Bangun Masa Depan Pertanian Berkelanjutan dengan Teknologi Canggih yang Didukung oleh Perum Bulog
RUZKA INDONESIA -- Lahan pertanian yang makin terkonversi, perubahan iklim, kurangnya minat generasi muda untuk menjadi petani, adalah beberapa hal yang menjadi tantangan bagi industri rantai pasok pangan saat ini.
Pentingnya inovasi teknologi dan efisiensi model bisnis yang menciptakan pasar baru dan berkelanjutan, sangatlah dibutuhkan.
Hal ini dinyatakan oleh Sonya Mamoriska Harahap, Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan, pada saat pelaksanaan Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024 di Bali, baru-baru ini.
Sonya mengatakan, “Menghadapi beragam tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan, seperti isu geopolitik dan perubakan iklim, dibutuhkan solusi yang melibatkan kecanggihan teknologi seperti kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), yang bisa digunakan untk melihat pola tanam maupun panen”.
Pentingnya keberadaan teknologi canggih pada industri rantai pasok pangan, juga dikemukakan oleh Kei Kajisa, Profesor dari Divisi Ekonomi Sumber Daya Alam, Kyoto University, yang mengatakan, “Teknologi pada industri pertanian di Jepang telah membantu meningkatkan kualitas beras dan mengurangi 20% sampai dengan 30% gas metana yang diproduksi pada lahan pertanian, sehingga membantu mengurangi emisi karbon”.
Teknologi yang digunakan di negara Jepang seperti Automate Waiting and Dry (AWD) maupun sensor yang dapat mengukur kadar air pada tanaman padi, membuat industri pertanian di Jepang dapat tetap memenuhi target produksi walaupun banyak generasi muda di Jepang yang datang dari keluarga petani, memilih beralih profesi dan pindah ke perkotaan.
Berdasarkan Sensus Pertanian 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani muda (berusia 19-39 tahun) di Indonesia mencapai sekitar 6,18 juta orang, yang mewakili sekitar 21,93% dari seluruh jumlah petani di negara ini.
Di Indonesia, Komunitas Petani Muda Keren, yang tumbuh secara organik dan berada di berbagai provinsi di Indonesia, berhasil menarik minat kaum muda yang rata-rata berusia 35 sampai dengan 50 tahun, untuk turut membangun masa depan pertanian berkelanjutan dengan menerapkan penggunaan teknologi.
Penggunaan teknologi canggih seperti smart irrigation system, sensoring, dan drone spraying membantu para petani yang tergabung dalam Komunitas Petani Muda Keren untuk meningkatkan hasil pertaniannya, sehingga mereka bisa mendapatkan pendapatan tetap baik secara harian, bulanan maupun tahunan.
Dengan memanfaatkan teknologi, petani dapat mengoptimalkan lahan pertaniannya dan meningkatkan hasil panen secara signifikan. Bantuan kecanggihan teknologi membuat para petani bisa melakukan usaha lainnya yang menunjang industri pertanian.
"Mereka tidak harus mengelola lahan pertaniannya 6 sampai dengan 8 jam sehari, cukup dibantu dengan piranti teknologi yang ada,” jelas AA Gede Agung Wedhatama, Pendiri Komunitas Petani Muda Keren.
Agung menambahkan, modal awal yang disarankan untuk memulai usaha pertanian dengan penerapan teknologi, berkisar antara Rp 35 hingga 50 juta untuk 10 sampai dengan 15 tahun, serta pengelolaan lahan minimal 1000 m².
Biasanya pengembalian investasi awal, sudah dapat dicapai pada musim panen pertama. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian berteknologi tinggi tidak hanya menguntungkan, tetapi juga dapat mempercepat arus kas petani yang bila pola bercocok tanam dilakukan secara manual, sering menghadapi kendala pada arus kas produksi.
Perum BULOG terus konsisten untuk terus mendukung terobosan-terobosan untuk melakukan mitigasi terhadap resiko yang dihadapi oleh rantai pasok pangan seperti krisis iklim, volatilitas pasar maupun ketegangan geopolitik.
"Kemajuan teknologi membuat kami bisa melakukan perencanaan jangka panjang, tentunya berkolaborasi dengan para pemegang data dari pemerintah seperti Bapanas, Departemen Pertanian, maupun BPS; sehingga dapat tercipta pengaplikasian teknologi berbasis AI guna mewujudkan neraca pangan yang berimbang," papar Sonya.(***)