Home > Nasional

CIPS Dorong Menu MBG Harus Bisa Tingkatkan Status Gizi Siswa

Memasukkan ultra processed food ke dalam menu MBG akan berakibat pada tingginya kandungan gula.
Siswa memperoleh makanan bergizi gratis di sebuah sekolah, beberapa waktu lalu. (Foto: Ist) 
Siswa memperoleh makanan bergizi gratis di sebuah sekolah, beberapa waktu lalu. (Foto: Ist)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Salah satu tujuan dilaksanakannya Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah meningkatkan status gizi para siswa. Tetapi masuknya pangan ultra proses ke dalam menu MBG tidak sejalan dengan tujuan tersebut. Keterlibatan sekolah dalam pelaksanaan MBG perlu ditingkatkan untuk memperkuat tata kelola agar pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan gizi siswa dan konteks lokal.

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), di dalam surat terbuka bersama kelompok masyarakat sipil dan akademisi yang peduli pada kesehatan masyarakat dan tata kelola kebijakan, turut mendorong pemerintah mengevaluasi keputusannya dalam menambahkan pangan ultra proses ke dalam menu MBG dengan mempertimbangkan dampak yang muncul.

Penting juga untuk melibatkan aktor-aktor lokal dalam pemenuhan pangan program MBG serta memastikan adanya diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, sebagaimana yang tercantum dalam Perpres No. 81/2024.

“Dengan perencanaan yang lebih baik, program MBG dapat mengutamakan makanan segar yang diperoleh dari petani dan usaha lokal. Ini akan lebih baik dari segi pemenuhan kebutuhan gizi siswa dan sekaligus meningkatkan ketahanan pangan dan perekonomian lokal,” tegas CEO CIPS Anton Rizki di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

Keputusan memasukkan ultra processed food ke dalam menu MBG akan berakibat pada tingginya kandungan gula yang dikonsumsi dan melebihi batas konsumsi harian anak usia 2-18 tahun menurut standar WHO. Selain itu, keputusan ini juga bertentangan dengan regulasi terkait pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) serta pengendalian promosi produk tinggi GGL (Pasal 200 PP Kesehatan No. 28/2024).

Di samping itu, Badan Gizi Nasional perlu memperbaiki tata kelola dan kerangka regulasi MBG untuk memastikan program ini berjalan sesuai dengan tata kelola yang baik, transparan dan terencana.

Pengelolaan program ini dapat menjadi lebih efektif dan efisien dengan adanya pelibatan sekolah sebagai aktor utama dalam pelaksanaan MBG, sehingga pelaksanaannya selaras dengan kebutuhan sekolah dan konteks lokal. Sekolah harus memiliki fleksibilitas dalam menentukan menu berbasis kondisi lokal dan kebutuhan gizi siswa, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan MBG dapat diperkuat dengan kontribusi sekolah dalam monitoring dan evaluasi.

“Agar MBG benar-benar efektif, sekolah harus berperan lebih aktif dalam pelaksanaannya. Ini akan memastikan program berjalan dengan tata kelola yang baik, tepat sasaran dan berkelanjutan," pungkas Anton. ***

× Image