Home > Nasional

Anggota DPD Soroti Pembangunan Tak Terkendali di Wilayah Pesisir: Privatisasi Ruang Publik dan Krisis Lingkungan

Selain itu, ia mengingatkan bahwa pembangunan kota yang baik bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga keseimbangan ekologi serta ruang hidup yang layak bagi seluruh warga.
Anggota DPD RI, Tamsil Linrung (tengah) dalam kunjungan kerjanya membahas Maslahat pembagunan perkotaan. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Anggota DPD RI, Tamsil Linrung (tengah) dalam kunjungan kerjanya membahas Maslahat pembagunan perkotaan. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Tamsil Linrung, menyoroti pembangunan perkotaan yang semakin tidak terkendali, khususnya di wilayah pesisir.

Ia menegaskan bahwa pembangunan yang mengabaikan peraturan perundang-undangan telah merampas ruang publik dan mempersempit akses masyarakat terhadap lingkungan sehat serta berkelanjutan.

Saat memimpin kunjungan kerja Komite I DPD RI ke Sulawesi Selatan dalam rangka penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perkotaan, Tamsil menekankan bahwa degradasi lingkungan kota semakin nyata akibat pertumbuhan yang tidak terarah.

“Banyak kota besar di Indonesia mengalami degradasi lingkungan karena pertumbuhan tanpa arah. Kita menghadapi kenyataan bahwa pesisir, pantai, bahkan laut yang seharusnya menjadi milik publik kini dikuasai melalui penerbitan sertifikat menjadi properti pribadi. Ini bukan hanya soal tata ruang, tetapi juga soal keadilan sosial dan identitas kota yang terancam hilang,” jelas Tamsil, Selasa (04/02/2025).

Menurut Tamsil, wilayah pesisir dan laut merupakan ruang kolektif yang membentuk identitas kebangsaan Indonesia. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa tidak seharusnya laut dikonversi menjadi komoditas bisnis yang mengabaikan hak-hak publik.

“Kita ini bangsa maritim. Seluruh ekosistem bahari adalah kekayaan kolektif,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti maraknya kasus pagar laut di berbagai daerah, mulai dari Tangerang hingga Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Fenomena ini, menurutnya, merupakan bentuk penguasaan ruang publik yang tidak adil.

Tamsil menekankan bahwa pembangunan perkotaan seharusnya tidak hanya berorientasi pada kepentingan ekonomi semata. Ia menilai, keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan hak masyarakat terhadap ruang hidup harus tetap dijaga.

“Kita tidak bisa membiarkan kota berkembang hanya untuk kepentingan komersial, sementara akses masyarakat terhadap lingkungannya semakin terkikis,” terang Tamsil.

Selain itu, ia mengingatkan bahwa pembangunan kota yang baik bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga keseimbangan ekologi serta ruang hidup yang layak bagi seluruh warga.

“Kita harus menghindari jebakan kota-kota eksklusif yang dikuasai oleh kapital besar. Regulasi yang kita susun harus berpihak kepada warga, bukan kepada spekulan tanah yang merampas ruang publik dengan dalih investasi,” lanjut Senator asal Sulawesi Selatan tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, proyek reklamasi dan alih fungsi lahan terus berlangsung di berbagai kota besar. Tamsil mengungkapkan bahwa proyek-proyek ini tidak hanya mengubah wajah kota, tetapi juga menyingkirkan warga dari wilayah pesisir yang dahulu menjadi bagian dari kehidupan sosial dan ekonomi mereka.

“Kebijakan pembangunan harus memastikan ruang publik tetap tersedia dan tidak hanya menguntungkan segelintir kelompok ekonomi kuat. Jika kota kehilangan identitasnya akibat eksploitasi ruang, maka yang kita bangun bukan lagi kota untuk rakyat, melainkan kota eksklusif bagi kelompok tertentu. Ini adalah pengkhianatan terhadap konstitusi,” tegas Tamsil.

Sebagai penutup, Tamsil Linrung menegaskan bahwa RUU Perkotaan harus menjadi solusi bagi ketimpangan tata ruang dan privatisasi yang berlebihan. Ia berkomitmen untuk memastikan bahwa regulasi ini tidak hanya berorientasi pada kota-kota besar, tetapi juga menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di seluruh daerah.

“Kota bukan hanya soal gedung tinggi dan investasi, tetapi juga tentang ruang hidup yang sehat, akses yang adil, dan warisan lingkungan yang harus kita jaga untuk generasi mendatang,” pungkasnya. (***)

Reporter: Bambang Ipung Priambodo

× Image