Musim Pilkada 2024, Lembaga Survei Jadi Primadona, Ini Cara Cek Hasil Survei yang Kredibel
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Tahun 2024, merupakan tahunnya Pemilihan Umum (Pemilu) Diawali dengan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang telah berakhir serta dilanjut dengan Pilkada serentak di seluruh daerah di Indonesia.
Jelang pelaksanaan pemungutan suara dalam Pilkada serentak pada 27 November 2024, lembaga-lembaga survei menjadi primadona para pasangan calon (Paslon) Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Karena, hasil dari survei akan menjadi tolak ukur kinerja Paslon selama kampanye untuk memenangkan konstelasi Pilkada.
Biasanya timbul perdebatan dan tundingan dari hasil survei yang dilakukan. Jika hasil survei tidak menguntungkan Paslon, maka di tuding survei dibayar atau tidak dipercaya Paslon lainnya.
Begitu juga sebaliknya, jika hasil survei menguntungkan Paslon, maka sudah dianggap hasil survei sudah dianggap menang.
Lalu, bagaimana dapat mengetahui tentang cara untuk memahami hasil survei yang kredibel dan dapat dipercaya?.
Berikut 7 cara memahami lembaga survei kredibel atau tidak (dipercaya atau tidak dipercaya):
1. Institusi kredibel.
Lihat apakah institusi di belakangnya juga merupakan institusi yang kredibel. Hal ini dapat dijadikan patokan karena institusi besar yang kredibel, tidak akan merusak reputasi mereka dengan merilis hasil survei yang menyesatkan.
Jelas sebuah lembaga yang besar tidak mungkin melakukan perbuatan tercela.
Perbuatan tercela itu seperti menyesatkan informasi, mengaburkan fakta, mengaburkan opini, menerima order-orderan politik murahan. Itu taruhan dari sebuah lembaga besar yang kredibel.
2. Kompetensi peneliti.
Institusi kredibel juga akan memperhatikan kompetensi para penelitinya. Setidaknya para peneliti akan diseleksi baik dari segi keilmuan, kompetensi, dan lulusan institusi mana.
Dalat dipercaya orang dengan almamater institusi besar tidak akan menyalahgunakan ilmunya. Dokter dari Harvard misalnya, apa dia akan menyalahgunakan ilmunya? Ini juga jadi patokan.
3. Tergabung dalam asosiasi.
Seperti halnya dokter, advokat, atau jurnalis, lembaga survei, perlu tergabung dalam sebuah asosiasi.
Tujuannya adalah agar ada fungsi kontrol dari asosiasi agar lembaga itu tetap kredibel di mata masyarakat. Selain itu juga ada fungsi kontrol diri sendiri dari kekeliruan.
Lembaga survei hingga saat ini belum diatur dalam undang-undang. Tetapi, tetap perlu ada kesadaran di antara komunitas penyelenggara survei itu berhimpun.
Untuk itu pula dibentuk dewan etik karena asosiasi yang berhak untuk mengaudit lembaga survei yang menjadi anggotanya.
4. Telusuri Reputasi.
Masyarakat perlu kritis dan aktif menelusuri reputasi dan rekam jejak lembaga survei. Reputasi ini penting, untuk melihat apakah semua produk-produknya sesuai dengan kaidah akademik, sehingga layak dipercaya.
5. Metodologi.
Cek metode yang digunakan. Lembaga survei, harus jujur terhadap metode yang digunakan.
Berapa sampel yang diambil, bagaimana prosedur pengambilan sampel, dan berapa margin error yang bisa ditoleransi.
Agar tidak terkecoh dengan jumlah sampel besar. Para ilmuwan sudah menetapkan 1.200 merupakan sampel yang sudah mumpuni dalam sebuah penelitian jajak pendapat.
Lebih dari itu, hanya akan berefek pada penurunan jumlah margin of error, itu pun tidak signifikan.
6. Metode pengambilan sampel adalah hal penting.
Pengambilan sampel harus dilakukan secara random atau acak. Apabila pengambilannya bias, atau dalam konteks pemilu, sampel diambil dari basis pemilih paslon tertentu tentu hasilnya pun akan bias.
7. Cek Hasil Lembaga Survei lain.
Penting membandingkan hasil survei satu lembaga, dengan lembaga lainnya. Bila ada beberapa lembaga survei dengan kredibilitas baik telah menyatakan hasilnya dan tidak jauh berbeda.
Kemudian muncul satu, dua lembaga dengan hasil yang sangat kontras, menjadi wajar bila lembaga 'nyeleneh' ini dikritisi.
Kalau ada empat sampai enam lembaga yang sudah punya rekam jejak bagus mengatakan hasilnya begini, lalu tiba-tiba satu lembaga hasilnya nyeleneh, setelah ditelusuri rekam jejaknya, siapa orang di belakangnya, dan hasilnya tidak jelas, wajar dikritisi dengan keras. (***)