Home > Sports

Inilah Tujuh Prioritas Versi Senator Demi Dongkrak Prestasi di Momentum Haornas 2025

Pembinaan juga dinilai belum berjenjang dan tidak merata ditambah keterlibatan swasta masih parsial.
Logo Hari Olahraga Nasional (Haornas) 2025. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Logo Hari Olahraga Nasional (Haornas) 2025. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA—REPUBLIKA NETWORK — Momentum peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) 2025 menjadi saat tepat untuk bercermin sudah sejauh mana olahraga Indonesia berkembang, dan ke mana arah yang harus dituju. Sejak emas pertama di Olimpiade Barcelona 1992, publik berharap olahraga menjadi sumber kebanggaan bangsa.

Namun, Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris menekankan bahwa lebih dari tiga dekade berlalu, prestasi olahraga Indonesia di level dunia masih belum memuaskan.

“Indonesia tidak kekurangan talenta. Untuk itu, kunci mendongkrak prestasi olahraga kita adalah dengan memprioritaskan tata kelola profesional, pembinaan berbasis sains, kompetisi yang berjenjang, serta dukungan swasta yang berkelanjutan. Jika ini berjalan maksimal dan berkelanjutan, prestasi olahraga kita bisa menembus papan atas atau level dunia,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (09/09/2025) atau bertepatan dengan Haornas 2025.

Fahira Idris yang juga Ketua Pengurus Provinsi DKI Jakarta Senam Tera Indonesia ini mengungkapkan, masih terdapat beberapa tantangan utama kemajuan olahraga di Indonesia salah satunya diskoneksi antara kebijakan, strategi, dan implementasi. Selain itu, sains olahraga (fisiologi, psikologi, biomekanika, data analytics) belum diintegrasikan sejak tahap rekrutmen, padahal negara seperti Jepang, Korea, dan Australia berhasil memanfaatkan pendekatan ilmiah untuk mendongkrak prestasi.

Pembinaan juga dinilai belum berjenjang dan tidak merata ditambah keterlibatan swasta masih parsial.

Menurut Senator Jakarta ini setidaknya terdapat tujuh prioritas yang bisa ditempuh pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk mendongkrak prestasi olahraga nasional. Pertama menghadirkan tata kelola yang sehat agar terbentuk ekosistem olahraga yang lebih efisien, anggaran yang tepat sasaran, dan pembinaan yang berjalan berkesinambungan.

“Tata kelola ini tidak langsung menghasilkan emas dalam semalam, tetapi dengan langkah mendasar ini, target Indonesia menembus papan atas dunia, secara bertahap bisa tergapai,” tukasnya.

Kedua, sport science perlu diintegrasikan sejak hulu. Rekrutmen atlet harus dilakukan berbasis data antropometri, biometrik, dan psikologis.

Pemusatan latihan nasional wajib melibatkan ahli gizi, fisiolog, biomekanis, psikolog, serta analis performa. Universitas bisa menjadi mitra yaitu sebagai pusat riset dan pengembangan sains olahraga.

Ketiga, pembinaan harus berjenjang dan kompetisi harus berkesinambungan. Liga usia dini di sekolah hingga tingkat daerah wajib digelar secara teratur.

PON seharusnya dimaknai bukan hanya sebagai ajang perebutan medali, tetapi juga sebagai jalur scouting untuk mengidentifikasi bakat terbaik.

Keempat, infrastruktur olahraga yang sudah ada harus dimanfaatkan secara optimal. Kompleks olahraga di semua daerah harus ramai dengan aktivitas olahraga atau kompetisi.

Pemerintah perlu membuat skema subsidi silang agar fasilitas olahraga di daerah bisa menjadi pusat latihan nasional dan tuan rumah kejuaraan rutin.

Kelima, kolaborasi dengan swasta harus diperdalam. Sponsorship tidak boleh berhenti pada papan reklame atau branding saat event, melainkan berbentuk program jangka panjang yang membiayai pembinaan atlet.

Keenam, Indonesia perlu menentukan cabang olahraga prioritas. Tidak realistis jika semua cabang dikejar sekaligus.

Oleh karena itu, lanjut Fahira Idris, fokuslah pada cabang dengan peluang medali besar di Olimpiade, seperti bulu tangkis, panjat tebing, angkat besi, panahan, renang, dan atletik di nomor tertentu. Untuk cabang-cabang ini, idealnya ada elite training camp yang dikelola secara profesional.

“Terakhir atau ketujuh, kesejahteraan dan masa depan atlet harus dijamin. Negara perlu memberi beasiswa pendidikan, jaminan karier pasca-pensiun, serta akses menjadi pelatih atau pelaku industri olahraga,” tandas Fahira Idris. (***)

× Image