Batik Ramah Lingkungan Ciwaringin Saat Ini dan Nanti, Bisa Jadi Contoh Kota Depok
ruzka.republika.co.id--Alya Permata, seorang mahasiswi dari Universitas Pancasila Jakarta, menceritakan pengalaman dan harapannya saat melakukan kunjungan ke Sentra Batik Ciwaringin di Cirebon beberapa waktu lalu.
Kunjungannya tersebut adalah juga dalam rangka Pelatihan manajemen pengelolaan bisnis dan keuangan UMKM & pelatihan akuntansi UMKM, Kegiatan Matching Fund 2022 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila Jakarta, yang dilaksanakan pada 8-9 September 2022 di Desa Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Selama kunjungan dan kegiatan, Alya mengungkapkan kekagumannya akan proses pembuatan Batik Ciwaringin tersebut. "Kalau motifnya tentang Kota Depok dan dibuat di Kota Depok, mungkin akan lebih menarik," ungkapnya dalam keterangan yang diterima, Ahad (11/09/2022).
Alasannya, di Kota Depok sampai saat ini dia dan kaum milenial lainnya belum menemukan model pembuatan batik seperti di Ciwaringin ini. "Mungkin juga bisa dibuat sentra edukasi dan UMKM khusus batik di Kota Depok, dengan melakukan studi banding lanjutan ke Ciwaringin, untuk proses produksinya", ujarnya yang di amini oleh rekan-rekannya yang lain.
Dia beralasan, bahwa di Kota Depok memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup bagus untuk mengedepankan promosi produk UMKM dengan mengembangkan teknologi dan aplikasi terkini. "Apalagi jika ada kampung batik di Kota Depok, tentu lebih menarik", tambah Alya.
Batik Ciwaringin sendiri merupakan seni kerajinan tradisional yang berupa ekspresi kultural dari kreativitas individual dan kolektif masyarakat Ciwaringin. Batik Ciwaringin dibuat dengan bahan pewarna alami dari pepohonan atau tumbuh-tumbuhan sehingga disebut sebagai “Batik Ramah Lingkungan”.
Proses pembuatan kain batik Ciwaringin yaitu dari kain putih polos lalu di pola atau digambar, setelah di gambar pola dapat langsung diwarnai atau di blok, setelah diwarnai lalu di canting dan di jemur. Ketika sudah dijemur, kain batik akan di celup lagi karena dengan penggunaan bahan pewarna alami, tidak cukup hanya dengan 1 kali proses pewarnaan.
Butuh waktu dari 3-4 hari untuk menunggu warna tersebut muncul, dan selama 1 hari dapat di celup lagi ke pewarna alami sebanyak 4-5 kali. Pewarna alami yang biasa digunakan itu disebut dengan warna indigo yang berasal dari daun nila dan warna cokelat yang berasal dari kayu mahoni.
Beberapa motif batik Ciwaringin yaitu seperti motif Bunga, motif Desa Cupang atau motif Ikan Cupang, dan motif Pujapira. Motif Cupang dibikin dengan filosofi “cukup pangan” sehingga orang-orang yang memakai batik itu selalu berkecukupan hidupnya.
Salah seorang pengrajin bernama Ibu Muasomah, biasanya membuat pameran di JCC, Chiwalk, dan juga Surabaya. Dengan event pameran, dia dapat menghasilkan omzet sebanyak Rp 150 juta dan terjual sebanyak 100 pics. Jika di tempat butiknya langsung, dalam 1 bulan dapat menghasilkan omzet yaitu sebesar Rp 25-30 juta.
Kunjungan ke Ciwaringin itu juga dalam rangka Matching Fund 2022, Pengembangan Strategi Promosi Bisnis dan Teknologi Produksi untuk Industri Batik Ramah Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Cirebon, dengan Ketua Pelaksana Ibu Rafrini Amylianthy, Pgmh.D., C.A., C.M.A di bawah naungan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis nya Prof. Dr. Ir. Iha Haryani Hatta, S.E., M.M dari Universitas Pancasila, Jakarta. Kegiatan tersebut juga dihadiri Bupati Cirebon, Bapak Drs. H. Imron Rosyadi, M.Ag.
Ke depan, Alya yang juga sebagai warga Kota Depok sangat berharap agar Kota Depok bisa menjadi yang terdepan dalam pengembangan UMKM, terutama dengan pengembangan e-commerce nya. "Saya berharap kegiatan UMKM Batik Ramah Lingkungan Ciwaringin dapat di contoh Kota Depok," harapnya. (Rusdy Nurdiansyah)