Pendidikan Vokasi Jawab Tantangan SDM Indonesia di Era Disrupsi Teknologi
RUZKA INDONESIA - Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus berkomitmen menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang selaras dengan perkembangan teknologi, khususnya pada bidang science, technology, engineering, dan mathematics (STEM). Hal ini untuk menjawab tantangan SDM Indonesia di tengah era disrupsi teknologi yang semakin cepat seperti saat ini.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati mengatakan bahwa kebutuhan pada bidang STEM terus meningkat.
“Peningkatan didorong oleh kebutuhan keahlian-keahlian baru pada era revolusi industri 4.0 seperti saat ini. Oleh karena itu, transformasi pendidikan vokasi kami terus arahkan untuk menghadapi tantangan perubahan ketenagakerjaan sekaligus menyambut era revolusi industri 4.0,” ucap Kiki.
Melalui program Merdeka Belajar, Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek telah meluncurkan program upskilling and reskilling untuk pendidik dan tenaga pendidikan vokasi.
Ditjen Vokasi percaya bahwa dalam menyambut era revolusi industri 4.0, guru memiliki peran besar dalam mengembangkan keahlian-keahlian baru bagi peserta didik pendidikan vokasi.
Selain itu, Kiki menambahkan bahwa program Merdeka Belajar juga telah memberikan perubahan besar dalam mentransformasi pendidikan vokasi. Pertama, sistem pendidikan vokasi menjadi lebih terbuka terhadap inovasi. Selain itu, pendidikan vokasi juga diarahkan agar lebih inklusif, aman, dan memberdayakan.
Ditjen Vokasi juga terus mendorong integrasi antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dan pemerintah daerah setempat. Kerja sama ini dilakukan melalui program business matching, di mana industri maupun satuan pendidikan vokasi pertama harus mau saling terbuka untuk dapat berkolaborasi demi mendorong penyiapan SDM yang berkualitas dan selaras dengan tuntutan zaman.
“Dunia usaha dan pemerintah setempat juga memiliki peran penting dalam mengembangkan dan mentransformasi pendidikan vokasi. Khususnya dalam mengembangkan keahlian para calon lulusan pendidikan vokasi Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan industri saat ini,” tambah Kiki.
Bagi Ditjen Pendidikan Vokasi, lanjut Kiki terdapat hal fundamental yang harus dijaga pada sistem pendidikan. “Learning how to learn, learning how to think, dan mencintai apa yang sedang dipelajarinya. Karena kalau tidak seperti itu, mereka tidak akan bisa mengikuti perkembangan teknologi dan zaman di masa depan,” jelas Kiki.
Di sisi lain, Ditjen Pendidikan Vokasi juga meluncurkan program teaching factory (TEFA), di mana para siswa dapat belajar dalam kondisi yang menyerupai lingkungan industri, baik prosedur maupun standar yang digunakan. Dengan demikian para peserta didik akan jauh lebih siap dalam menghadapi dunia kerja yang terus mengalami perubahan dengan cepat, khususnya pada aspek pengembangan teknologi yang digunakan di industri.
“Kami akan terus mendorong para peserta didik untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. Karena dengan itulah, kita bisa mempersiapkan SDM Indonesia yang berkualitas, adaptif, dan selaras dengan tuntutan kebutuhan dunia kerja dan industri, yang pada akhirnya dapat menguatkan perekonomian Indonesia kelak,“ tutup Kiki.
Salah satu praktik baik dari TEFA bisa dilihat dari tambak udang vaname di SMK Perikanan dan Kelautan Puger, Jember, Jawa Timur.
Kuntjoro Basuki, Kepala SMK Perikanan dan Kelautan Puger, Jawa Timur mengatakan bahwa TEFA budi daya udang vaname yang dikembangkan bersama dengan mitra industri, ICS Food tersebut dirancang dengan menggunakan teknologi terkini di bidang budi daya udang.
“Jadi murid kami bisa belajar dan menguasai tentang teknologi terbaru di bidang tambak udang. Mereka akan bisa menyesuaikan diri ketika terjun ke industri karena teknologi yang ada di TEFA benar-benar merupakan teknologi terbaru yang biasa diaplikasikan di industri,” kata Kuntjoro.
Melalui TEFA, para peserta didik tidak hanya diperkenalkan dan belajar tentang budidaya udang dengan teknologi mutakhir, akan tetapi juga dapat mempelajari proses budi daya secara keseluruhan, sejak awal hingga akhir, yakni proses pemasaran udang.
“Ketika peserta didik lulus, mereka benar-benar sudah siap terjun ke industri dan tidak akan kaget lagi dengan teknologi yang digunakan di industri,” kata Kuntjoro. ***