SIL UI-BRIN Kolaborasi Riset dan Inovasi Ciptakan Lingkungan Hijau Berkelanjutan dan Inklusif
ruzka.republika.co.id--Berdasarkan rilis yang dikeluarkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2022, menurut data dari World Health Organization (WHO), sebanyak 91 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah dengan tingkat polusi udara melebihi batas aman.Pencemaran udara ini memiliki dampak yang signifikan pada gangguan kesehatan manusia, ekosistem, perubahan iklim, dan pemanasan global.
Sebagaimana pernyataan yang dirilis P2PTM Kemenkes RI pada 2018, usia penduduk Indonesia rata-rata berkurang 1,2 tahun akibat konsentrasi partikel debu halus di udara. Di 5 kabupaten di Kalimantan dan Sumatera, penduduk bahkan kehilangan hingga 5,6 tahun dari tingkat harapan hidup.Membaca situasi tersebut, Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) bersama BRIN melalui Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB), Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, tergerak untuk merumuskan berbagai solusi melalui kerja sama riset dan inovasi di bidang lingkungan.
Kolaborasi ini ditandai dengan penandatanganan kerja sama yang diwakili oleh Kepala PRLTB, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Dr. Sasa Sofyan Munawar, serta Wakil Direktur SIL UI, Dr. Dony Abdul Chalid, S.E., M.M.
Menurut Dr. Dony, kedua institusi ini memiliki kesamaan visi dan misi dalam menciptakan lingkungan hidup yang lebih sehat. Perjanjian kerja sama di antara keduanya menunjukkan adanya kolaborasi dalam menjajaki berbagai kegiatan, khususnya terkait engagement dengan universitas luar dan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang harus diperkuat.
"Ini merupakan langkah awal dari SIL dan BRIN untuk bisa mewujudkan karya nyata dan memberikan manfaat satu dengan yang lainnya,” ujar Dr Dony, Sabtu (31/12/2022).
Kerja sama ini nantinya dapat dikembangkan dan diperluas melalui klaster riset SIL UI. Delapan klaster riset yang dimiliki SIL UI, meliputi Biodiversitas untuk Keberlanjutan Sumber Daya Alam; Pengelolaan Kualitas dan Risiko Lingkungan; Penataan Ruang dan Pembangunan Kawasan Berorientasi Transit; Inovasi Hijau, Produksi–Konsumsi Berkelanjutan dan Energi Terbarukan.
Mitigasi dan Kesiapsiagaan untuk Pengurangan Risiko Bencana; Ekonomi Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan; Interaksi, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Sosial; serta Perubahan Iklim (dalam proses Surat Keputusan).Sementara itu, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, BRIN membawahi delapan pusat riset, yaitu Rekayasa dan Genetika; Biosistematika dan Evaluasi; Ekologi dan Etnobiologi; Mikrobiologi Terapan; Zoologi Terapan; Biomassa dan Bioproduk.
Lingkungan dan Teknologi Bersih; serta Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan. Ada empat ruang lingkup kegiatan utama yang menjadi dasar kegiatan riset dan inovasi di organisasi ini, yaitu eksplorasi biodiversitas nusantara; konservasi in-Situ dan ex-Situ biodiversitas dan ekosistem; pemanfaatan biodiversitas nusantara; serta riset dan inovasi untuk pengembangan teknologi ramah lingkungan.
Dr. Sasa dalam kesempatan itu menyebutkan bahwa kolaborasi kedua lembaga ini merupakan langkah nyata yang strategis. Hal ini karena pola pendanaan BRIN harus dimanfaatkan tidak hanya oleh periset BRIN, tetapi juga periset di seluruh Indonesia. “Sejak bulan Agustus, BRIN harus mempunyai kolaborasi, baik itu dengan perguruan tinggi, pemerintah daerah, maupun industri. Saat ini, hampir semua kelompok riset mempunyai mitra kolaborasi,” jelasnya.
Penandatanganan kerja sama yang berlangsung di Gedung SIL UI, Kampus Salemba, pada Jumat (9/12/2022) lalu, ini diharapkan menjadi langkah konkret akademisi dan pemerintah dalam menciptakan inovasi untuk pengembangan ekonomi hijau, berkelanjutan, dan inklusif bagi peningkatan ekonomi masyarakat lokal. Selain itu, riset dan inovasi yang dihasilkan diharapkan dapat melahirkan teknologi yang mampu mengatasi pencemaran lingkungan (tanah, air, dan udara), serta menciptakan teknologi bersih yang dapat digunakan industri untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. (Rusdy Nurdiansyah)