Jangan Tunggu Kuning, Hepatitis Masih Jadi Epidemi Diam di Indonesia

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Wajah ceria seorang anak tak selalu mencerminkan kondisi kesehatannya. Tak sedikit anak Indonesia yang tanpa disadari telah membawa virus hepatitis B atau C sejak lahir.
Kondisi ini sering tak terdeteksi hingga dewasa, saat gangguan fungsi hati mulai muncul. Di sisi lain, orang dewasa produktif pun tak jarang tiba-tiba mengalami kerusakan hati akut akibat hepatitis yang selama ini tersembunyi.
Hepatitis atau “peradangan hati” yang disebabkan oleh virus, obat-obatan, alkohol, atau gangguan autoimun, masih menjadi beban kesehatan global.
Baca juga: RSUD ASA Akan Gelar Donor Darah Massal Rayakan Hari Kemerdekaan ke-80 RI
Indonesia pun tak luput dari tantangan tersebut. Ironisnya, banyak kasus hepatitis baru terdeteksi ketika sudah mencapai stadium lanjut, karena sebagian besar penderitanya tidak menunjukkan gejala awal.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI, sekitar 28 juta orang Indonesia diperkirakan mengidap hepatitis B atau C, namun hanya sekitar 10% yang telah terdiagnosis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyebut hepatitis sebagai “silent epidemic”, karena gejalanya sering kali samar atau tidak muncul sama sekali hingga berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.
Baca juga: Meriahnya Malam Inagurasi Sekolah Bintara dan Cakra Buana, Sajikan Karya Kreasi Berkesenian
Jenis hepatitis yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah Hepatitis B, disusul oleh Hepatitis C. Penularan utama terjadi secara perinatal, yaitu dari ibu ke bayi saat proses persalinan. Tantangan diperparah oleh masih rendahnya cakupan vaksinasi hepatitis di beberapa wilayah, serta terbatasnya akses skrining di daerah terpencil.
Gejala umum hepatitis yang kerap diabaikan antara lain:
· Kulit dan mata menguning
· Urine berwarna gelap seperti teh
· Tinja pucat
· Kelelahan ekstrem
· Nyeri di perut kanan atas
· Mual, muntah, kehilangan nafsu makan
· Demam ringan
Gejala hepatitis pada anak sering kali lebih ringan atau bahkan tidak tampak. Padahal, infeksi bisa terjadi sejak bayi dan menetap seumur hidup bila tidak tertangani.
Baca juga: SMAN 1 Majalengka Rayakan HUT ke-64, Alumni Wujudkan Lapangan Indoor untuk Siswa
"Anak-anak, terutama bayi, bisa terinfeksi hepatitis B sejak lahir dan tidak menunjukkan gejala sama sekali,” jelas dr. Ahmar Abyadh, Sp.PD-KGEH, FINASIM, Mkes, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi Primaya Hospital Bekasi Barat, Ahad (03/08/2025).
“Deteksi dini lewat tes darah sangat penting, karena infeksi kronis bisa menyebabkan kerusakan hati bertahap selama bertahun-tahun.”
Jika gejala muncul, biasanya berupa:
· Penurunan nafsu makan
· Rewel dan mudah lelah
· Muntah berulang
· Warna urine gelap dan tinja pucat
· Kulit atau mata menguning
Baca juga: Catatan Cak AT: Tafsir Amnesti dan Abolisi
Sayangnya, banyak orang tua tidak menyadari tanda-tanda tersebut atau menganggapnya sebagai penyakit ringan biasa.
“Kebanyakan pasien datang ketika sudah mengalami komplikasi,” jelas dr. Ahmar Abyadh, Sp. PD-KGEH, FINASIM, Mkes. “Karena hepatitis kronis bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa gejala. Inilah kenapa edukasi dan deteksi dini menjadi kunci.”
Segmentasi Risiko Berdasarkan Usia:
· Anak & remaja: Rentan terhadap hepatitis A & E akibat makanan/minuman tercemar.
· Usia produktif (20–49 tahun): Rentan hepatitis B & C akibat hubungan seksual tidak aman, transfusi darah, atau penggunaan jarum suntik tidak steril.
· Lansia: Rentan hepatitis akibat konsumsi obat jangka panjang dan penurunan metabolisme hati.
Baca juga: Pemkot Depok Dukung Japan Job Fair Civil Engineer 2025
Banyak yang menganggap hepatitis tidak bisa disembuhkan. Faktanya Hepatitis A & E bisa sembuh total. Hepatitis B bisa dikontrol dengan terapi antiviral. Hepatitis C bahkan bisa disembuhkan dengan pengobatan generasi baru (DAA) dengan tingkat kesembuhan di atas 95%.
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia medis terus berkembang. Obat antiviral generasi baru (TAF, DAA), Vaksin DNA & mRNA sedang dikembangkan, Rapid test dan PCR portable mulai menjangkau daerah terpencil, Individualisasi terapi berdasarkan profil virus pasien.
Namun menurut banyak ahli, teknologi saja tidak cukup. Tanpa kebijakan publik yang proaktif, kasus hepatitis akan terus meningkat.
Pemerintah sebaiknya dapat memperluas vaksinasi hepatitis B, terutama pada bayi baru lahir. Lalu menyediakan skrining gratis bagi kelompok risiko tinggi, dan meningkatkan edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan.
Baca juga: Depok akan Gelar Cek Kesehatan Gratis untuk Pelajar, Serentak Mulai 4 Agustus
Hepatitis bukan hanya soal virus. Ini tentang kesadaran, deteksi dini, dan keberpihakan sistem kesehatan.
Saat gejalanya muncul, bisa jadi sudah terlambat. Maka, jangan tunggu kuning. Lakukan tes, edukasi keluarga, dan jaga hati karena fungsi hati menentukan masa depan hidup yang sehat. (***)