Home > Ekonomi

Reformasi Pasar Input Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Indonesia

Membuka pasar input pertanian bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan mendukung tercapainya ketahanan pangan.
Ilustrasi produk hasil pertanian, cabai. (Foto: Antara)
Ilustrasi produk hasil pertanian, cabai. (Foto: Antara)

RUZKA INDONESIA - Menghadapi tantangan ketahanan pangan yang semakin beragam, biaya dan mekanisme input pertanian, seperti pupuk, benih dan pestisida, memainkan peran penting dalam menentukan produktivitas petani dan kontribusinya terhadap ketahanan pangan Indonesia.

Kontribusi biaya input pertanian terhadap biaya produksi per hektar mencapai 16-26%, masih lebih kecil kalau dibandingkan dengan biaya tenaga kerja yang mencapai 40-60%. Walaupun demikian, hal ini tidak boleh diabaikan. Membuka pasar input pertanian bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan mendukung tercapainya ketahanan pangan.

"Reformasi pasar input pertanian yang lebih terbuka dan kompetitif dapat menjadi kunci dalam memperkuat ketahanan pangan Indonesia. Keterbukaan pasar input akan mendorong inovasi, menekan harga input, dan menciptakan mekanisme pasar yang lebih inklusif. Selain itu, menggalakkan penggunaan pupuk organik dan input yang lebih ramah lingkungan perlu diprioritaskan agar dampak buruk pada kualitas tanah dapat diminimalisir dan dengan begitu mendukung kebijakan input yang lebih berkelanjutan," jelas Head of Research Center for Indonesia Policy Studies (CIPS), Aditya Alta di Jakarta, Senin (7/10/2024).

Saat ini, subsidi pupuk masih menjadi kebijakan andalan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Melalui Pupuk Indonesia, pemerintah menyediakan pupuk bersubsidi bagi petani yang terdaftar dalam kelompok tani, utamanya petani yang mengelola hingga maksimal 0,5 hektar lahan.

Namun, implementasi kebijakan ini pun juga masih menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari panjangnya rantai birokrasi pengajuan hingga distribusi yang lambat. Hal ini mengakibatkan petani kerap kali terlambat menerima pupuk bersubsidi atau bahkan terpaksa membeli pupuk non-subsidi dengan harga yang lebih mahal.

Mekanisme Kartu Tani, yang dimaksudkan untuk memodernisasi pupuk bersubsidi, hanya digunakan oleh 8,63% petani, bahkan setelah tiga tahun perkenalan.

Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah pupuk bersubsidi melalui pengenalan iPubers merupakan langkah positif. Namun, penilaian terhadap implementasi dan kebermanfaatannya masih membutuhkan pengamatan lebih lanjut.

Tidak hanya pupuk, program bantuan benih pun dihadapkan pada beberapa kendala. Belum optimalnya adopsi benih unggul untuk meningkatkan produktivitas pertanian menunjukkan masih ada celah yang harus diisi dalam kebijakan input pertanian.

"Reformasi ini tidak hanya penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi juga untuk menciptakan ekosistem yang mendukung ketahanan pangan jangka panjang. Langkah-langkah konkret harus diambil untuk mengurangi distorsi pasar dan memastikan akses input pertanian yang lebih inklusif bagi semua petani," tambah Aditya.

Dengan tantangan perubahan iklim dan peningkatan permintaan pangan, Indonesia perlu mendorong inovasi dan penelitian dalam menciptakan kebijakan input pertanian yang berkelanjutan. ***

× Image