Program Studi Arab FIB UI Meluluskan Sarjana Humaniora Nonmuslim
ruzka.repubilika.co.id--Catherine Manurung, salah satu calon wisudawan UI sedang menyiapkan diri untuk mengikuti upacara Wisuda UI yang digelar Sabtu dan Ahad, 10 dan 11 September 2022. Wisuda ini akan menjadi hari istimewa bagi Catherine.
Perjuangannya menyelesaikan pendidikan di Program Studi Arab Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI akhirnya tuntas. Dia berhak menyandang gelar sarjana humaniora (S.Hum).
Kegembiraan Catherine sebenarnya sudah terjadi sejak Ketua Penguji Tugas Akhir, Dr. Ade Solihat, M.A mengumumkan hasil ujian pada 13 Juli 2022. Dia memperoleh nilai A untuk Tugas Akhir dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Mahasiswa Non-Muslim FIB UI angkatan 2020-2021 terhadap Bahasa Arab”.
Menurut pembimbing Catherine yakni Letmiros, M.Hum, tema tulisan yang diangkat sangat menarik. Dia, sebagai mahasiswi yang beragama Nasrani, tertarik meneliti, mengapa sedikit sekali atau hampir bisa dikatakan langka mahasiswa nonmuslim yang tertarik kuliah di program Studi Arab UI. Padahal tidak ada batasan mengambil jurusan berdasarkan agama di UI.
Sebagaimana jurusan lain, jurusan Sastra Arab dapat dipilih oleh siapapun yang bisa melampaui proses seleksi penerimaan mahasiswa UI. Prodi Arab UI termasuk yang banyak diminati oleh calon mahasiswa Indonesia. Tahun ini saja sekitar seribu pendaftar yang memilih jurusan Sastra Arab. Namun, hanya 74 yang diterima, dan biasanya memang 100 persen mahasiswa program Studi Arab UI beragama Islam.
Tulisan ilmiah Catherine, seorang mahasiswa Nasrani yang mengangkat tema tentang situasi kondisi program Studi Arab yang seolah merupakan jurusan untuk mahasiswa muslim saja, memberi sumbangan penting untuk meluruskan kesalahpahaman tentang bahasa Arab dan program Studi Arab di Indonesia, demikian disampaikan oleh Bastian Zulyeno, Ph.D. Ketua Program Studi Arab FIB UI.
Catherine di dalam tulisannya juga menyampaikan, bahwa tidak ada pembatasan agama untuk mengikuti perkuliahan di jurusan Sastra Arab UI. Dia sebagai penganut Nasrani mengalaminya sendiri. Catherine memilih jurusan Sastra Arab, karena memang memahami bahasa Arab seharusnya dipandang sama dengan bahasa Inggris, bahasa Mandarin, dan bahasa-bahasa lainnya yang juga diselenggarakan di FIB UI. Tapi dia juga penasaran mengapa hanya dirinya yang mengambil jurusan ini.
Menurut Chaterine, sangat optimis dengan menguasai bahasa Arab dapat memberi manfaat besar di era globalisasi saat ini, karena bahasa Arab memiliki posisi yang sangat strategis dalam masyarakat global.
Pengetahuannya pun bertambah, misalnya, ternyata bahasa Arab merupakan bahasa ibu di 22 negara di dunia Arab dan menempati posisi penutur terbanyak ke-6 sebanyak 279 juta atau 3,6 persen warga dunia, setelah bahasa Inggris, bahasa Mandarin, bahasa Hindi, bahasa Spanyol dan bahasa Prancis.
Bahasa Arab juga merupakan bahasa sumber rujukan keagamaan bagi 1,9 M umat Islam (24,9 persen penduduk dunia) yang tersebar di seluruh dunia (The World Factbook, 2021). Selain itu, sudah sejak 18 Desember 1973 bahasa Arab ditetapkan PBB sebagai salah satu dari 6 bahasa resmi yang digunakan untuk forum internasional, selain bahasa Inggris, bahasa Cina, bahasa Rusia, bahasa Spanyol dan bahasa Perancis (Unesco, 2012).
Berdasarkan pengalamannya sebagai mahasiswi nonmuslim yang kuliah di Program Studi Arab FIB UI, Chaterine melihat ada persepsi umum di kalangan rekan-rekan nonmuslim yang memandang bahasa Arab sebagai bahasa agama (religius). Persepsi inilah yang memengaruhi berkurangnya minat mereka untuk mau mempelajari bahasa Arab.
Lalu, faktor apakah yang memengaruhi persepsi umum ini? Itulah pertanyaan yang melandasi penelitian tugas akhirnya.Catherine menyebarkan survei kepada 53 mahasiswa S1 FIB UI tahun 2020--2021, yang terdiri dari 34 orang beragama Kristen, 9 beragama Katolik, 8 beragama Buddha dan 2 orang beragama Hindu.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa yang memengaruhi persepsi para responden terhadap bahasa Arab, yaitu faktor internal berupa penilaian dan pengalaman pribadi terhadap bahasa Arab sebagai bahasa agama dan faktor eksternal, yaitu stereotip terhadap umat Islam.
Padahal, menurut Catherine, di program Studi Arab, tidak belajar Islam sebagai agama. Islam di program Studi Arab UI dipelajari sebagai fenomena beragama di masyarakat. Ternyata dia pun mendapati gambaran umat Islam itu tidak satu, namun beragam.
Di program Studi Arab, bahasa Arab juga dipelajarinya bukan untuk tujuan agama, melainkan untuk memahami kebudayaan bangsa Arab dan dunia Islam. Bukan hanya dirinya yang nonmuslim yang kesulitan mempelajari bahasa dengan aksara Arab yang khas ini. Rekan-rekan muslim lainpun banyak yang belajar bahasa Arab mulai dari nol, artinya sama sekali tidak memiliki dasar pengetahuan tentang bahasa ini ketika memulai kuliah.
Catherine juga merasakan kenyamanan berkuliah di program Studi Arab UI, meskipun dia bukan seorang muslim. Dia tidak mengalami diskriminasi, bahkan sebaliknya Catherine merasa sangat diterima dan banyak mendapat bantuan dari rekan-rekan dan juga dosen-dosen program Studi Arab.
Menurutnya sangat baik jika semakin banyak rekan-rekan nonmuslim yang mau belajar bahasa Arab. Pengalamannya berada bersama dengan rekan-rekan muslim selama empat tahun di Program Studi Arab UI, sangat banyak mengubah persepi dan stereotip tentang Islam dan umat Islam.
Chaterine berharap pengalamannya mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa budaya di UI juga dialami oleh mahasiswa nonmuslim lainnya. Persepsi bahasa Arab sebagai bahasa agama yang menghalangi minat rekan-rekan nonmuslim di Indonesia semoga dapat diubah. Dia juga berharap dapat memiliki kesempatan untuk mempelajari bahasa Arab dengan lebih mendalam lagi, karena empat tahun belajar di Program Studi Arab dirasakannya belum cukup.
Semoga Chaterine dapat mencapai cita-citanya. Selamat wisuda Chaterine. Negeri ini menunggu karyamu.
Dilaporkan oleh: Dr. Ade Solihat, S.S., M.A. (Dosen Program Studi Arab FIB UI)