Home > Nasional

Terpilihnya Bahlil Lahadalia, Jamiluddin Ritonga: Matinya Demokrasi di Tubuh Golkar

Partai Golkar sebagai partai besar dan tua sudah tidak independen dan demokratis dalam memilih ketumnya.
Bahlil Lahadalia. (Foto: REPUBLiKA)
Bahlil Lahadalia. (Foto: REPUBLiKA)

RUZKA INDONESIA - Bahlil Lahadalia diprediksi akan terpilih menjadi ketua umum (ketum) Partai Golkar pada Munas 20 Agustus 2024.

Hal itu diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M Jamiluddin Ritonga, dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (20/08/2024).

Perkiraan itu didasarkan pada hasil verifikasi berkas atas nama Bahlil Lahadalia dinyatakan lengkap dan memenuhi persyaratan sebagai calon ketua umum pada Munas XI Golkar tahun 2024.

Sementara Ridwan Hisjam dinyatakan tidak lolos verifikasi karena ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi.

"Karena itu, Bahlil berpeluang akan didaulat sebagai Ketum Golkar secara aklamasi. Kalau ini terjadi, tentu mengejutkan mengingat di Golkar banyak kader yang lebih mumpuni daripada Bahlil," ungkap pengamat yang kerap disapa Jamil ini.

"Jadi, terasa aneh bila nantinya Bahlil dipilih secara aklamasi. Sebab, Bahlil selama ini tidak diperhitungkan di jajaran elite Golkar. Bahkan dibandingkan Agus Gumiwang Kartasasmita dan Bambang Soesatyo (Bamsoet), Bahlil bukanlah siapa-siapa, meskipun ia sekarang Menteri ESDM," jelasnya.

Lebih terasa aneh lagi manakala Bahlil diklaim sudah didukung 37 DPD Tingkat 1. Sebab, untuk mendapat dukungan dari DPD Tingkat 1 tidaklah mudah, apalagi yang mendekati hanya sekelas Bahlil.

"Jadi, kalau DPD Tingkat 1 memberi dukungan penuh kepada Bahlil, bisa jadi ada kekuatan luar biasa di belakangnya. Kekuatan itu bisa saja dari luar yang mendapat sambutan dari segelintir elite Golkar," tandas Jamil.

Indikasi itu semakin kuat manakala Agus Gumiwang tegas menyatakan tidak akan maju dalam bursa caketum Golkar. Padahal selama ini Agus Gumiwang termasuk sosok yang intens ingin menjadi Ketua Umum Golkar.

"Jadi, kalau Bahlil nantinya terpilih menjadi ketum, hal itu bisa jadi karena sudah di-setting oleh pihak eksternal yang berkolaborasi dengan segelintir elit internal Golkar. Mereka mendudukkan Bahlil sebagai Ketum Golkar untuk kepentingan seseorang yang secara politis masih sangat kuat di Indonesia," lanjutnya.

Indikasi itu akan semakin kuat bila nantinya Bahlil terpilih secara aklamasi. Golkar sebagai partai besar dan tua sudah tidak independen dan demokratis dalam memilih ketumnya.

"Hal itu tentu menyedihkan di tengah makin merosotnya demokrasi di tanah air. Kalau partai sebesar Golkar saja bisa diintervensi, tentu akan lebih mudah lagi partai gurem lainnya diobok-obok," tandasnya.

"Hal itu tentunya sebagai lonceng kematian demokrasi di tanah air, khususnya di Golkar. Duka nestapa bagi semua anak negeri. Mari berkabung nasional atas matinya demokrasi di Golkar," pungkasnya. (***)

Penulis: S Dwiyantho Putra

× Image