RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, angka kemiskinan ekstrem di Kota Depok tercatat 0,6 persen.

Hal itu tentunya yang harus dihadapi Kota Depok dan menjadi tantangan serius dalam upaya menurunkan kemiskinan ekstrem.

Tantangan ini mendorong Kota Depok untuk terus memperkuat strategi dan kolaborasi, demi menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera di tahun-tahun mendatang.

Meski begitu, tingkat kemiskinan umum justru menurun menjadi 2,34 persen, namun kenaikan garis kemiskinan memberikan gambaran beban ekonomi masyarakat yang semakin berat.

Faktor migrasi menjadi salah satu penyebab utama kenaikan angka kemiskinan ekstrem.

Hal ini mendorong perlunya penanganan yang lebih intensif dan terintegrasi agar program-program pengentasan kemiskinan dapat berjalan optimal.

Salah satu persoalan yang menonjol adalah masih adanya ketidakakuratan data penerima bantuan sosial (Bansos), khususnya bantuan yang berasal dari pusat.

"Seperti adanya nama-nama penerima yang sudah meninggal namun masih tercantum, menjadi hambatan dalam mendistribusikan bantuan secara tepat sasaran," ujar Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Depok, Yulia Oktavia usai Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Depok terkait Kemiskinan Ekstrem di Kota Depok di Aula BJB, Jumat (15/11/2024).

Untuk mengatasi hal ini, Pemkot Depok berkomitmen menggunakan data hasil verifikasi dan validasi (verval) dari Dinas Sosial (Dinsos). Serta data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Selain itu, langkah-langkah strategis terus diupayakan untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem. Strategi utama yang diterapkan meliputi penurunan beban pengeluaran masyarakat miskin melalui beasiswa, bantuan sosial, dan subsidi kesehatan, peningkatan pendapatan melalui pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi, serta pengembangan usaha mikro dan kecil agar berkelanjutan.

Pemutakhiran data menjadi salah satu fokus penting, Pemkot Depok mencatat bahwa Kecamatan Tapos menjadi wilayah dengan jumlah keluarga desil 1 terbanyak, mencapai 3.654 keluarga, sementara wilayah Cinere memiliki angka terendah. Data ini menjadi acuan untuk menentukan sasaran prioritas intervensi.

Meski demikian, capaian beberapa program intervensi hingga Triwulan III 2024 menunjukkan hasil yang beragam.

Dinas Sosial (Dinsos) Kota Depok, misalnya, melaporkan bantuan pangan dan siswa miskin masing-masing telah terealisasi 89 persen, sementara santunan kematian baru mencapai 51 persen.

Program pelatihan kerja dari Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Depok baru terealisasi 55 persen dari target 400 orang.

Di sisi lain, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Depok mencatat realisasi pembangunan septic tank melampaui target hingga 103 persen, sedangkan penyediaan air minum baru mencapai 65 persen.

Beban penanganan kemiskinan juga terpusat pada penyediaan layanan dasar. Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok melaporkan bahwa bantuan pendidikan untuk tingkat SD mencapai 71,84 persen, namun untuk SMP baru menyentuh angka 31,06 persen.

Dinas Koperasi dan Usaha Mikro (DKUM) mencatat keberhasilan penuh dalam program pengembangan Wirausaha Baru (WUB) dan pemberdayaan perempuan pengusaha. Dengan target nasional nol persen kemiskinan ekstrem pada 2024, Depok menghadapi situasi yang berat.

Namun, melalui kolaborasi lintas sektor dan peningkatan sinergi kebijakan, pemerintah optimis langkah-langkah yang diambil akan memberikan dampak positif.

Pemkot juga menekankan pentingnya monitoring dan evaluasi secara berkala untuk memastikan program-program yang berjalan dapat menjawab kebutuhan masyarakat miskin.

“Sinergi antar-perangkat daerah dan heptahelix serta optimalisasi data yang valid dan pendampingan keluarga penerima manfaat adalah kunci utama. Kami percaya, dengan kerja keras bersama, tantangan ini bisa diatasi,” jelas Yulia. (***)