Peluang dan Tantangan, Adopsi AI di Perusahaan Indonesia
Ruzka.republika.co.id - Sebuah studi terbaru hari ini membahas adopsi kecerdasan buatan (AI) di sektor jasa keuangan serta manufaktur Indonesia. Hasilnya, sebagian besar perusahaan lokal (62%) telah menginvestasikan dalam program pilot AI di perusahaan mereka.
Studi ini, yang berjudul "Generative AI: Mempersiapkan Masa Depan Ekosistem Bisnis di Indonesia dengan AI yang Beretika" oleh Advisia Group atas nama IBM dan Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), menunjukkan bahwa 23% perusahaan yang disurvei sudah berada dalam tahap investasi AI dan telah mengadopsi kemampuan AI untuk berinteraksi dengan fungsi bisnis perusahaan.
Data menunjukkan bahwa Indonesia memimpin kawasan Asia Tenggara dalam kontribusi AI yang diproyeksikan sebesar USD 366 miliar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah kesenjangan keterampilan digital (48%), kurangnya tata kelola data internal (40%), dan kurangnya visibilitas pada hasil bisnis (12%), yang telah menghambat perusahaan untuk maju ke tahap berikutnya.
Menurut Prof. Hammam Riza, Presiden KORIKA, "AI memiliki potensi besar untuk memajukan ekonomi digital Indonesia. Saya yakin teknologi AI akan sangat berpengaruh dalam mendorong pertumbuhan substansial." Fokus utamanya adalah pada penggunaan AI yang efektif oleh sumber daya manusia, seperti yang diungkapkan oleh Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia.
Tahapan adopsi AI pada organisasi di Indonesia
Berdasarkan penelitian yang dibuat, berbagai perusahaan telah mengambil pendekatan unik dalam mengadopsi teknologi AI. 23% perusahaan di sektor jasa keuangan dan manufaktur di tingkat enterprise fokus pada pemanfaatan kemampuan AI yang berfungsi dengan lancar di sebagian besar divisi.
Sementara itu, 62% perusahaan yang disurvei mengatakan mereka sering menyederhanakan kasus penggunaan, seperti meningkatkan keamanan data saat menggunakan AI di chatbot, asisten virtual, dasbor, dan terjemahan bahasa.
Selama tahap investasi pra-AI, 15% perusahaan melakukan penilaian ekstensif terhadap fungsi atau divisi yang dapat memperoleh manfaat dari AI, termasuk penilaian keamanan informasi, penjualan dan pemasaran, bantuan virtual, perencanaan keuangan, dan fungsi audit.
Mendapatkan nilai ekonomi dari AI
Laporan tersebut menemukan bahwa beberapa tantangan paling penting terletak pada pengelolaan "big data" secara efektif untuk membuat keputusan yang tepat, mengurangi risiko, dan menangani pertanyaan secara real-time. Layanan keuangan tampaknya menerima AI dalam lebih banyak fungsi organisasi, seperti pengalaman nasabah (100%), deteksi penipuan (23%) dan pemrosesan pinjaman (10%), dengan menggunakan chatbot, dasbor, dan aplikasi elektronik kenal-pelanggan.
Responden di industri manufaktur lebih fokus pada dasbor untuk layanan bersama mereka, serta membuka potensi untuk mengoptimalkan manufaktur melalui manajemen inventori (100%), prediksi permintaan (33%), dan pemrosesan data (33%).
Keterampilan dan Tata Kelola Data sebagai Hambatan Utama dalam Adopsi AI
Untuk faktor tantangannya sendiri, hampir setengah dari bisnis Indonesia yang disurvei (47%) mengalami kesulitan menangani kesenjangan keterampilan digital, terutama dalam hal pengelolaan tim, memanfaatkan keahlian khusus, dan mendorong komunikasi yang dibutuhkan.
Kurangnya tata kelola data internal (40%) sering kali dapat menyebabkan terlewatnya target dan objektif karena data tersebar di berbagai sistem seperti penggunaan beberapa sistem ERP, sistem manajemen gudang, dll.
Tata Kelola Akan Menentukan Kesuksesan dalam Adopsi AI di Indonesia
Menggarisbawahi tata kelola atau governance sebagai kunci keberhasilan adopsi AI, laporan ini menemukan bahwa Surat Edaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) No. 9 tahun 2023 tentang Pedoman Etika AI, menandai tonggak sejarah penting bagi Indonesia, yang menguraikan prinsip-prinsip etika untuk perilaku bisnis AI, termasuk tiga kebijakan tentang nilai etika, pelaksanaan etis, dan penggunaan yang bertanggung jawab dalam pengembangan AI.
“Di IBM, kami percaya bahwa tujuan AI adalah untuk meningkatkan kecerdasan manusia dan bahwa pemanfaatan era AI harus menyentuh banyak orang, bukan hanya beberapa kalangan saja. Data dan wawasan harus menjadi milik penciptanya, serta teknologinya harus transparan dan dapat dijelaskan, dengan pemahaman yang jelas tentang siapa yang melatih sistem AI, data apa yang digunakan, dan yang paling penting, apa yang dipakai untuk membuat rekomendasi algoritma mereka,” kata Roy Kosasih.
“IBM percaya pada tata kelola AI, serangkaian pembatas yang memastikan teknologi dan sistem AI aman dan etis. Kerangka kerja, aturan, dan standar yang mengarahkan penelitian, pengembangan, dan penerapan AI akan memastikan keselamatan, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dan kami bangga bisa menjadi bagian dari perjalanan Indonesia memasuki era tata kelola teknologi baru, membantu dunia usaha untuk maju lebih jauh lagi,” tutup Roy Kosasih.