FIB UI Hadirkan Simfoni Budaya Sumba di Dies Natalis ke-86

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) mengangkat tema Sumba dalam acara Dies Natalis ke-86 FIB UI dengan tajuk “Simfoni Budaya Sumba” di Auditorium Soe Hoek Gie, Gedung IX Sapardi Djoko Damono, FIB UI, pada 6-10 Oktober 2025 lalu.
Dalam acara itu, hadir Bupati Sumba Barat Yohanis Dade, S.H. yang menyampaikan kuliah umum tentang warisan budaya dari daerah Sumba, yakni tenun ikat, yang menyimpan nilai filosofis, martabat perempuan, dan potensi ekonomi kreatif.
Yohanis Dade menjelaskan tenun ikat Sumba bukan sekadar kain, tetapi juga karya lintas generasi yang lahir dari tangan perempuan Sumba sebagai penjaga peradaban.
Tenun ikat Sumba hadir dalam berbagai ritus adat, mulai dari perkawinan, kematian, hingga ritual Marapu.
Baca juga: Jalur Sepeda, Dushub Depok Wujudkan Kota Ramah Lingkungan Berkelanjutan
Selain itu, tenun ikat Sumba kini berkembang menjadi produk busana modern yang memberi nilai tambah bagi ekonomi masyarakat desa.
Pemerintah Kabupaten Sumba Barat juga mendorong pelestarian budaya dengan kebijakan pemakaian tenun oleh apparatur sipil negara (ASN) dan pelajar, serta menjadikannya cendera mata resmi daerah.
Motif Karaja, salah satu produk unggulan, bahkan telah diposisikan sebagai karya kelas tinggi yang ramah lingkungan dan layak menembus pasar global.
Selain sebagai simbol budaya, tenun ikat Sumba juga memiliki fungsi sosial yang sangat penting.
Baca juga: Hasil Survei BPS Depok: Semakin Tinggi Pendidikan Semakin Besar Peluang Kerja
Dalam tradisi adat, kain tenun dipakai sebagai tanda perdamaian, bentuk penghormatan, hingga bagian dari prosesi adat besar seperti Pasola dan Wulla Poddu.
Kehadirannya menjadi bukti bahwa kain bukan hanya artefak budaya, melainkan bahasa universal yang menyatukan masyarakat Sumba lintas generasi.
Dekan FIB UI Dr. Bondan Kanumoyoso menyebut kuliah umum tersebut sebagai bukti nyata bahwa budaya adalah warisan sekaligus inspirasi.
“Kehadiran bupati Sumba Barat semakin menegaskan arti penting Sumba dalam mosaik kebudayaan Indonesia, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk merawat dan mengembangkan warisan budaya,” kata Bondan dalam siaran pers yang diterima, Rabu (15/10/2025).
Baca juga: Sinergi Digital Berbuah Prestasi, PLN Icon Plus Raih Penghargaan di Vendor Day Pertamina Lubricants
Pemutaran Film “Perempuan Tana Humba”
Untuk merayakan Dies Natalis ke-86, FIB UI juga menggelar acara pemutaran dan diskusi film documenter “Perempuan Tana Humba” karya Lasja F. Susatyo.
Film tersebut mengangkat kekayaan adat dan budaya Sumba Timur dengan menyoroti sistem kepercayaan Marapu, tradisi Belis, serta peran sentral perempuan sebagai figur yang menjaga, menafsirkan, dan mewariskan tradisi.
Melalui bahasa sinema, film itu tidak hanya menghadirkan keindahan visual budaya Sumba, tetapi juga membuka ruang kontemplasi mengenai relasi antara budaya tradisional dan dinamika kehidupan masa kini.
Baca juga: Disdukcapil Depok: Semua Warga Harus Catatkan Status Pernikahannya
Usai pemutaran film, diskusi dilakukan dengan dimoderatori Ketua Program Studi Prancis FIB UI Suma Riella Rusdiarti. Diskusi tersebut menghadirkan perbincangan hangat mengenai bagaimana karya dokumenter dapat menjadi medium reflektif untuk memahami peran budaya, spiritualitas, dan perempuan di tengah masyarakat modern.
“Saya sangat terkesan karena FIB UI dapat memberikan kekuatan yang lebih untuk menjadikan film ini bukan hanya tontonan, tetapi juga ruang diskusi tentang pemikiran dan budaya tradisional di era sekarang,” ucap Lasja.
Antusiasme audiens terasa sepanjang acara, baik terhadap kisah budaya Sumba Timur maupun proses kreatif pembuatan film dokumenter yang mengangkat nilai tradisi. Keterlibatan aktif peserta dalam diskusi memperlihatkan bahwa budaya lokal tetap relevan dan mampu menginspirasi pemikiran lintas generasi.
Baca juga: Kehadiran SPBU GES, Komitmen Pertamina Berikan Masyarakat Layanan Ramah Lingkungan
Dengan rangkaian Simfoni Budaya Sumba, FIB UI tidak hanya merayakan Dies Natalis ke-86, tetapi juga mempertegas perannya sebagai kampus budaya yang membangun jembatan pengetahuan antara tradisi lokal dan wacana global.
Dialog lintas disiplin itu diharapkan dapat memantik kesadaran publik akan pentingnya pelestarian sekaligus inovasi budaya Nusantara di tengah arus modernisasi. (***)