Home > Info Kampus

Mengapa Orang Sulit Move On dari Rokok? Ini Jawabannya

We Need Love, Not Tobacco: Mengapa Sulit Berhenti Merokok?.
Sulit Move On dari Rokok.

ruzka.republika.co.id--RS Universitas Indonesia (RSUI) kembali menggelar rangkaian seminar awam yang diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan masalah kesehatan spesial Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Seminar ini memiliki tajuk utama: “We Need Food, Not Tobacco”.

Pada 31 Mei 2023 lalu diperingati sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia, yang pada tahun ini bertema “Grow Food, Not Tobacco”. Tembakau telah ditanam di lebih dari 124 negara di dunia, mencapai 3,2 juta hektar tanah subur.

Padahal lahan-lahan tersebut dapat digunakan untuk bercocok tanam pangan bergizi yang dapat mencegah terjadinya krisis pangan. Produksi tanaman tembakau telah membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahunnya.

Produksi tembakau tidak hanya mengancam ketahanan pangan dan nutrisi, petani tembakau juga dapat terpapar penyakit, salah satunya keracunan akibat nikotin yang diserap melalui kulit saat melakukan penanganan daun tembakau basah. Belum lagi dampaknya terhadap lingkungan, lingkungan dapat rusak akibat penggundulan hutan, pencemaran air dan degradasi tanah.

Asap rokok dari tembakau yang mengepul juga mencemari lingkungan dan berdampak bagi kesehatan.

Seminar Awam Bicara Sehat ini hadir untuk memberikan pengetahuan dan informasi seputar isu yang diangkat. Seminar ini dimoderatori oleh Fikri Anugrah Saputra, S.Si yang merupakan Staf Marketing RSUI.

Narasumber pertama yaitu Sherly Saragih Turnip, S.Psi., M.Phil., Ph.D., Psikolog yakni seorang psikolog klinis di RSUI. Sherly membawakan materi berjudul “We Need Love, Not Tobacco: Mengapa Sulit Berhenti Merokok?”.

Sherly mengawali materi dengan menjelaskan definisi dari adiksi, sesuatu yang sering dikaitkan dengan perilaku merokok, yaitu gangguan dimana seseorang melakukan perilaku berulang yang kronis tanpa mempedulikan konsekuensi negatif yang muncul. Adiksi bisa terkait dengan zat maupun non zat, dan dapat terjadi pada siapa saja.

Kemudian Sherly menjelaskan beberapa komponen dalam adiksi. Pertama adalah craving atau ngidam, kalau belum ketemu kepikiran terus. Ini hal yang paling berat saat perokok ingin berhenti merokok. Komponen kedua yaitu perilaku kompulsif, yaitu keinginan yang tidak bisa direm atau membabi-buta.

Komponen ketiga yaitu konsumsi tak terkendali dan meningkat (toleransi), toleransi disini artinya untuk mendapatkan efek yang sama jumlahnya harus ditingkatkan. Komponen keempat yaitu pengabaian konsekuensi, misalnya sudah mengalami batuk atau terkena stroke, tapi masih tetap merokok, tidak ada concern sama sekali terhadap konsekuensi. Komponen-komponen inilah yang membuat berhenti dari adiksi menjadi sangat sulit.

Mengapa seseorang sesulit itu “move-on” dari rokok? Sherly mengatakan bahwa adiksi terjadi karena terjadi perubahan fungsi sirkuit di otak yang mengatur stres, kontrol diri, dan reward. Jika melihat di definisi ini berarti bukan ada sesuatu yang secara fisik dibutuhkan manusia dari rokok itu sendiri, artinya kalau tidak ada nikotin badan kita mungkin tidak akan apa-apa.

Namun ada perubahan sirkuit, jadi stresnya itu tak terkendali sehingga tidak bisa mengontrol diri sendiri dan tidak dapat membedakan mana yang sebenarnya reward bagi diri.Penyebab adiksi bisa terjadi karena empat faktor, yaitu :

1) faktor sosial: tekanan lingkungan dan paparan dari sekitar, misalnya orang yang merokok hanya saat berkumpul dengan teman-teman yang merokok.

2) faktor keluarga: bimbingan yang longgar dan perilaku adiksi orang tua, ini bisa terjadi pada anak yang mencontoh orangtuanya yang merokok.

3) faktor psikologis: stres, regulasi diri, tipe kepribadian, dan pengalaman pelecehan.4) faktor biologis: tahap perkembangan dan penyakit lain, ini bisa terjadi pada perokok yang mulai merokok sejak remaja yang saat itu mengalami perubahan hormonal.

Adiksi rokok ini juga tetap banyak terjadi, salah satunya dari sisi makro, mulai dari regulasi pemerintah yang kurang mendukung, sistem penjualan tidak terawasi dengan baik (anak-anak saat ini bisa bebas membeli rokok), serta peran bystander (orang-orang di sekitar perokok) yang lemah.

Perokok membutuhkan bantuan dari orang lain di sekitarnya untuk bisa berhenti. Sikap asertif dari non perokok adalah salah satu kunci keberhasilan. Non perokok berhak mendapatkan udara bersih dan bebas dari risiko kesehatan karena asap rokok.

Sherly memberikan pesan ke peserta untuk membuat perokok malu dan merasa bersalah terhadap diri mereka sendiri dan orang lain di sekitarnya. Tegur perokok di sekitar kita bila melihat mereka merokok, karena seringkali banyak dari kita enggan untuk menegur mereka.

Narasumber kedua pada seminar ini yaitu dr. Yohannessa Wulandari, M.Gizi, Sp.GK(K) yakni seorang dokter spesialis gizi klinik di RSUI. Dokter Nessa membawakan materi berjudul “We Need Nutrition, Not Tobacco: Rokok vs Stunting”.

Dokter Nessa mengawali materi dengan menjelaskan beberapa bahaya rokok terhadap kesehatan. Rokok mengandung lebih dari 4000 macam bahan kimia berbahaya dan bahan karsinogen. Tidak hanya bagi perokok, bahaya ini juga berdampak kepada orang-orang di sekitarnya termasuk anak-anak. Anak-anak yang sering terpapar asap rokok lebih cenderung mengalami keluhan pernapasan, asma, dan infeksi saluran pernapasan bagian bawah.

Dokter Nessa menyampaikan hasil dari beberapa jurnal yang menyebutkan bahwa anak yang terpapar dengan asap rokok dari perokok dalam rumah tangga, memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibanding yang tidak terpapar dengan asap rokok dan memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami stunting. Riset di Indonesia juga menyebutkan bahwa stunting pada anak dari keluarga perokok 5,5% lebih tinggi ketimbang anak dari keluarga bukan perokok.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2021, rokok merupakan pengeluaran tertinggi kedua di rumah tangga setelah beras. Pengeluaran untuk konsumsi rokok tiga kali lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk pemenuhan protein keluarga.

Pengeluaran ini seharusnya bisa dialokasikan untuk membeli bahan protein hewani agar anak tumbuh optimal dan tidak stunting.Dokter Nessa kemudian juga menjelaskan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting, pertama dimulai dari masa prakonsepsi atau sebelum kehamilan.

Jika kesehatan perempuan sebelum hamil kurang optimal seperti kurang gizi maka akan menggangu proses reproduksi dan berdampak terhadap pertumbuhan serta perkembangan janin.

Selanjutnya, gizi saat kehamilan juga sangat penting. Asupan energi selama kehamilan harus ditingkatkan sekitar 300 kalori. Segera setelah anak lahir, lakukan inisiasi menyusu dini. Ibu menyusui memerlukan tambahan 400-500 kkal/24 jam dibutuhkan untuk produksi ASI dalam 6 bulan.

Pemberian ASI eksklusif (ASI saja) selama 6 bulan kemudian dilanjutkan hingga 2 tahun dan ditambah MPASI (Makanan Pendamping ASI) yang berkualitas berperan penting dalam mencegah stunting.Dokter Nessa menyimpulkan bahwa masa depan anak ada di tangan orangtua.

Penuhi kebutuhan nutrisi keluarga dengan makanan bergizi bukan dengan asap rokok.Narasumber ketiga pada seminar ini yakni Kaukabus Syarqiyah, SE, MSE, CFP yakni seorang Certified Financial Planner. Dia membawakan materi berjudul “We Need Money, Not Tobacco: Apa yang Bisa Anda Beli dengan Rokok Anda?”.

Syarqiyah mengawali materi dengan menampilkan data dari BPS yang menyebutkan bahwa pengeluaran rokok, khususnya rokok kretek filter, menjadi komoditas penyumbang terbesar kedua pada kemiskinan setelah makanan.

Syarqiyah membuat perkiraan asumsi pengeluaran rokok bulanan yaitu sekitar Rp 600.000 – Rp 1.200.000, yang dibandingkan dengan beberapa kategori penghasilan bulanan. Pada orang dengan gaji bulanan Rp 2.000.000, ternyata pengeluaran dari rokok mencapai 30% dari gaji.

Kemudian menampilkan grafik yang menggambarkan persentase normal penegluaran bulanan, yang terdiri dari: 50% kebutuhan pokok (makan sehari-hari, transportasi, obat, biaya anak), 20% tabungan/investasi (dana darurat, dana pensiun, ziswaf, membantu saudara), dan maksimal 30% untuk cicilan (KPR, kredit mobil/motor).

Pengeluaran ini dapat berbeda-beda pada setiap orang. Yang sering dilupakan bagi beberapa orang adalah dana kesehatan saat pensiun, karena kita tidak bisa bergantung pada BPJS.Syarqiyah mengatakan bahwa kebutuhan hidup sudah banyak, uang rokok menjadi tambahan pengeluaran. Tekanan terbesar ini terutama terjadi pada kalangan menengah bawah.

Perokok di masa pensiun membutuhkan dana kesehatan yang jauh lebih besar (diantaranya untuk biaya obat di luar BPJS, biaya rawat inap tambahan, obat apotik, pengobatan alternatif, dan lain-lain).Kemudian membuat perhitungan perkiraan investasi uang selama 20 tahun.

Jika uang merokok diinvestasikan ke saham, 20 tahun kemudian kita bisa mendanai pendidikan sarjana anak, biaya menikahkan anak, umrah, atau dapat memberikan hadiah rumah kepada anak.

Di akhir Syarqiya memberikan pesan bahwa berhenti merokok, berinvestasi, memperbanyak donasi adalah bentuk menghargai diri sebagai hamba Allah. Ini merupakan bentuk tanggung jawab di keluarga dan bagian dari masyarakat.

Saat kita diberikan tubuh yang sehat saat lahir, maka kembalikan tubuh pada Allah dengan sebaik-baik penjagaan.Antusiasme peserta sangat tinggi, dengan jumlah peserta sebanyak 120 orang, dan juga berbagai pertanyaan yang muncul pada seminar ini, diantaranya bagaimana tips agar bisa move on dari perilaku merokok.

Menurut Sherly yang pertama pasang mindset “Saya Siap Berubah”. Niat harus kuat, tidak bisa setengah-setengah. Kita dapat mengidentifikasi apa saja kerugian yang bisa ditimbulkan ke diri kita dan sekitar kita supaya niatnya kuat.

Kedua, kenali apa hambatan saya untuk berhenti merokok, misalnya saya kerja di dunia kreatif dan harus begadang dan saya perlu rokok yang dapat menguatkan konsentrasi saya. Lalu buat strategi yang betul-betul bisa dilakukan, cobalah untuk membuat kebiasaan baru.

Sebagai pengganti merokok mungkin kita perlu melakukan fiksasi oral, misalnya dengan makan permen karet. Prinsipnya apa yang bisa kita lakukan untuk bisa konsentrasi tanpa perlu merokok.

Sherly bercerita ada salah satu pasiennya yang mengganti fiksasi oral merokok dengan membuat buat cemilan dari wortel dan timun, buatlah strategi untuk mengatasi hambatan tersebut. Dan yang paling penting adalah hal-hal ini harus dicoba, jangan hanya niat saja.

Bagi Sahabat RSUI yang masih penasaran mengenai materi pada seminar hari ini, dengan senang hati dokter dan tenaga kesehatan RSUI akan membantu memberikan saran medis di poli rawat jalan RSUI.

RSUI berharap kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat Virtual ini dapat terus hadir sebagai salah satu upaya promotif dan preventif kepada masyarakat luas.

Untuk mendapatkan informasi terkait pelaksanaan seminar Bicara Sehat selanjutnya dapat dipantau melalui website dan media sosial RSUI.Siaran ulang dari seminar awam ini dapat juga disaksikan di channel Youtube RSUI pada link berikut https://youtube.com/live/uc8EVGHP1dU?feature=share. (Rusdy Nurdiansyah)

× Image