Dewan Pers Desak Satgas Ungkap 164 Oknum Wartawan yang Terlibat Judi Online
RUZKA INDONESIA -- Dewan Pers (DP) mendesak Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online membuka secara terang temuan perihal dugaan keterlibatan 164 jurnalis terlibat main judi online.
DP sebagai lembaga etik wartawan mempertanyakan data satgas apakah benar ratusan orang itu berprofesi sebagai wartawan.
"Dari mana data itu diperoleh?" kata anggota Dewan Pers, Totok Suryanto, Rabu (26/06/2024).
DP meminta agar satgas membuka nama wartawan yang disebut tersangkut judi online. "Apakah betul profesi itu digunakan bermain judi online?," tegasnya.
Ia mengkhawatirkan, jangan sampai orang lain yang melakukan perbuatan tercela itu, dan masyarakat berprasangka bahwa semua wartawan terlibat dalam kasus judi online.
"Ini tidak benar juga kan?" ucap Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, itu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Hadi Tjahjanto, mengatakan praktik judi online telah merambah ke berbagai profesi, termasuk jurnalis. Berdasarkan laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK, ada 164 jurnalis terlibat praktik judi online ini.
Hadi menyebutkan nilai transaksinya mencapai 6.899 kali, jumlah uang Rp 1,4 miliar. Satgas judi online telah mengantongi data termasuk nama wartawan.
"Ada lengkap dan alamatnya di mana,” ungkapnya.
Menurut Totok, terlibat dalam judi online adalah tindakan buruk. Sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh hukum. Dan jurnalis bekerja sesuai fungsinya, yakni melakukan kontrol sosial.
"Dan kedua, jurnalis itu tidak ada hubungannya dengan judi online," terangnya.
Ia menjelaskan, tugas jurnalis sebagai kontrol sosial tak hanya mengontrol atau melayangkan kritik kepada pemerintah. Tetapi profesi itu juga harus melontarkan kritik kepada masyarakat.
"Manakala masyarakat kita mengarah pada tindakan-tindakan tidak baik," tutur Totok.
Menurut Totok lagi, DP sebagai dewan etik Pers berharap agar semua wartawan menjunjung tinggi etika profesi.
"Etika yang disebut sebagai Kode Etik Jurnalistik atau KEJ. Sehingga tindakan dalam profesinya tidak bertentangan dengan tugas utama wartawan, pengontrol sosial. "The watch dog," terangnya. (***)