Home > Info Sehat

Penanganan Gizi Butuh Kebijakan Jangka Panjang dan Integratif

Kebijakan terkait penanganan gizi bukanlah kebijakan taktis, melainkan kebijakan jangka panjang.
Kepala Markas PMI Kabupaten Bekasi, Meyliany memberikan edukasi kepada warga Karangsatria, Kecamatan Tambun Utara di sela evaluasi program pemberian makanan tambahan dalam rangka menekan kasus stunting di wilayah itu, Senin (26/8/2024). (Foto: Antara) 
Kepala Markas PMI Kabupaten Bekasi, Meyliany memberikan edukasi kepada warga Karangsatria, Kecamatan Tambun Utara di sela evaluasi program pemberian makanan tambahan dalam rangka menekan kasus stunting di wilayah itu, Senin (26/8/2024). (Foto: Antara)

RUZKA INDONESIA - Penanganan gizi membutuhkan kebijakan jangka panjang dan integratif antar kementerian dan lembaga. Alih-alih mendirikan badan baru yang memiliki kewenangan dalam mengurus program terkait gizi, pemerintah sebaiknya memperkuat tata kelola kebijakan terkait pangan dan gizi yang sudah ada.

“Kebijakan terkait penanganan gizi bukanlah kebijakan taktis, melainkan kebijakan jangka panjang. Diperlukan adanya berbagai intervensi, seperti perubahan kebiasaan, edukasi dan berbagai intervensi lainnya yang saling mempengaruhi satu dan yang lainnya,” kata Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta di Jakarta, Selasa (27/8/2024)

Ia menambahkan, penanganan masalah gizi penting dan perlu tindakan segera tapi pendekatannya tidak taktis dan butuh banyak intervensi.

Terdapat beberapa bentuk intervensi dalam penanganan gizi (terkait stunting), yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Bentuk intervensi spesifik dapat berupa imunisasi. Sementara itu, bentuk intervensi sensitif dapat berupa perbaikan sanitasi lingkungan dan ketersediaan air bersih.

Kombinasi keduanya diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dan perbaikan dalam pola konsumsi pangan serta perubahan kebiasaan dan gaya hidup.

Aditya menambahkan, penanganan gizi yang bersifat jangka panjang juga melibatkan berbagai kementerian dan pemangku kepentingan, seperti Kementerian Koordinator Perekonomian, Bappenas, Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional.

Saat Badan Pangan Nasional berdiri, mereka juga diserahi kewenangan untuk menangani gizi dan hal itu sudah tepat karena unsur gizi yang juga termasuk di dalam kebijakan pangan dan pertanian.

Aditya mengungkapkan penelitian CIPS merekomendasikan perlunya koordinasi antar-kementerian maupun lembaga untuk menyelaraskan kebijakan dan kegiatan terkait pangan dan gizi, di mana pemerintah perlu lebih fokus pada peningkatan akses terhadap pangan yang lebih beragam.

Dokumen strategi pangan dan gizi, seperti Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) sudah mencantumkan koordinasi multi-stakeholder. Namun, RAN-PG belum mengamanatkan evaluasi atau tinjauan sistematis terhadap berbagai kebijakan terkait pangan dan gizi.

Misalnya, RAN-PG seharusnya mengamanatkan tinjauan sistematis kebijakan pertanian (di bawah Kementerian Pertanian) untuk mengatasi dampak program-program yang condong terhadap produksi padi atau ke satu komoditas pangan saja, seperti Food Estate, subsidi pupuk, bantuan pangan, dan swasembada beras.

Tinjauan dan evaluasi diperlukan untuk melihat efek berbagai kebijakan dan program tersebut terhadap pemenuhan gizi yang beragam dari sumber pangan selain pangan pokok.

Kebijakan pertanian dan perdagangan harus menghindari insentif dan investasi yang bias terhadap produksi beberapa tanaman pokok saja. Karena mengedepankan kebutuhan gizi, sangat penting memastikan adanya keragaman di dalam konsumsi pangan masyarakat, terutama pada anak yang berada pada usia pertumbuhan serta ibu hamil dan menyusui.

Kementerian Perdagangan sebagai leading sector di dalam perdagangan internasional Indonesia juga perlu memiliki perspektif gizi di dalam pengambilan keputusan terkait impor pangan.

“Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi secara berkala mengenai kebijakan hambatan non-tarif yang diterapkan pada perdagangan pangan untuk melihat dampaknya. Kebijakan yang menghambat akses masyarakat pada pangan bergizi dan beragam perlu dihilangkan,” tegasnya. ***

× Image