dan Keberlanjutan. (Foto: Dok Republika)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Antusiasme dan optimisme kerap terlihat saat korporasi membuka diri melantai di Bursa Efek Indonesia.

Publik biasanya akan menyaksikan sebuah semangat langkah awal yang positif dalam sebuah presentasi ambisius, pengumuman rencana pertumbuhan, hingga kilauan saham yang siap diperdagangkan.

Namun, di balik gegap gempita Initial Public Offering (IPO) ini, muncul fenomena menarik yang sering kali luput dari perhatian.

Banyak perusahaan yang mulai melantai di pasar modal mengabaikan peran komunikasi dan keberlanjutan dalam mempertahankan reputasi dan stabilitas saham.

Langkah strategis melantai di Pasar Modal sesungguhnya merupakan upaya strategis korporasi yang tujuannya sesungguhnya lebih dari sekadar dorongan dana.

IPO menuntut emiten untuk mengelola persepsi, menjaga transparansi, dan membangun kredibilitas yang tahan uji. Tanpa strategi komunikasi yang kokoh, krisis kepercayaan dapat menghantam perusahaan secara tiba-tiba.Salah satu janji utama dari perusahaan terbuka adalah keterbukaan informasi.

Komunikasi dan keberlanjutan dalam perusahaan terbuka punya peran krusial lebih dari sekedar konteks operasional. Komunikasi menjadi kunci penting dari amanah undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal di Indonesia yang menggariskan bahwa perusahaan terbuka wajib mengedepankan prinsip keterbukaan, yang mencakup kewajiban memberikan informasi secara transparan, akurat, dan tepat waktu kepada publik dan investor.

Prinsip ini tidak hanya sekadar persyaratan administratif, tetapi merupakan fondasi kepercayaan publik terhadap perusahaan terbuka. Ketika perusahaan gagal mematuhi prinsip keterbukaan ini, bukan hanya kepercayaan yang tergerus, tetapi risiko hukum juga mengintai.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat memberikan sanksi tegas, mulai dari peringatan hingga denda, bahkan pembekuan saham untuk perusahaan yang abai atau lalai dalam menjalankan fungsi keterbukaan informasi.

Sebaik-baiknya janji tentunya bukan hanya berada dalam formalitas belaka. Beberapa perusahaan yang melantai di Pasar Modal kerap terjebak dalam pola pikir sempit, yaitu menjadikan IPO sebagai tujuan akhir, bukan langkah awal.

Mereka mengabaikan komunikasi dan keberlanjutan untuk mengembangkan citra dan reputasi positif yang mampu mendorong kinerja perusahaan.

Ketika citra dan reputasi hanya dianggap sekadar 'tambahan', sesungguhnya dampak buruknya akan langsung terasa pada harga saham dan persepsi perusahaan yang mampu menjaga reputasi di bursa mengalami rata-rata pertumbuhan saham 25% lebih tinggi dalam lima tahun pertama dibandingkan perusahaan yang abai pada komunikasi dan transparansi.

Ambil contoh kasus sebuah perusahaan terbuka yang meski berhasil mencapai target IPO, hanya dalam waktu tiga bulan setelah listing sahamnya mengalami penurunan lebih dari 40%.

Penyebabnya? Tak lain dan tak bukan adalah kemampuan komunikasi dalam menghadapi kritik publik dan laporan media mengenai tata kelola perusahaan yang buruk.

Tanpa respons atau klarifikasi yang memadai, kepercayaan publik dapat luntur, dan harga saham pun ikut anjlok akibat isu yang tak terkontrol dengan baik.

Dalam komunikasi, Teori Situasional oleh W. Timothy Coombs menyebutkan bahwa perusahaan harus mampu merespons cepat, tepat, dan sesuai konteks dalam menghadapi krisis.

Artinya, saat menghadapi isu atau kritik, perusahaan harus hadir dengan komunikasi yang responsif, bukan sekadar mengeluarkan pernyataan formal tanpa konteks yang jelas. Sayangnya, pemahaman ini sering diabaikan oleh beberapa emiten di Indonesia.

Komunikasi sesungguhnya lebih dari sekadar “pemberi pengumuman.” Fungsi komunikasi korporasi yang baik seharusnya mampu menjadi “pilar komunikasi” yang membangun hubungan antara perusahaan dan pemangku kepentingan.

Komunikasi harus dikembangkan untuk menghadirkan rasa saling memberi keuntungan, sebagaimana didefinisikan oleh pakar komunikasi Prof. James E Grunig.

Dalam konteks perusahaan terbuka, fungsi Komunikasi Korporasi ataupun Public Relations, adalah penghubung antara perusahaan dan investor, serta berperan sebagai penjaga informasi, sekaligus pengelola persepsi.

Di era digital, dinamika komunikasi semakin kompleks dan menuntut kecepatan tinggi. Dengan media sosial dan akses informasi yang semakin cepat, investor bisa mengakses dan membagikan informasi dalam hitungan detik. Emiten yang gagal mengantisipasi ini akan berisiko menghadapi krisis reputasi yang lebih parah.

Salah satu contoh adalah perusahaan terbuka yang baru-baru ini menghadapi krisis setelah laporan media sosial menyebarkan kabar tak sedap terkait manajemen perusahaan.

Alih-alih segera merespons, perusahaan memilih untuk diam. Sikap ini malah mengundang reaksi negatif dari investor, yang mempertanyakan kredibilitas perusahaan.

Harga sahamnya pun jatuh lebih dari 20% dalam seminggu, sebelum perusahaan akhirnya memberikan klarifikasi terlambat. Situasi ini menegaskan pentingnya komunikasi korporasi dalam menghadapi perkembangan digital.

Sebaliknya, perusahaan yang mampu beradaptasi dengan media sosial sebagai alat komunikasi biasanya mampu menjaga hubungan dengan investor dan publik dengan lebih efektif. Mereka proaktif dalam merespons isu, bahkan melakukan live Q&A untuk menjawab pertanyaan publik. Langkah ini menunjukkan keterbukaan, yang meningkatkan kepercayaan publik terhadap perusahaan.

Perusahaan terbuka perlu menerapkan keterbukaan secara konsisten, baik dalam hal keuangan maupun tata kelola.

Transparansi bukan sekadar angka-angka di laporan tahunan; tetapi juga tentang bagaimana perusahaan berkomunikasi dengan pemegang sahamnya secara berkelanjutan.

Komunikasi korporasi yang efektif harus mampu mengenali krisis sejak awal, merespons dengan cepat, dan memastikan komunikasi tetap dalam kendali perusahaan. Kecepatan dan ketepatan dalam merespons krisis adalah kunci mempertahankan citra positif.

Perusahaan yang memiliki brand equity kuat akan lebih mudah menarik investor dengan pandangan jangka panjang.

Fungsi Public Relations ataupun Komunikasi Korporat dapat membantu membangun ekuitas merek ini dengan komunikasi yang terstruktur, narasi yang menarik, serta menempatkan perusahaan sebagai entitas yang andal dan kredibel.

Perusahaan terbuka tidak dapat hanya mengandalkan keterbukaan informasi yang diamanatkan oleh peraturan pasar modal. Dalam ekosistem bisnis yang kompetitif dan sangat terbuka saat ini, komunikasi yang strategis memerlukan pendekatan yang lebih luas.

Mengembangkan komunikasi melalui media adalah langkah penting untuk menciptakan keterlibatan publik yang lebih dalam, membangun reputasi yang positif, dan mendukung keberlanjutan nilai perusahaan.

Keterbukaan informasi yang diwajibkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) bertujuan untuk memberikan informasi material kepada investor dan pemegang saham secara reguler.

Namun, komunikasi ini sering kali bersifat teknis dan formal. Agar perusahaan dapat membangun reputasi dan citra positif yang lebih luas di masyarakat, mereka memerlukan komunikasi proaktif dan strategis melalui media.

Dengan berkolaborasi bersama media, perusahaan dapat membangun narasi yang positif, menonjolkan nilai-nilai korporat, tanggung jawab sosial, inovasi, dan prestasi yang bisa membedakan mereka dari kompetitor.

Komunikasi ini membantu perusahaan menanamkan reputasi sebagai entitas yang tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga peduli pada pemangku kepentingan lain, seperti konsumen, komunitas, dan lingkungan.

Keterbukaan informasi biasanya bersifat wajib dan kadang hanya mencakup informasi material tertentu, seperti laporan keuangan, aksi korporasi, atau perubahan manajemen. Sementara itu, media memungkinkan perusahaan untuk menjangkau khalayak lebih luas dengan informasi yang lebih komprehensif.

Perusahaan terbuka secara proaktif juga dapat mengembangkan pesannya di media untuk menjelaskan langkah-langkah strategisnya, misalnya dalam hal inovasi produk, rencana ekspansi, atau inisiatif keberlanjutan, kepercayaan publik dapat meningkat.

Media berfungsi sebagai pihak ketiga yang memberikan validasi independen, sehingga publik dan investor merasa lebih yakin bahwa informasi yang disampaikan perusahaan adalah akurat dan terpercaya.

Media tidak hanya berperan sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai alat pemasaran yang efektif untuk menjangkau calon investor.

Dengan mengembangkan komunikasi melalui media, perusahaan dapat menarik perhatian calon investor potensial yang sebelumnya mungkin belum mengenal perusahaan. Investor institusional dan ritel mengikuti berita dari media untuk memahami profil perusahaan terbuka secara menyeluruh.

Melalui artikel, wawancara, dan publikasi positif di media massa, perusahaan terbuka dapat menonjolkan kekuatan mereka di industri, potensi pertumbuhan, dan prospek bisnis jangka panjang. Ini memberikan pandangan yang lebih kaya kepada investor tentang mengapa perusahaan tersebut layak untuk diinvestasikan.

Media juga memainkan peran dalam memperkuat hubungan perusahaan dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, komunitas lokal, dan organisasi non-pemerintah.

Dengan menggunakan media untuk mengkomunikasikan kontribusi positif mereka kepada masyarakat, perusahaan terbuka dapat memperkuat dukungan dari pemangku kepentingan yang tidak terlibat langsung dalam pasar modal.

Ketika publik dan pemangku kepentingan melihat kontribusi sosial perusahaan, misalnya dalam bentuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), kegiatan lingkungan, atau inisiatif kesehatan dan pendidikan, mereka cenderung memiliki pandangan positif terhadap perusahaan, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada stabilitas perusahaan dalam jangka panjang.

Perusahaan yang baru melantai harus mampu mengedukasi publik tentang model bisnis dan prospek perusahaan secara berkala. Investor yang paham akan lebih memiliki pandangan jangka panjang dan cenderung tidak mudah dipengaruhi spekulasi jangka pendek.

Dalam era di mana citra dapat terdistorsi sekejap di ruang digital, Komunikasi dan Keberlanjutan bukan sekadar pelengkap dalam IPO, melainkan fondasi yang wajib dimiliki setiap perusahaan terbuka.

Tanpa komunikasi yang efektif, perusahaan akan sulit menavigasi tantangan di pasar modal yang semakin dinamis.

Komunikasi Korporasi yang responsif, transparan, dan proaktif adalah investasi jangka panjang untuk menjaga reputasi dan membangun loyalitas investor.

Emiten yang mampu menjalankan fungsi komunikasinya dengan baik akan mendapatkan nilai lebih di mata investor, bukan hanya sebagai tempat menanam modal, tetapi sebagai entitas yang dapat dipercaya dan dihormati. (***)

Penulis: Nugroho Agung Prasetyo, SSos, MSi/ Praktisi Komunikasi Media ISKI Pusat (Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia)

× Image