Urgensi Pelabelan BPA Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen
ruzka.republika.co.id--Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Dra. Rita Endang, Apt. M.Kes menyatakan bahwa cemaran BPA pada air minum dalam kemasan (AMDK) sudah menjadi isu global. Berbagai negara telah menerapkan regulasi, seperti pelabelan BPA pada produk kemasan AMDK di Amerika, bahkan pelarangan produk kemasan yang berpotensi atau mengandung BPA di Perancis.
“Produk kemasan AMDK yang mengandung atau berpotensi mengandung BPA seperti kemasan galon polikarbonat, perlu diberikan label ’Produk Berpotensi Mengandung BPA’,” kata Rita Endang dalam acara Expert Forum bertema Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen, Rabu (23/11/2022) lalu.
Dengan begitu, konsumen dapat menggunakan produk tersebut sesuai dengan aturan. Lebih lanjut, dr. Agustina Puspitasari, Sp.Ok., SubSup. BioKO(K) sebagai representasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjelaskan bahwa paparan BPA dapat mengakibatkan gangguan sistem reproduksi, kardiovaskular, kanker, diabetes, obesitas, permasalahan ginjal, dan gangguan perkembangan otak.
Itu sebabnya, PB IDI mendukung upaya BPOM untuk mengatur pelabelan BPA pada kemasan AMDK yang mengandung atau berpotensi mengandung BPA, demi keamanan masyarakat.Saat ini, ada bermacam merek air minum dalam kemasan (AMDK) di pasaran namun konsumen yang bijak patut mencermati aspek keamanan dalam mengonsumsinya.
Temuan hasil uji migrasi Bisphenol A (BPA) yang melebihi batas ambang toleransi pada produk kemasan plastik galon berbasis polikarbonat, berpotensi bahaya bagi kesehatan masyarakat sebagai konsumen.
Uji terhadap produk tersebut dilakukan oleh BPOM RI melalui survei pada beberapa kota besar di Indonesia.Atas dasar temuan tersebut dan berbagai pertimbangan untuk kepentingan pubik, BPOM telah mempersiapkan regulasi pelabelan pada produk kemasan air minum dan makanan yang berpotensi mengandung BPA.
Jaminan keamanan dan kesehatan konsumen dalam penggunaan kemasan untuk air minum dalam kemasan (AMDK), adalah kemestian yang harus dikawal oleh pemerintah, produsen dan masyarakat/konsumen.Sebagai bagian dari akademisi dan peneliti, Center for Sustainability and Waste Management– Universitas Indonesia (CSWM-UI) menyelenggarakan Expert Forum dengan topik Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Kemasan AMDK untuk Keamanan Konsumen, dengan menghadirkan para narasumber berkompeten untuk mendapatkan perspektif yang menyeluruh terhadap urgensi dan dampak penerapan pelabelan tersebut.
Pengantar forum tersebut diberikan oleh Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM-RI, yang dilanjutkan dengan paparan dan diskusi oleh ahli teknologi produk polimer-FTUI, Ketua Bidang Kajian Penyakit Tidak Menular – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dan Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI) pada bagian pertama; dan oleh ahli hukum-FHUI, ahli ekonomi-FEBUI, dan Ketua Bidang Sustainability and Social Impact dari Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) pada bagian keduanya.
Di sisi lain, ahli teknologi produk polimer, Assoc. Prof. Dr. Mochamad Chalid, S.Si., M.Sc.Eng. memaparkan bahwa potensi penyebab utama pelepasan BPA dari kemasan polikarbonat adalah jumlah dan prosedur penggunaan ulang yang tidak ada standarnya, dan penggunaan cacahan dari limbah galon polikarbonat sebagai campuran dari bahan baku baru untuk pembuatan produk galon berikutnya.
Oleh karena itu, semua hal tersebut perlu pengkajian ulang. Pada sisi lain, jumlah penggunaan terbatas untuk kemasan galon banyak dinilai berdampak terhadap isu peningkatan sampah plastik.Hal tersebut dapat diantisipasi oleh harga limbah polikarbonat yang tinggi, untuk dapat diolah menjadi banyak jenis produk turunannya, dalam suatu sistem ekonomi sirkular.
Direktur Sustainable Waste Indonesia, Dini Trisyanti, S.T., M.Sc. menyatakan bahwa pengelolaan sampah plastik saat ini sudah berprinsip pada ekonomi sirkular yang didukung oleh layanan infrastruktur sampah, model bisnis, penciptaan nilai, dan pelibatan publik.Ahli hukum perlindungan konsumen, Dr. Henny Marlina, S.H., M.H., M.LI., mengatakan bahwa pelabelan BPA pada produk kemasan AMDK bukan hanya melindungi konsumen, melainkan juga melindungi pelaku usaha.
Pelabelan BPA pada produk AMDK dapat meningkatkan indeks keberdayaan konsumen pada tahap “mampu”, sehingga konsumen dapat mengenali hak dan kewajiban, serta bisa menentukan pilihan konsumsinya, meski belum secara aktif memperjuangkan haknya sebagai konsumen.
Dengan pemberdayaan konsumen, degradasi kedaulatan dan kesejahteraan konsumen dapat dicegah.Selain itu, pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab akan dilindungi oleh regulasi perlindungan konsumen karena regulasi berlaku bagi semua pelaku usaha dan mendorong persaingan usaha yang sehat.
Lebih lanjut, perspektif pelaku usaha ditinjau pula dari ahli ekonomi dan asosiasi industri. Ahli ekonomi, Dr. Tengku Ezni Balqiah, memaparkan bahwa pelabelan BPA pada produk kemasan AMDK mengantarkan kesadaran konsumen tentang kualitas produk tersebut, sehingga label dapat meningkatkan efisiensi dalam penentuan pengeluaran pada produk yang diinginkan.
Arief Susanto, Ketua Bidang Sustainability dan Social Impact GAPMMI, menyatakan bahwa GAPMMI meyakini regulasi pelabelan BPA pada produk kemasan AMDK telah melalui kajian mendalam untuk keamanan AMDK. Namun, kolaborasi antar anggota GAPMMI diperlukan untuk perkembangan usaha makanan dan minuman yang berkaitan dengan kaidah sustainability dalam bisnis.
Kegiatan Expert Forum untuk urgensi pelabelan BPA pada produk kemasan AMDK, yang juga dihadiri oleh ILUNI UI, BEM UI, dan BEM Fakultas, serta BEM perguruan tinggi lainnya, diharapkan dapat memberikan perspektif yang menyeluruh kepada semua pihak yang terkait, dan penguatan terhadap kebijakan pemerintah, demi keamanan dan keberdayaan konsumen, serta perlindungan pelaku usaha. (Rusdy Nurdiansyah)