Home > Kolom

Pelatihan Integrasi Psikologi dalam Model Deep Learning untuk Mengatasi Bullying

Pelatihan ini menghadirkan Epong Utami, Kepala SMP School of Human, sebagai narasumber utama.
Pelatihan bertajuk
Pelatihan bertajuk "Integrasi Psikologi dalam Model Deep Learning dalam Konteks Bullying" yang dihadiri oleh para pendidik dari berbagai institusi pendidikan. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Atma Karta sukses menggelar pelatihan bertajuk "Integrasi Psikologi dalam Model Deep Learning dalam Konteks Bullying" yang dihadiri oleh para pendidik dari berbagai institusi pendidikan.

Acara ini bertujuan untuk memberikan wawasan baru dalam mengatasi masalah bullying di sekolah dengan mengintegrasikan psikologi, khususnya deep learning.

Pelatihan ini menghadirkan Epong Utami, Kepala SMP School of Human, sebagai narasumber utama.

Dalam sesi yang berlangsung pada tanggal 25 Maret 2025, Epong Utami membagikan pengetahuan tentang pentingnya peran keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sebagai indikator awal dari potensi bullying yang terjadi di lingkungan sekolah.

Baca juga:

Catatan Cak AT: Germo Politik

Keterlibatan Siswa sebagai Cerminan Sosial dan Emosional

Epong Utami menjelaskan bahwa keterlibatan siswa dalam pembelajaran bukan hanya terkait dengan aspek akademis, tetapi juga mencakup hubungan sosial antar siswa. Menurutnya, guru perlu mengamati apakah siswa terlibat aktif dalam diskusi kelas dan kegiatan lainnya. Keterlibatan ini dapat menjadi sinyal untuk mengidentifikasi siswa yang menjadi korban atau pelaku bullying.

"Siswa yang terlibat aktif biasanya merasa nyaman dan diterima di kelas. Sebaliknya, jika seorang siswa menarik diri, merasa takut terlihat oleh teman-temannya, atau mengisolasi diri, bisa jadi mereka sedang menjadi korban bullying. Sedangkan, siswa yang terlibat dalam perilaku agresif atau cenderung mengganggu pembelajaran bisa menunjukkan tanda sebagai pelaku bullying," ungkap Epong Utami.

Praktik Baik di SMP School of Human: Multidisciplinary Project-Based Learning

Sebagai bagian dari upaya mengatasi bullying, SMP School of Human telah menjalankan multidisciplinary project-based learning yang melibatkan siswa dalam penelitian sederhana terkait dampak bullying terhadap kesehatan mental. Proyek ini mengangkat tema “Dampak Bullying terhadap Kesehatan Mental”, di mana siswa diminta untuk melakukan penelitian di lingkungan sekolah mereka untuk mengidentifikasi dampak psikologis yang ditimbulkan oleh bullying.

Dengan model pembelajaran ini, siswa tidak hanya belajar tentang efek negatif bullying, tetapi juga lebih memahami pentingnya empati dan bagaimana bullying dapat memengaruhi kondisi emosional dan psikologis seseorang. Proyek ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran siswa mengenai masalah bullying di sekitar mereka dan memberikan mereka kesempatan untuk berkontribusi dalam solusi.

Baca juga:

Sambel Pecel Naik Kelas, Kuliner Khas Blitar Siap Tembus Pasar Global

Game-Based Learning: Mengajarkan Peran Bystander dalam Bullying

Selain itu, SMP School of Human juga menerapkan game-based learning untuk mendalami peran penting bystander (saksi) dalam peristiwa bullying. Dalam kegiatan ini, siswa menggunakan kartu permainan yang dirancang untuk menggambarkan berbagai peran dalam dinamika bullying.

Melalui permainan ini, siswa belajar bahwa bystander juga memiliki peran yang besar dalam kejadian bullying, baik sebagai pihak yang mendukung pelaku secara pasif maupun sebagai individu yang dapat menghentikan kekerasan dengan memberikan dukungan kepada korban.

"Melalui permainan ini, siswa tidak hanya diajarkan tentang bullying, tetapi juga diperkenalkan pada konsep bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif. Bystander yang tidak melakukan apa-apa pun turut berkontribusi terhadap berlanjutnya tindakan bullying," jelas Epong Utami.

Tiga Kunci untuk Mengatasi Bullying di Sekolah

Selama pelatihan, Epong Utami juga menyoroti tiga elemen kunci yang perlu diperhatikan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang aman dan mendukung, yaitu:

1. Save Environment (Lingkungan yang Aman)

Penciptaan ruang aman adalah hal yang fundamental untuk memastikan setiap siswa merasa diterima. Dalam kelas yang aman, siswa akan merasa dihargai dan dapat berinteraksi tanpa rasa takut atau khawatir akan di-bully.

2. Trust the Learner (Percaya Pada Setiap Siswa)

Guru harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap siswa untuk berkontribusi dalam pembelajaran. Ini termasuk memberikan perhatian khusus kepada siswa yang lebih pasif atau yang tidak berani berbicara. Setiap siswa berhak untuk didengar dan diberikan kesempatan yang setara untuk mengungkapkan pendapat.

3. Energy Level (Mengelola Tingkat Energi Siswa)

Penting bagi guru untuk menyesuaikan metode pembelajaran dengan tingkat energi siswa. Ketika siswa cenderung lebih aktif, guru dapat menggunakan teknik yang menenangkan, seperti ice breaking atau mindfulness exercises. Sebaliknya, jika siswa lebih pasif, guru perlu menggunakan pendekatan yang dapat merangsang minat dan keterlibatan mereka.

Baca juga:

Kabarnya Ayahnya Masuk Islam, Anak Depok Lama Ini Kemungkinan akan Gabung Timmas Indonesia saat Lawan China

Membangun Sekolah yang Bebas dari Bullying

Epong Utami juga menekankan bahwa dengan menggunakan pendekatan, seperti deep learning, para guru dapat lebih mudah menganalisis pola perilaku siswa dan mengenali potensi masalah bullying sejak dini.

Deep learning dapat membantu mengidentifikasi siswa yang mungkin mengalami masalah emosional atau sosial, yang kemudian bisa ditindaklanjuti dengan pendekatan yang lebih terfokus.

Dengan berakhirnya pelatihan ini, Atma Karta berharap para pendidik semakin paham dan terampil dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman dan inklusif.

Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang psikologi siswa dan penggunaan teknologi yang tepat, diharapkan bullying di sekolah dapat diminimalisir dan setiap siswa dapat berkembang dengan optimal. (***)

Penulis : Epong Utami/Kepala SMP School of Human dan Certified Trainer ROOTS

× Image