Bali Tak Seperti Dulu Lagi
RUZKA INDONESIA -- Media berbasis di Singapura yaitu CNA, menyoroti ledakan turis yang terjadi di Bali. Ya, Bali tak seperti dulu lagi.
Dalam artikel berjudul 'Not quite the Bali it used to be? This is what overtourism is doing to the island', media itu menilai suasana di Pulau Dewata sudah tidak sesantai dan sebebas dulu.
Pada Februari lalu, pemerintah katanya bahkan mengerahkan unit polisi pariwisata baru untuk menangani wisatawan asing dan domestik yang bermasalah, seperti mabuk hingga meminta uang.
"Mereka pasti kehabisan uang dan kemudian mengemis. Ada kasus seperti itu," Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi.
Sebanyak lebih dari 70 petugas polisi pariwisata telah dikerahkan di kabupaten-kabupaten populer, seperti Canggu, Seminyak dan Kuta. Salah satu tugas mereka adalah memastikan bahwa wisatawan berpakaian pantas. Misalnya mengenakan ikat pinggang yang disediakan di pura di Bali.
Perilaku para turis yang tidak sepantasnya membuat Gubernur Bali Wayan Koster pada Mei lalu mengusulkan pembatasan jumlah pengunjung. Namun usulan itu tidak terwujud.
Sementara ahun lalu, Bali mendeportasi 340 orang asing, naik dari 188 orang pada 2022. Turis asing yang dideportasi mayoritas berasal dari Rusia, Amerika Serikat, Inggris, dan Nigeria.
Pelanggaran yang mereka lakukan termasuk tinggal melebihi batas waktu, bekerja secara ilegal, dan mengekspos diri di tempat-tempat suci.
CNA menilai ketika wisatawan berbondong-bondong kembali ke Bali setelah pandemi covid-19, isu ledakan turis menjadi semakin nyata dibandingkan sebelumnya.
Bali menjadi berita utama pada Desember 2023 karena kemacetan di jalan tol yang memaksa orang harus berjalan kaki hingga empat kilometer menuju bandara.
Wakil Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Bali Nyoman Sukma Arida mengatakan kemacetan juga terjadi di Canggu karena pembangunan yang masif.
Kini terdapat bangunan beton di setiap jalan di Canggu yang membuat kemacetan. Para pengembang, kata Arida, tertarik dengan Canggu karena harga tanah yang relatif murah.
Laporan Institut Transnasional yang berbasis di Amsterdam pada 2018 memperkirakan bahwa Bali kehilangan 1.000 ha lahan pertanian karena pembangunan setiap tahun dalam 15 tahun terakhir.
Sementara menurut penelitian terbaru yang dilakukan profesor pertanian Universitas Udayana Wayan Windia, pulau ini mengalami defisit beras sebesar 100 ribu ton per tahun. (***)