Catatan Cak AT: Podcast Lansia Taklukkan AI

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Seandainya ada kompetisi adaptasi lintas generasi, generasi baby boomers mungkin bukan kandidat unggulan.
Mereka dibesarkan dengan radio gelombang AM, lalu melihat dunia beralih ke TV hitam putih, kemudian berwarna, hingga kini menghadapi kecerdasan buatan. Namun, satu hal pasti, mereka bukan generasi yang mudah menyerah.
Di Argentina, sekelompok lansia berusia 90-an telah menemukan senjata rahasia mereka untuk melawan kesepian: podcast.
Mereka tak lagi sekadar mendengarkan radio, tetapi kini menjadi suara di dalamnya. Mereka tak sekadar punya suara, tapi menampilkan wajah keriput mereka ke seantero dunia.
Baca juga: Catatan Cak AT: 'Kami' di Tengah Kesendirian Shalat
Podcast Ninety and Counting lahir dari keresahan Alberto Chab, seorang pria 97 tahun yang merasa dunia semakin sunyi ketika teman-temannya satu per satu pergi mendahuluinya. Dengan bantuan cucunya dan seorang jurnalis muda 26 tahun, ia mengajak lansia lainnya untuk berkumpul, berbicara, dan merekam cerita mereka.
Hasilnya? Terbentuk sebuah komunitas digital yang tak hanya berkumpul untuk mengusir sepi, tapi juga membuktikan bahwa eksistensi mereka tetap berarti di era informasi dengan berbagi informasi yang mereka miliki. Sambutan datang dari para lansia di seantero Amerika Latin hingga Kanada.
Jika generasi muda sibuk berceloteh di TikTok atau berdebat di Twitter, generasi baby boomers memilih jalur yang lebih berkelas: berbincang di podcast. Bagi mereka, ini bukan sekadar tren, melainkan jalan keluar dari isolasi sosial yang kerap melanda usia lanjut.
Fenomena ini mengingatkan kita bahwa teknologi, yang sering dikaitkan dengan anak muda, justru bisa menjadi sahabat terbaik mereka yang berusia lanjut.
Baca juga: Catatan Cak AT: Tarif 84 Persen, Dunia pun Tertawa
Tentu saja, transisi ini tidak selalu mulus. Bisa dibayangkan bagaimana seorang kakek berusia 95 tahun harus menghadapi konsep "mengedit audio" atau "mengunggah ke Spotify" dengan ekspresi yang sama ketika pertama kali mendengar istilah "cloud computing" (yang sayangnya, tidak ada hubungannya dengan awan di langit).
Namun, mereka belajar. Dengan tekad baja yang dulu mereka gunakan untuk membangun keluarga, karier, dan peradaban pasca-perang, mereka kini menguasai mikrofon dan menaklukkan dunia digital. Pengalaman mengajarkan, mereka tak boleh pernah menyerah.
Adaptasi generasi baby boomers terhadap teknologi sering kali dipandang dengan dua perspektif: kekaguman dan keheranan. Beberapa dari mereka dengan bangga memiliki akun Instagram, tetapi masih bertanya-tanya mengapa foto mereka tidak bisa dikirim lewat faks. Ada juga yang mulai memahami AI, tetapi tetap merasa lebih nyaman menulis daftar belanja di kertas ketimbang di ponsel.
Namun, di balik semua itu, mereka telah membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk berkembang. Podcast lansia ini bukan sekadar ajang nostalgia tentang permen tempo dulu atau cara tradisional mengisi kasur dengan wol. Mereka membicarakan hal-hal mendasar yang tetap relevan: cinta, kesehatan, kebahagiaan, dan makna hidup.
Di era di mana suara sering kali didominasi oleh kaum muda, podcast ini menjadi pengingat bahwa para lansia masih memiliki cerita dan kebijaksanaan yang layak didengar. Pertanyaannya sekarang: apakah semua lansia bisa menempuh jalan yang sama?
Fakta menunjukkan bahwa banyak dari mereka masih kesulitan mengakses teknologi. Sebuah studi dari Pew Research Center menemukan bahwa hanya sekitar 40% lansia yang merasa nyaman menggunakan internet untuk aktivitas sehari-hari. Sebagian besar masih bergantung pada anak atau cucu untuk urusan digital.
Tapi, melihat fenomena podcast ini, tampaknya ada peluang besar. Jika lansia diberi akses dan pelatihan yang tepat, teknologi bisa menjadi sahabat mereka. Bayangkan jika lebih banyak dari mereka memiliki platform untuk berbicara, berbagi pengalaman, dan bahkan mengajari generasi muda tentang kehidupan.
Fenomena lansia podcaster ini bukan hanya tentang mereka, tetapi juga tentang kita semua. Ini adalah cerminan bagaimana teknologi seharusnya digunakan: bukan untuk menggantikan manusia, tetapi untuk mendekatkan kita satu sama lain.
Generasi muda sering kali mengeluhkan bahwa para orang tua sulit berubah, tapi kenyataannya, mereka sedang berubah—dengan kecepatan mereka sendiri. Jika seorang pria 97 tahun bisa memahami cara membuat podcast dan mengelola komunitas digital, mungkin kita yang lebih muda perlu berhenti mengeluh bahwa belajar coding itu sulit.
Pada akhirnya, inovasi bukanlah soal siapa yang pertama mengadopsi, tetapi siapa yang bisa memanfaatkannya untuk tujuan yang lebih besar. Dan jika para lansia ini bisa mengubah kesepian menjadi komunitas digital, maka tidak ada alasan bagi generasi lainnya untuk tidak melakukan hal yang sama.
Jadi, lain kali jika melihat kakek-nenek sibuk dengan ponsel mereka, jangan buru-buru berasumsi mereka sedang kesulitan mencari tombol volume. Bisa jadi, mereka sedang merekam episode podcast terbaru mereka —dan mungkin, kita yang harus belajar dari mereka. (***)
Penulis: Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 12/4/2025