Isu SARA Merebak SMAN 2 Depok, Disdik Jabar Tegaskan Itu Tidak Benar
ruzka.republika.co.id--Merebak isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) di SMAN 2 Depok yakni berembus informasi adanya diskriminasi terhadap sejumlah pelajar non muslim atau yang beragama Kristen menggunakan lorong kelas untuk kegiatan keagamaan. Selain infomasi, juga beredar foto-foto para siswa duduk-duduk di lantai lorong dan tangga di SMAN 2 Depok.
Mendapat informasi yang juga diberitakan di media online, Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat pun langsung melakukan investigasi di SMAN 2 Depok. "Informasi itu tidak benar," kata Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat (Disdik Jabar), Dedi Supandi dalam keterangan yang diterima, Jumat (07/10/2022).
Menurut Dedi, hasil investigasi Disdik Jabar menemukan sejumlah fakta tak sesuai dengan narasi yang beredar di beberapa media. "Adapun kronologi yang sebenarnya adalah, kegiatan setiap hari di SMAN 2 Depok sebelum memulai pembelajaran pada pukul 06.45 WIB. Hal itu diawali dengan kegiatan keagamaan dan penguatan karakter sesuai dengan agamanya masing-masing. Para pelajar dibimbing guru agama," jelasnya.
Lanjut Dedi, penjelasan dari Wakil Kepala Sekolah SMAN 2 Depok, bidang sarana prasarana, pada Kamis, 29 September 2022 siang, seragam siswa kelas X datang dan diletakan di ruang MG (Multi Guna).Rencananya seragam itu akan dibagikan pada Jumat, 30 September 2022 pagi, karena jumlahnya cukup banyak dan butuh diklasifikasikan sesuai kelas siswa. Sehingga ruang MG kondisinya berantakan.
"Oleh karena itu, untuk kegiatan doa pagi, bagi pelajar beragama Kristen dipindahkan ke ruang pertemuan lantai 2. Informasi pindahnya ruangan, sudah disampaikan oleh pihak sarana prasarana ke kepala sekolah, petugas kebersihan (office boy) dan salah satu siswa Rohani Kristen (Rohkris). Kemudian, pada Jumat (30/09/2022) pagi, pada saatnya kegiatan akan dimulai, petugas kebersihan terlambat untuk membuka pintu ruangan, sementara siswa rohkris sudah datang. Jadi mereka menunggu di lorong ruang pertemuan. Nah foto yang beredar di media bahwa seakan-akan murid sedang duduk di selasar atau pelataran lorong karena tidak diberi ruangan untuk kegiatan belajar," tuturnya.
Lanjut Dedi, kejadian yang sebenarnya adalah para siswa sedang menunggu dibukakan pintu oleh office boy yang memegang kunci ruangan pertemuan. Tak lama kemudian, akhirnya ruangan tersebut dibuka dan para siswa langsung masuk untuk melakukan aktivitas keagamaan sebagaimana mestinya. Hingga kini pun kegiatan doa pagi (saat teduh) sudah kembali menggunakan ruang Multi Guna bawah seperti biasanya," ungkapnya.
Seorang Siswa yang tak bersedia menyebutkan namanya membernarkan adanya para pelajar yang mengikuti pelajaran Agama Kristen tidak belajar di ruangan MG yang selama ini menjadi tempat pelajaran Agama Kristen. "Ya, benar kita nggak bisa belajar di ruangan MG karena adanya tumpukan seragam. Tapi, sekarang sudah kembali belajar di ruangan MG," tegasnya. (Rusdy Nurdiansyah)