Tiga Mahasiswa FTUI Gagas Panel Surya dengan Manfaatkan Limbah Plastik
ruzka.republika.co.id--Tiga mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) menggagas panel surya roll dengan memanfaatkan limbah plastik sebagai salah satu komponennya. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Afra Moedya Abadi, Tiffany Liuvinia, dan Yosep Dhimas Sinaga dari Departemen Teknik Kimia FTUI, angkatan 2020.
Panel surya beri nama Printable Alternative Solar Roll (PARASOL). Berkat desain PARASOL, tim UI berhasil menjuarai kompetisi ESG Symposium 2022 "Hacks to Heal Our Planet: ESG Idea Pitching" Regional Competition yang diselenggarakan oleh PT Siam Cement Group (SCG). Pada tingkat nasional, tim UI terlebih dahulu mengalahkan 230 tim dari Indonesia sebelum melaju ke tingkat regional.
Pada kompetisi ESG 2022 di tingkat regional, Tim UI kembali berjaya setelah mengalahkan lima tim lain dari beberapa negara Asia Tenggara yang mewakili negaranya masing-masing.
Menurut Yosep Dhimas, mereka membuat PARASOL dilatarbelakangi beberapa hal, pertama karena Indonesia menjadi penyumbang limbah plastik terbesar di dunia. Kedua, berkaitan dengan krisis energi terutama dengan panel surya silikon yang beredar di Indonesia masih ada kekurangan.
“Dari kedua latar belakang tersebut, akhirnya kami tergerak untuk membuat PARASOL. Inovasi panel surya alternatif ini kami rancang dalam bentuk plastik rol yang praktis, fleksibel, dan semi transparan. PARASOL memanfaatkan prinsip perovskite solar cell dengan nilai efisiensi yang mampu bersaing dengan panel surya konvensional,” ujar Yosep dalam keterangan yang diterima, Ahad (20/11/2022).
Pemilihan sampah plastik PET (polyethylene terephthalate) dilakukan sebab plastik jenis ini yang paling mudah ditemukan serta didaur ulang dengan biaya yang tidak terlalu tinggi. Hal ini juga selaras dengan prinsip PARASOL yang fleksibel.
PARASOL memiliki cara kerja yang mirip seperti panel surya silikon pada umumnya, yaitu memanfaatkan sinar matahari. Ia memiliki bentuk yang praktis dan dapat bekerja pada kondisi minim cahaya matahari.
Manufakturnya yang lebih sederhana membuat Parasol memiliki harga jauh lebih terjangkau dibandingkan panel surya konvensional. Selain itu, PARASOL merupakan panel surya yang lebih ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah plastik PET sebagai salah satu komponennya.
Selain itu, sampah PET pun merupakan sumber pencemaran tertinggi dari semua jenis sampah plastik. Maka, potensi untuk dimanfaatkan kembali menjadi lebih besar..
Dengan desain tersebut, PARASOL mampu menghasilkan efisiensi konversi listrik 15-20 persen, masa pakai sekitar 20 tahun, dan temperatur kerja maksimum lebih dari 100 . Hal ini membuktikan PARASOL memiliki performa yang mampu bersaing dengan panel surya silikon.
"Saat ini tim tengah mengembangkan prototipe PARASOL dengan tujuan komersialisasi. Semoga kedepannya, PARASOL dapat menjadi salah satu inovasi yang tepat untuk memberikan keseteraan bagi seluruh warga negara di Indonesia dalam menyediakan akses energi bersih dan terjangkau,” papar Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, ST., M.Eng., IPU. (Rusdy Nurdiansyah)