Game Online Bisa Jadi Candu atau Hasilkan Cuan, Pilih Mana?
ruzka.republika.co.id - Online games atau biasa disebut game online adalah jenis permainan komputer yang memanfaatkan jaringan komputer (LAN atau internet), sebagai medianya.
Menurut Andrew Rollings dan Ernest Adams, game online lebih tepat disebut sebagai sebuah teknologi, dibandingkan sebagai sebuah genre permainan; sebuah mekanisme untuk menghubungkan pemain bersama, dibandingkan pola tertentu dalam sebuah permainan (Rolling & Adams, 2006: 770).
Tetapi game online menghadirkan sesuatu yang bersifat positif dan negatif. Positifnya, game online mampu meningkatkan motorik penggunanya dan mampu menghasilkan uang karena game online bisa mengembangkan karir kita menjadi atlet esport bahkan konten kreator.
Negatifnya, game online dapat menimbulkan kecanduan yang berlebihan sehingga pemain kadang-kadang lupa akan waktunya.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerjasama dengan SiberKreasi menggelar program webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema“Adiksi Game Online". Agar kita mengetahui apa saja yang harus kita ketahui sebelum kita memulai memainkan game online.
Webinar yang digelar pada Jumat (12/8/2022) di Jawa Timur, diikuti oleh ribuan siswa dan guru sebagai peserta secara daring.
Webinar ini mengundang dari berbagai macam bidang keahlian profesi, yakni IR. M. Adhi Prasnowow, ST., MT., IPM., ASEAN ENG (Dosen / praktisi), Desra (Key Opinion Leader), dan E. Rizky Wulandari, S.Sos., M.I.Kom (Dosen Ilmu Komunikasi).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skill, digital ethic, dan digital safety.
Desra selaku Key Opinion Leader membuka webinar dengan mengatakan: "Memang dengan adanya game online ini dapat memberikan rasa candu pada pemainnya, sehingga menimbulkan penyakit dan mengorbankan kegiatan sosial mereka juga.”
"Tetapi dengan game online ini juga masyarakat bisa menghasilkan uang. Bagaimana caranya? Pertama menjadi konten kreator, kedua dengan jual beli akun game, ketiga dengan ikut kompetisi,”tambahnya.
Lalu bagaimana caranya kita bisa mengatur waktu agar tidak kecanduan bermain game?
Adhi Prasnowo menambahkan,“game online merupakan salah satu ruang lingkup digitalisasi. Dimana pada game online ini juga kita harus memiliki etika, butuhnya kesadaran, integritas, tanggung jawab dan kebijakan dalam menggunakannya.”
Dengan bermain game online, kita melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan kejujuran, menghindari plagiasi, manipulasi, dan sebagainya. Kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya lalu hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan, tambahnya.
"Penelitian menunjukan beberapa fakta bahwa game online memiliki pengaruh-pengaruh negatif seperti, perilaku penyimpangan, etika sosial, dan susah untuk mengontrol diri,”papar Adhi.
"Maka dari itu perlu adanya etika dalam menggunakannya, contohnya dengan cara bermainlah game sesuai umur yang tersedia, tidak menggunakan program ilegal, tidak diskriminatif kepada lawan, dan kurangilah berbicara kasar," pungkasnya.
Nah lalu bagaimana kita mengetahui klasifikasi game berdasarkan usia?
E. Rizky menambahkan,“Klasifikasi permainan elektronik di Indonesia diatur oleh pemerintah dalam Indonesia Game Rating Sistem (IGRS).”
IGRS adalah kepanjangan Indonesia Game Rating System adalah salah satu kebijakan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Kominfo No.11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik, berdasarkan kategori Konten game dan kelompok usia pengguna.
“Tujuan IGRS untuk membantu penyelenggara dalam memasarkan produk Permainan Interaktif Elektronik sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Membantu masyarakat termasuk orang tua dalam memilih Permainan Interaktif yang sesuai dengan Kelompok Usia,”tambah Kiky sapaan akrab E. Rizky.
Salah satu peserta bernama Angelina Sondakh menanyakan: Bagaimana cara yang menarik agar masyarakat khususnya bagi anak usia saya lebih memperhatikan etika dan moral melalui ruang digital ini?
M. Ahdi menjawab:“Saya melihatnya harus diangkatnya lagi pelajaran yang mengangkat moral, etika dan budaya keindonesiaan seperti pelajaran bahasa dan budaya daerah ditambahkan jam pelajarannya. Kedua harus adanya perang konten agar masyarakat bisa memilah mana konten yang harus mereka lihat, bagaimana kita bisa membuat moral anak bangsa baik. Tetapi konten yang disajikannya saja masih banyak yang tidak pantas dilihat, maka dari itu perlu ada perang konten agar semakin banyak konten kreator yang membawa moral, etika dan budaya Indonesia di dalam konten yang mereka buat dan sebarkan.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jawa Timur. Kegiatan ini terbuka untuk para pelajar mulai dari kelas 4 SD sampai kelas 12 SMA dan para Guru. Untuk info kegiatan Literasi Digital lainnya, bisa klik ke Instagram @siberkreasi dan @literasidigitalkominfo, atau ke website info.literasidigital.id.* (Yayan)