Predator Belasan Anak Panti Asuhan di Tangerang Memenuhi Kriteria Hukuman Kebiri Kimia
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK — Belasan anak Panti Asuhan Darussalam An-Nur di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten, diduga mengalami kekerasan seksual oleh pengurus dan pemilik panti asuhan. Kekerasan seksual yang terjadi di Panti Asuhan di Tangerang ini diduga telah terjadi sejak 18 tahun lalu dan jumlah korban kemungkinan besar bisa bertambah.
Aktivis perempuan dan perlindungan anak Fahira Idris mengungkapkan, konsekuensi masuknya tindakan kekerasan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa adalah kepastian sanksi hukuman maksimal terhadap para predator anak, mulai dari hukuman mati, seumur hidup, dan hukuman tambahan kebiri kimia.
Menurut Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta ini, para pelaku kekerasan seksual anak di Panti Asuhan di Tangerang sudah masuk dalam kategori predator karena korbannya lebih dari satu, dilakukan berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang panjang. Selain sanksi hukum pidana maksimal terhadap pelaku, terdapat juga tambahan hukuman kebiri kimia bagi terdakwa yang terbukti menjadi predator anak.
“Para predator ini memanfaatkan kelemahan anak-anak untuk menjalankan aksi biadabnya. Itulah kenapa kejahatan seksual kepada anak-anak dikategorikan kejahatan luar biasa. Saya berharap selain menghukum pidana seberat-beratnya, hakim menjatuhkan hukuman tambahan kebiri kimia, sesuai undang-undang perlindungan anak. Predator seperti ini, tidak layak dan tidak boleh lagi ada di lingkungan masyarakat. Harus dipenjara selama-lamanya. Sekali lagi, ini kejahatan luar biasa,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (16/10).
Selain fokus memastikan pelaku dihukum berat, hal penting lainnya yang harus dikedepankan dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, adalah negara hadir memastikan hak-hak para korban terpenuhi dan mendapat pendampingan sampai tuntas. Ini karena kejahatan seksual berdampak fisik dan psikologis terhadap anak, yang dapat terbawa hingga anak tersebut dewasa dan dapat mengganggu tumbuh kembang anak sehingga kondisi fisik dan psikologis korban harus dipulihkan agar bisa menata kembali masa depannya.
Dalam upaya penanganan korban, lanjut Senator Jakarta ini, salah satu hak penting yang harus dipenuhi adalah hak mendapatkan layanan hukum, seperti bantuan hukum, konsultasi, pendampingan hukum, serta penguatan psikologis. Selain itu, korban juga berhak atas layanan kesehatan yang mencakup pemeriksaan, tindakan, dan perawatan medis.
Adapun hak perlindungan yang utama meliputi hak untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman atau kekerasan dari pelaku maupun pihak lain, serta pencegahan kekerasan yang berulang. Perlindungan juga mencakup hak atas kerahasiaan identitas korban.
“Untuk anak-anak yang menjadi korban, perlu dijamin pemulihannya, termasuk rehabilitasi medis, mental, sosial, fisik, psikologis, psikososial, dan mental spiritual. Pemenuhan hak ini menjadi tanggung jawab negara,” ujar Fahira Idris.
Sebagai informasi, sanksi pidana berat termasuk kebiri kimia bagi predator anak sudah diatur UU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan. Sedangkan teknis hukuman kebiri kimia diatur secara rinci dalam PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. (***)