CarbonEthics Tegaskan Pentingnya Kredit Karbon Berkualitas Tinggi di Indonesia

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -Seiring Indonesia memperkuat posisinya di pasar karbon global setelah penandatanganan Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan standar sertifikasi internasional Gold Standard Foundation, CarbonEthics, perusahaan restorasi ekosistem berbasis teknologi dengan spesialisasi di pengembangan proyek karbon dan ekosistem karbon biru, menegaskan bahwa pasar karbon hanya akan berhasil jika kita berfokus pada proyek karbon berintegritas tinggi.
Transparansi dalam pengelolaan proyek menjadi sangat krusial. Setiap proyek harus membuktikan dampaknya secara terukur, dan mengurangi atau menghilangkan emisi dengan metodologi yang dapat diverifikasi. Yang terpenting, harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat yang melindungi dan bergantung pada ekosistem tersebut, karena tanpa keterlibatan dan kepemilikan komunitas lokal, tidak akan ada solusi iklim yang berkelanjutan.
Demikian topik pembahasan Carbon Talk 2.0, forum lintas sektor yang diselenggarakan oleh CarbonEthics, di mana para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan ahli keberlanjutan berdiskusi tentang perkembangan pasar karbon Indonesia dan posisi strategisnya di pasar global.
"Pasar karbon Indonesia diperkirakan dapat menghasilkan pendapatan hingga USD 34 miliar dan menciptakan 1,7 juta lapangan kerja pada tahun 2030, terutama melalui proyek berbasis alam yang memenuhi standar tinggi untuk integritas lingkungan dan sosial," ujar
Dr. Belladonna Maulianda, Asisten Khusus Senior untuk Eddy Soeparno, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.
“Untuk mewujudkan potensi ini, Indonesia perlu membangun ekosistem karbon yang kuat dengan dukungan kebijakan dan investasi yang tepat,” kata Belladonna.
MRA merupakan langkah penting untuk mendorong saling pengakuan terkait metode sertifikasi karbon kredit, yang membuka peluang baru untuk perdagangan karbon global bagi Indonesia. Bagi pasar berkembang seperti Indonesia, MRA memperluas pasar dan likuiditas karbon, memperkuat kerja sama iklim, serta memungkinkan transfer teknologi dan pengetahuan, sebagaimana disampaikan Ilham ST, MT, Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan di Kementerian Kehutanan.
Menurut Ilham, rencana pembangunan jangka panjang nasional Indonesia (RPJPN) menargetkan Indonesia Emas 2045, di mana terdapat target pengurangan intensitas emisi gas rumah kaca hingga 93,5% dari tingkat baseline.
Selain itu, Dr Wahyu Marjaka, M.Eng., Direktur Tata Kelola Implementasi Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, menekankan bahwa keberhasilan Indonesia memanfaatkan peluang pasar karbon tergantung pada tiga hal utama: kesiapan kelembagaan, penegakan hukum yang jelas, serta keterlibatan semua pihak secara inklusif.
Forum Carbon Talk juga membahas terkait upaya revisi Peraturan Presiden No. 98/2021 yang saat ini sudah mencapai tahap izin prakarsa, di mana regulasi ini nantinya akan mencakup ketentuan terkait Voluntary Carbon Market (VCM).
Di samping itu, pengembangan platform SRN Robust juga terus berlangsung sebagai upaya pemerintah untuk memastikan semua kredit karbon yang diterbitkan dapat diverifikasi dan memenuhi standar integritas yang tinggi, sebagai salah satu kunci untuk menarik investor internasional.
“Pasar karbon global semakin menginginkan proyek yang mampu menunjukkan dampak nyata bagi iklim dan sosial,” ucap Bimo Soewadji, CEO CarbonEthics.
“Keberhasilan Indonesia akan bergantung pada ketersediaan kredit karbon yang berkualitas tinggi, transparan, dan kredibel.”
***