Home > Kolom

Catatan Cak AT: Lima Strategi Kebahagiaan

Konsep kebahagiaan ini menarik untuk dikaji dalam perspektif Islam, khususnya ketika umat Muslim berpuasa dan menjalani ibadah yang lebih intens.
Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Lima Strategis Kebahagiaan. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA) 
Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Lima Strategis Kebahagiaan. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Harrison, dalam dunia ilmu kebahagiaan, bisa dibilang seperti ustadzah motivator yang hadir di tengah kekalutan umat manusia yang haus —haus kebahagiaan, tentu saja. Stephanie Harrison, pakar kebahagiaan (ya, ada profesi seperti itu!), telah menghabiskan satu dekade hidupnya mengutak-atik rumus kesejahteraan batin.

Dalam wawancara bersama CNBC Make It pada akhir bulan lalu, penulis buku The New Happy itu membagikan lima strategi berbasis sains untuk mencapai hidup yang lebih bermakna.

Katanya, kelima strategi praktis yang didukung oleh sains ini dirumuskannya untuk membantu individu menjalani kehidupan yang lebih bermakna.

Konsep kebahagiaan ini menarik untuk dikaji dalam perspektif Islam, khususnya ketika umat Muslim berpuasa dan menjalani ibadah yang lebih intens.

Ramadhan bukan hanya bulan penuh berkah, tetapi juga momentum refleksi diri, pengendalian hawa nafsu, dan peningkatan kebahagiaan sejati yang bersumber dari ketakwaan kepada Allah.

Pertama: Melihat Kesalahan sebagai Peluang untuk Bertumbuh

Kesalahan sering kali dianggap sebagai kegagalan, tetapi Harrison menentang cara berpikir seperti ini. "Setiap orang pasti berbuat salah, tetapi entah bagaimana kita percaya bahwa kita harus menjadi pengecualian dari aturan tersebut dan bisa melakukan segalanya dengan sempurna sejak awal," katanya kepada CNBC Make It.

Alih-alih membiarkan kesalahan membuat seseorang berkecil hati, Harrison menyarankan kita untuk melihatnya sebagai pengalaman belajar yang penting dalam proses pertumbuhan dan perbaikan diri. Baginya, kesalahan itu pengalaman, dan ini merupakan pengetahuan untuk perbikan diri.

Dalam Islam, Ramadhan adalah bulan penuh ampunan di mana Allah membuka pintu taubat seluas-luasnya bagi segala dosa dan salah. Rasulullah Saw bersabda: "Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Hr. Bukhari dan Muslim)

Islam mengajarkan, dosa dan kesalahan bukan untuk diratapi, tetapi untuk dijadikan pelajaran dan momentum bertumbuh lebih baik. Justru di bulan ini, umat Muslim dianjurkan untuk muhasabah (introspeksi diri), memperbaiki kekurangan, dan memperbanyak amal ibadah agar semakin dekat kepada Allah.

Kedua: Mencari Dukungan, Bukan Melakukan Segalanya Sendiri

Harrison menekankan pentingnya meminta bantuan ketika dibutuhkan, mengingat norma sosial sering kali mendorong sikap hiper-independensi.

"Kita hidup dalam budaya yang sangat individualistis yang terus menyebarkan gagasan bahwa orang-orang bisa mencapai hal-hal besar sendirian," jelas Harrison.

Namun, ia percaya bahwa setiap pencapaian pribadi selalu melibatkan dukungan dari orang lain. Karena itu, menurutnya, sangat penting untuk menjangkau dan menerima bantuan saat diperlukan.

Dalam perspektif agama, Islam mengajarkan pentingnya kebersamaan dan tolong-menolong, terlebih di bulan Ramadhan. Rasulullah Saw bersabda: "Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun." (Hr. Tirmidzi)

Konsep ukhuwah Islamiyah (persaudaraan dalam Islam) semakin kuat di bulan Ramadhan. Kita tidak hanya beribadah secara pribadi, tetapi juga bersama-sama —melalui shalat berjamaah, berbagi makanan saat berbuka, dan mempererat silaturahmi. Islam tidak menganjurkan hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, melainkan membangun kebersamaan yang saling menguatkan.

Ketiga: Beristirahat Secara Teratur

Sering kali, istirahat dianggap remeh. Namun, Harrison menekankan bahwa istirahat berperan penting dalam menjaga motivasi dan kreativitas.

"Dengan meluangkan waktu untuk beristirahat dari pekerjaan, kita bisa menggali kreativitas, memperkuat motivasi, dan merawat kesejahteraan kita," ujarnya.

Ia merekomendasikan untuk memasukkan momen istirahat dalam rutinitas harian dan mingguan guna mempertahankan produktivitas dan kebahagiaan jangka panjang. Mungkin Anda merasa dituntut untuk bekerja terus. Tapi cobalah melepaskan diri dari kesibukan, Anda akan menemukan kesegaran.

Islam juga mengajarkan keseimbangan antara ibadah dan istirahat. Dalam Ramadhan, istirahat bukan sekadar tidur, tetapi juga menjaga keseimbangan fisik dan spiritual. Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu." (Hr. Bukhari dan Muslim)

Tidur siang atau _qailulah_ dianjurkan untuk menjaga stamina beribadah. Selain itu, itikaf di masjid pada sepuluh malam terakhir Ramadhan adalah bentuk istirahat dari hiruk-pikuk dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Istirahat yang benar dalam Islam bukan sekadar tidur, tetapi juga tazkiyatun nafs —membersihkan jiwa dari kepenatan duniawi melalui dzikir, doa, dan tadabbur Al-Qur’an.

Keempat: Mengidentifikasi Hal yang Benar-Benar Penting

Banyak orang tumbuh dengan nilai-nilai masyarakat yang berpusat pada kesempurnaan, pencapaian, dan persaingan. Harrison mendorong setiap orang untuk merefleksikan nilai-nilai pribadinya.

"Identifikasi lima nilai utama Anda. Setiap kali membuat keputusan, berhentilah sejenak dan tanyakan pada diri sendiri, 'Pilihan mana yang paling selaras dengan nilai-nilai saya?'" sarannya.

Praktik ini membantu memastikan bahwa keputusan sehari-hari mengarah pada kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan.

Dalam Islam, bulan Ramadhan adalah waktu terbaik untuk mengevaluasi hidup dan menentukan apa yang benar-benar penting. Allah Swt berfirman: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Ramadhan mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada kesuksesan duniawi semata, tetapi pada ketakwaan. Ramadhan adalah bulan untuk menyederhanakan hidup, mengurangi hal-hal yang tidak perlu, dan lebih fokus pada hubungan dengan Allah serta amal ibadah yang bernilai kekal.

Kelima: Membagi Mimpi Besar Menjadi Tujuan-tujuan Kecil yang Dapat Dicapai

Mengejar mimpi besar sering kali terasa membebani hingga akhirnya berujung pada ketidakmampuan untuk bertindak. Harrison menyarankan agar tujuan besar dipecah menjadi langkah-langkah yang lebih kecil dan mudah dikelola.

"Mimpi yang kita miliki sering kali begitu besar hingga kita merasa kewalahan. Mulailah dengan membagi mimpi itu menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil dan lebih mudah dicapai," rekomendasinya.

Menetapkan target jangka pendek, seperti sasaran dalam satu atau dua bulan, dapat memberikan kejelasan dan motivasi. "Tanyakan pada diri sendiri: 'Pada tanggal ini, apa yang masuk akal untuk saya capai?'" tambahnya.

Islam juga menganjurkan pendekatan bertahap dalam mencapai tujuan spiritual. Allah SWT berfirman: "Dan mereka yang bersungguh-sungguh dalam mencari keridhaan Kami, pasti Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS. Al-Ankabut: 69)

Dalam Ramadhan, umat Islam tidak langsung menjadi pribadi sempurna dalam semalam, tetapi berusaha bertahap —mulai dari meningkatkan shalat, membaca al-Qur'an, memperbaiki akhlak, hingga memperbanyak sedekah. Puasa sendiri latihan bertahap untuk mengendalikan diri agar setelah Ramadhan, kebiasaan baik ini tetap terjaga.

Itulah lima strategi kebahagiaan yang ditawarkan oleh Harrison, yang memiliki kemiripan dengan prinsip-prinsip Islam, khususnya di bulan Ramadhan. Islam mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya berasal dari pencapaian duniawi, tetapi juga dari kedekatan dengan Allah, kesabaran, kebersamaan, dan nilai-nilai spiritual yang mendalam. (***)

Penulis: Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 25/3/2025

× Image