Penghapusan Kuota Tingkatkan Efisiensi Impor Pangan

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK– Pengenaan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat kepada negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia, telah menciptakan gejolak dalam ekonomi global. Presiden Prabowo Subianto merespons hal tersebut, salah satunya, dengan menghapus kebijakan kuota impor. Terkait impor pangan, penghapusan kuota impor akan meningkatkan efisiensi.
“Kuota sendiri dapat diartikan sebagai kebijakan yang bertujuan untuk membatasi jumlah barang-barang yang keluar dan masuk dari luar negeri. Akibat yang biasa terjadi dari kebijakan kuota dan pembatasan adalah terbatasnya jumlah barang di pasar yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan harga,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Hasran melanjutkan, penggunaan sistem kuota yang tujuan utamanya melindungi industri dalam negeri justru mendorong kenaikan harga, meningkatkan gejolak (volatility) harga, memperburuk dampak kekurangan pasokan bahan komoditas, dalam hal ini pangan, terutama di tengah berbagai kerentanan sektor pertanian akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik global.
Impor pangan di Indonesia melewati proses panjang dan dikontrol oleh pemerintah melalui Quantitative Restrictions (QR), yang disebut juga kuota, yang dikelola melalui sistem perizinan impor non-otomatis di mana Kementerian Perdagangan memberikan Persetujuan Impor (PI) dan kuota impor kepada importir terdaftar. Untuk memperoleh kuota impor dan PI, importir terdaftar dapat mengajukan melalui sistem Neraca Komoditas (NK) maupun Non-NK.
Pengajuan melalui sistem NK hanya berlaku bagi komoditas Perikanan, beras, garam, gula, daging sapi, dan jagung sedangkan komoditas di luar itu diimpor melalui sistem Non-NK.
Sistem NK hanya menghilangkan satu tahap prosedur yaitu rekomendasi kementerian teknis. Sedangkan proses-proses lainnya masih sama dan ketentuan kuota tetap berlaku bagi keduanya.
Selain itu, penetapan kuota impor, baik NK maupun Non-NK, sama-sama menunggu keputusan yang diambil dalam rapat koordinasi terbatas yang melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan kementerian teknis terkait.
“Selama ini keputusan-keputusan strategis dalam kebijakan perdagangan pangan selalu diputuskan lewat rapat koordinasi terbatas antar kementerian dan juga berbagai persyaratan yang menghabiskan waktu. Sistem perizinan impor otomatis dapat mempersingkat proses tadi menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih sehat dan kompetitif,” urainya.
Proses panjang ini membuat impor pangan Indonesia kehilangan momentum yang tepat, yaitu saat harga di pasar internasional sedang murah. Proses ini juga tidak cukup cepat merespon adanya kenaikan harga di pasar.
Akhirnya saat komoditas yang diimpor memasuki pasar Indonesia, keberadaannya tidak cukup sukses untuk menstabilkan harga di pasar yang sudah terlanjur tinggi. Masuknya komoditas impor tidak jarang juga berbenturan dengan masa panen petani di mana melimpahnya komoditas akan membuat harga turun.
”Panjangnya proses impor berkontribusi pada tingginya harga komoditas pangan, terutama pada komoditas penting yang kenaikan harganya berdampak besar pada tingkat konsumsinya di masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi konsumsi, terutama konsumsi masyarakat berpenghasilan rendah,” tambahnya.
Pemerintah perlu mempertimbangkan penggunaan sistem impor otomatis atau automatic import licensing system (AILS) karena sistem ini memungkinkan semua pihak yang memenuhi persyaratan untuk mengajukan izin impor. Sistem dikelola secara transparan dan memungkinkan pihak yang mengajukan izin impor untuk lebih responsif terhadap kebutuhan pasar tanpa terkendala prosedur yang panjang.
Implementasi AILS dapat meningkatkan efisiensi dan menjaga ketahanan pangan. Efisiensi yang dimaksud adalah komoditas yang diimpor bermanfaat untuk menstabilkan harga dan bisa menjaga daya beli masyarakat karena diputuskan lewat proses yang singkat. ***