Pengamat Ingatkan Gibran Jangan Terjebak Kerja Teknis
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Sejak dilantik sebagai Wakil Presiden (Wapres), Gibran Rakabuming Raka sudah blusukan ke lima lokasi.
Menurut Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga, Wapres Gibran melakukan blusukan bisa jadi untuk memastikan keberlangsungan pembangunan (proyek) yang sedang berjalan. Gibran ingin memastikan pembangunan berjalan sesuai output dan outcome yang sudah ditetapkan.
"Jadi, Gibran bisa saja ingin memastikan progres pembangunan berjalan sesuai rencana. Dengan begitu, Gibran berharap semua proyek akan selesai tepat waktu," ungkap pengamat yang biasa disapa Jamil ini di Jakarta, Senin (28/10/2024).
Selain itu, lanjutnya, Gibran blusukan bisa saja ingin menyerap aspirasi masyarakat. Sebagian orang menyebutnya belanja masalah.
Belanja masalah diperlukannya untuk membuat program kerja yang membumi. Gibran hisa saja melakukan blusukan ingin menyusun program yang benar-benar sesuai kebutuhan rakyat.
"Tentu itu idealnya. Kalau itu yang dilakukan, tentu blusukan Gibran dapat dikatakan sebagai wujud nyata kerjanya sebagai wapres," imbuh Jamil.
Hanya saja, kalau wakil presiden hanya kerja melalui blusukan juga terasa aneh. Sebab, kurang elok rasanya seorang wapres hanya kerja yang terlalu teknis.
"Seorang wapres idealnya justru lebih berperan pada hal-hal yang strategis. Ia mengambil kebijakan makro sebagaimana bidang fungsi dan tugasnya sebagai wapres," jelasnya.
Persoalan teknis biarkan dilakukan unit kerja di bawah, yang memang fungsi dan tugasnya lebih terkait pada masalah teknis. Dengan begitu, wapres tidak mengambil fungsi dan tugas unit kerja lainnya.
Selain itu, blusukan Gibran kemungkinan tidak semata berkaitan dengan dua hal tersebut. Apalagi saat ini sedang berlangsung Pilkada.
"Ada kesan blusukan Gibran juga meng-endorse pasangan calon (paslon) tertentu. Hanya saja endorse yang dilakukan relatif halus, sehingga kesan itu tidak mudah dibaca sebagai bagian dari mempromosikan atau menyokong paslon tertentu," tandas Jamil.
Bila hal itu dilakukan Gibran, tentu sangat tidak elok. Sebab, sebagai wapres idealnya ia netral. Sebab, sejak ia dilantik sebagai wapres, ia sudah milik semua anak bangsa.
"Karena itu, kalau blusukan Gibran juga dimaksudkan untuk meng-endorse paslon tertentu, maka sudah selayaknya hal itu dihentikan. Sebab, hal itu hanya akan semakin merusak makna blusukan yang sesunguhnya," papar pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.
Suka tidak suka, makna blusukan yang awalnya sangat baik, namun berubah menjadi kurang baik selama diterapkan Joko Widodo. Hal itu terjadi karena blusukan Jokowi kerap dimaknai sebagian masyarakat sebagai pencitraan semata.
Indikasi itu dapat dilihat saat awal Jokowi menjadi presiden. Jokowi mendapat penilaian yang baik dari berbagai elemen masyarakat.
Namun blusukan Jokowi kemudian dinilai kurang baik karena hal itu dilakukan demi pencitraan. Kesan itu semakin kuat karena mendekati masa purna baktinya, Jokowi sudah tak sering lagi blusukan.
"Jadi, pamor blusukan itu sudah turun. Karena itu, blusukan yang dilakukan Gibran sudah tak memiliki magnet yang kuat lagi," sebutnya.
Jadi, Gibran kiranya lebih baik mengurangi busukan. Sebab, pola kerja yang mengikuti ayah tercintanya sudah kehilangan greget.
Gibran lebih baik bekerja sesuai fungsi dan tugas wapres, bukan bekerja pada hal-hal teknis. "Dengan begitu Gibran akan menunjukkan kapasitasnya sebagai wapres, bukan pekerja teknis," tandas Jamil. (***)