Home > Nasional

Ferry Irwandi dan TNI Berdamai, Ginting: Pelajaran Bagi Konten Kreator Lain

Akibatnya akan terjadi dis-informasi, kepercayaan publik jadi rusak terhadap aparat pertahanan keamanan negara, aparat pemerintah dan perpecahan bangsa.
Ilustrasi: Ferry Irwandi berorasi di atas mobil komando di depan Gedung DPR RI. (Instagram/irwandiferry)
Ilustrasi: Ferry Irwandi berorasi di atas mobil komando di depan Gedung DPR RI. (Instagram/irwandiferry)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK--Siber militer bertugas melawan musuh negara untuk menjaga kedaulatan negara dari ancaman pertahanan keamanan negara (hankamneg). Musuh negara itu bisa aktor negara atau non-aktor negara, termasuk warga sipil.

Hal itu dikatakan Pengamat Politik dan Militer dari UNAS (Universitas Nasional), Selamat Ginting, Minggu (14/09/2025).

"Musuh negara melalui siber sumbernya bisa di dalam maupun luar negeri, aktor negara atau non-aktor negara, dan bisa individu sipil maupun kelompok sipil," ungkapnya.

Menurut Selamat Ginting, aktivitas konten kreator Ferry Irwandi, tanpa disadari akibatnya dapat mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Oleh karena itulah, lanjutnya, Satuan Siber TNI mengambil peran, karena penggiringan opini yang diduga dilakukan Ferry Irwandi tanpa disadarinya berpotensi jauh bisa mengancam kedaulatan dan keutuhan NKRI.

"Saya mengapresiasi permintaan maaf Ferry Irwandi kepada institusi TNI dan menjadi pelajaran bagi konten kreator lainnya, termasuk media massa agar ekstra hati-hati dalam menggunakan perangkat elektronika tanpa memahami dampak buruk bagi bangsa dan negara," ujar Ginting.

Ancaman fisik

Dikemukakan, ancaman siber itu bisa fisik dan non-fisik. Ancaman secara fisik bisa dilakukan dengan kecerdasan buatan (AI). Misalnya melalui teknik phising, soceng, DDOS, trojan, malware, ransomware, defacement, SQL injection, botnet, dll.

Targetnya, ujar Selamat Ginting, adalah Infrastruktur Informasi Vital (IIV) merujuk pada sistem elektronik yang penting untuk menunjang sektor-sektor strategis, seperti pelayanan publik, pertahanan dan keamanan, serta perekonomian nasional.

"Akibat terjadinya gangguan, kerusakan, atau kehancuran pada sistem IIV dapat menyebabkan dampak serius bagi kepentingan umum. Sistem komunikasi dan informasi tidak berfungsi dan menyebabkan kebocoran data negara maupun individu. Jadi tidak mungkin Badan Siber Sandi Negara (BSSN), Siber Badan Intelijen Negara (BIN), Siber TNI, dan Siber Polri, serta Kementerian Komunikasi Digital tidak bertindak," ungkap Ginting.

Non-fisik

Sedangkan ancaman non-fisik bisa dilakukan dengan rekayasa kecerdasan buatan (AI). Tekniknya melalui propaganda hitam, framing, pembanjiran informasi, polarisasi, raiding, point of shriek, cheerleading, dll.

"Targetnya adalah alam pikiran, baik aparat negara maupun masyarakat. Ini yang harus dipahami dalam kasus Ferry Irwandi dan tidak dipahami publik," kata Ginting.

Akibatnya akan terjadi dis-informasi, kepercayaan publik jadi rusak terhadap aparat pertahanan keamanan negara, aparat pemerintah dan perpecahan bangsa.

"Jadi dari ancaman fisik dan non-fisik itu mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Di situlah mesti dipahami tugas TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman dan gangguan," tutup Ginting yang berlatar belakang wartawan bidang politik dan pertahanan keamanan negara.*

× Image