Seharusnya Semakin Tua, Gaya Hedon Menurun dan Kebahagiaan Eudaimonic Meningkat

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Semakin bertambahnya usia seseorang, konsep kebahagiaan berparadigma hedonic cenderung lebih menurun, sementara paradigma eudaimonic akan semakin meningkat.
Konsep kebahagiaan pada setiap kelompok usia mengacu pada paradigma hedonic terkait “perasaan positif”. Selain itu, terlihat pula paradigma eudaimonic, khususnya terkait dengan “kebersamaan dengan orang lain” dan “aspek spiritualitas-religiusitas”.
Hal itu merupakan hasil penelitian dalam sebuah disertasi berjudul “Konsep Kebahagiaan Berdasarkan Perspektif Psikologi Perkembangan pada Orang Indonesia” oleh seorang mahasiswi Program Studi Doktor Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) bernama Eko Handayani.
Baca juga: Usung Konsep "Exquisite Life and Self-pleasing Travel", LEPAS L4 Debut di Pasar Luar Negeri
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsep kebahagiaan dijelaskan berbeda pada setiap kelompok usia, di mana dalam penelitian itu dilakukan terhadap lima kelompok usia perkembangan,yakni anak, remaja, dewasa muda, dewasa madya, dan dewasa akhir.
Penelitian itu terdiri atas dua studi. Studi pertama merupakan survei kualitatif yang dilakukan secara daring terhadap 771 orang berusia 9-75 tahun untuk mendapatkan tema terkait konsep kebahagiaan di lima kelompok usia.
Setahun kemudian, studi kedua dilakukan terhadap 40 orang peserta studi pertama yang bersedia diwawancara secara semi-terstruktur untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci tentang konsep kebahagiaan, sekaligus menjawab pertanyaan retrospektif terkait kebahagiaan masa kecil mereka.
Baca juga: Mengajak Masyarakat Wujudkan Aksi Nyata di Hari Konservasi Alam Nasional 2025
Analisis jawaban dilakukan dengan metode content dan tematic analysis menggunakan wordcloud dan pivot point Excel.
Hasilnya, secara umum ditemukan kekhasan penjelasan konsep kebahagiaan pada setiap kelompok usia.
Kelompok usia anak mengaitkan perasaan positif dengan melakukan aktivitas yang disukai bersama orang lain, sedangkan remaja berfokus pada kesenangan saat memperoleh sesuatu seperti mendapatkan apresiasi dari orang terdekat.
Sementara itu, kelompok dewasa muda berfokus pada rasa senang saat meraih keberhasilan atau pencapaian yang didukung oleh orang terdekat dan melakukan hal baik.
Kemudian, dewasa madya menjelaskan kebahagiaan dalam rasa tenang terkait kondisi bahagia orang lain dan kelompok usia dewasa akhir berfokus pada perasaan damai tanpa ada konflik dan hubungan yang dekat dengan Tuhan.
Penelitian yang dipromotori oleh Dr. Dewi Maulina, S. Psi., M. Psi., Psikolog dan kopromotor Dra. Winarini Wilman, M. Ed. St., PhD, Psikolog itu memberikan manfaat terkait pemahaman konsep kebahagiaan berdasarkan kelompok usia.
Sehingga, hal itu diharapkan dapat menjadi rekomendasi dalam pengukuran kebahagiaan yang sesuai dengan usia partisipan. Selain itu, hasil penelitian tersebut juga dapat dimanfaatkan secara praktis untuk meningkatkan keharmonisan hubungan antar-kelompok usia.
Penelitian disertasi tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi konsep kebahagiaan dengan menggunakan perspektif psikologi perkembangan. Konsep kebahagiaan dilihat dari kata-kata yang digunakan partisipan ketika menjelaskan tentang pengertian, pengalaman, dan ciri orang bahagia.
Baca juga: Jasjus Rasa Kelapa Muda Jadi Solusi Praktis Saat Cuaca Panas
Eko Handayani menilai bahwa kebahagiaan bersifat subyektif, sehingga penting untuk memahami konsep kebahagiaan individu sebelum menilai tingkat kebahagiaannya.
Sebagai contoh, menurut Eko, pada pengukuran tingkat kebahagiaan anak ditemukan perbedaan penilaian antara orang tua dan anak itu sendiri.
Orang tua cenderung menilai tingkat kebahagiaan anak lebih besar dibandingkan penilaian oleh anak. Hal itu mengindikasikan adanya perbedaan konsep kebahagiaan antar-kelompok usia yang mendasari penilaian tingkat kebahagiaan.
Perbedaan konsep kebahagiaan dapat menimbulkan kesalahpahaman, terutama saat seseorang ingin membahagiakan orang lain namun tidak paham konsep kebahagiaan orang tersebut dan akhirnya mendasarkan konsep kebahagiaan kepada dirinya sendiri sehingga muncul bias egosentric.
Baca juga: Peringati Hari Kemerdekaan ke-80 RI, Dinkes Depok Gelar Pemeriksaan USG Abdomen Gratis
Konsep kebahagiaan merupakan representasi kognitif dari sifat dan pengalaman kebahagiaan, sementara aspek kognitif berubah sepanjang kehidupan manusia. Oleh karena itu, perkembangan kognitif memberikan pengaruh pada konsep kebahagiaan di berbagai tahapan usia.
Selain itu,karakteristik perkembangan kognitif juga dipengaruhi oleh interaksi partisipan dengan lingkungan sosialnya.
Kebahagiaan adalah kebaikan paling berharga (the most valuable good) dan tujuan hidup utama bagi manusia. Kebahagiaan terbukti meningkatkan kesehatan fisik dan membawa pengaruh positif pada keadaan mental dan emosional.
"Orang bahagia cenderung menikmati hidup dan berusaha menjadikan hidupnya lebih berarti. Pentingnya kebahagiaan pada kehidupan manusia membuat banyak penelitian berfokus pada penilaian tingkat kebahagiaan individu dan mencari faktor-faktor yang memengaruhinya," ungkap Eko. (***)