Home > Bisnis

Kebijakan TKDN Sulitkan Integrasi Indonesia ke Rantai Nilai Global

Pemerintah perlu memberikan ruang kepada pelaku industri untuk menentukan dan mendapatkan bahan baku berkualitas.
Ilustrasi produk yang menggunakan komponen dalam negeri di pabrik Astra Daihatsu Motor (ADM) di Karawang Assembly Plant, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. (Foto: Antara)
Ilustrasi produk yang menggunakan komponen dalam negeri di pabrik Astra Daihatsu Motor (ADM) di Karawang Assembly Plant, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. (Foto: Antara)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dapat mempersulit integrasi Indonesia ke dalam rantai nilai global. Kebijakan yang dapat ditemukan di hampir semua industri di Indonesia ini membatasi pelaku industri untuk memperoleh komponen-komponen produksi yang relatif lebih murah.

“Kebijakan ini mengharuskan pelaku industri untuk memprioritaskan komponen produksi dari dalam negeri dengan tujuan untuk menyerap hasil industri dalam negeri. Namun, ini juga berarti harga bahan baku dalam negeri akan jadi lebih mahal dan menambah harga produk jadi di pasar. Hasil akhir seperti ini pada akhirnya tidak strategis untuk pelaku industri,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran.

Lebih lanjut, Hasran menyebut pemerintah perlu memberikan ruang kepada pelaku industri dalam menentukan dan mendapatkan bahan baku berkualitas.

“Untuk menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, industri perlu diberikan keleluasaan dalam mendapatkan bahan baku berkualitas dan murah. Pada akhirnya impor dapat menjadi alternatif yang realistis bagi pelaku industri,” tambahnya.

Walaupun kebijakan TKDN merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada perusahaan lokal, kebijakan ini justru akan berpotensi merugikan perusahaan lokal itu sendiri. Karena merasa bahwa produknya mendapatkan prioritas pemerintah, perusahaan lokal akan kehilangan motivasi untuk berkompetisi, melakukan inovasi, dan juga ekspor.

Pada akhirnya mereka akan menghasilkan produk yang rendah secara kualitas dengan harga yang kurang kompetitif, yang dampaknya akan dirasakan konsumen. Mereka juga tidak akan termotivasi untuk melakukan ekspor karena harga yang kurang kompetitif di pasar global dan ada anggapan bahwa produknya akan selalu terserap di pasar domestik.

Salah satu bukti bahwa TKDN bukanlah kebijakan yang menguntungkan semua pihak adalah kasus larangan edar produk Iphone 16 keluaran Apple di Indonesia. Produk telepon pintar asal Amerika Serikat ini belum bisa memenuhi kewajiban menggunakan 40% TKDN, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Nilai TKDN untuk produk seluler, komputer genggam, dan komputer tablet.

Karena tidak memiliki pabrik di Indonesia, Apple menggunakan basis pengembangan inovasi dalam memenuhi ketentuan TKDN 40%. Inovasi ini mewajibkan Apple melakukan realisasi investasi di atas Rp1 triliun yang angkanya akan bertambah 30% setiap tahunnya.

Saat ini realisasi investasinya belum mencukupi dari yang disyaratkan sebesar Rp1,71 Triliun. Ini merugikan semua pihak karena pemerintah tidak bisa menerima pajak dari penjualan dan importasinya. Sedangkan konsumen jadi tidak bisa melakukan pembelian.

Sebelumnya Apple pernah digadang-gadang ingin membuka pabrik di Indonesia. Sayangnya itu belum terealisasi karena ketentuan TKDN aspek manufaktur mengharuskan perusahaan menggunakan 95% materialnya dari dalam negeri. Ketentuan tersebut memberatkan bagi perusahaan yang memiliki integrasi tinggi ke dalam rantai nilai global seperti Apple. ***

× Image