Prabowo Tak Perlu Berlebihan, Aspirasi Pemakzulan Wapres Dinilai Normal dan Cukup Ditampung MPR

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Sebagian purnawirawan jenderal yang meminta pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka semestinya dibaca sebagai ekspresi sebagian anak bangsa. Hal itu diutarakan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga di Jakarta, Ahad (27/04/2025).
Menurut pengamat yang kerap disapa Jamil ini, ekspresi seperti itu seharusnya dinilai normal di negara demokrasi. Sebab, setiap anak bangsa berhak menyampaikan aspirasi, termasuk terhadap wapres yang tidak dikehendakinya.
"Selama aspirasi para purnawirawan masih dalam koridor demokrasi, maka selayaknya pandangan mereka itu dihargai. Anak bangsa lainnya tak seharusnya mencela mereka, apalagi menyudutkannya," jelas Jamil.
"Tapi kalau keinginan pemakzulan itu dilakukan dengan cara kudeta, maka upaya tersebut harus ditumpas. Sebab, cara-cara demikian tidak sejalan dengan prinsip demokrasi," imbuh Jamil mengingatkan.
Karena itu, permintaan pemakzulan itu seharusnya dinilai normal saja. Permintaan seperti itu bukan hal terlarang di negara demokrasi.
"Jadi, aspirasi para purnawirawan itu jangan dianggap berlebihan, apalagi dinilai mau merebut kekuasaan. Aspirasi mereka cukup ditampung di MPR, dan dilihat apakah permintaan pemakzulan wapres memenuhi syarat. Bila tidak, tentu MPR bisa menjelaskannya kepada para purnawirawan dan rakyat Indonesia," imbuhnya
Menurut Jamil, pemerintahan Prabowo Subianto tak perlu merasa mendapat tekanan politik yang berlebihan dari para purnawirawan jenderal tersebut. Sebab, tekanan semacam itu akan selalu muncul di negara demokrasi.
Para purnawirawan jenderal itu sebagai kelompok penekan, memang dibolehkan melakukan tekanan terhadap pemerintah. Hal itu sah di negara demokrasi.
"Jadi, selama tidak ada yang dilanggar wapres, maka usulan pemakzulan itu tak akan berkembang liar, apalagi mengganggu stabilitas politik. Namun, bila ada yang dilanggar wapres, maka usulan itu diperkirakan akan berkembang pesat hingga dapat mengganggu stabilitas nasional," tandas mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini. (***)