Home > Nasional

Layakkah Tom Lembong dan Hasto Dapat Abolisi dan Amnesti?

Namun bila yang sesungguhnya kasus mereka murni korupsi, tentu pemberian abolisi dan amnesti selayaknya ditolak.
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Pemberian abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto tampaknya dilatarbelakangi semangat persatuan.

"Prabowo memberikan hal itu kiranya ingin meminimalkan konflik di antara sesama anak bangsa. Sebagai mantan TNI, Prabowo tentunya ingin menjaga stabilitas politik. Hanya dengan stabilitas politik, pembangunan segala bidang dapat dilakukan maksimal," ungkap Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga, kepada RUZKA INDONESIA, Jumat (01/08/2025) pagi.

Pola pikir demikian yang membawa Prabowo menganut politik akomodatif. Baginya, mengakomodir berbagai kepentingan elemen bangsa akan dapat menjaga stabilitas politik untuk dijadikan "modal" pembangunan.

Pola pikir demikian tentu tidak ada salahnya. Semua kepentingan diakomodir demi terciptanya stabilitas politik.

"Hanya saja, mengakomodir berbagai kepentingan yang terkait dengan kasus-kasus politik tentu memang seharusnya dilakukan. Sebab, kasus-kasus demikian memang tak layak diadili di negara demokrasi," tukas mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Namun pemberian abolisi dan amnesti untuk kasus-kasus korupsi tentu tak layak dilakukan. Sebab, para koruptor justru menggerogoroti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Mereka ini justru musuh utama demokrasi. Karena itu, sangat tak tepat bila abolisi dan amnesti diberikan kepada koruptor," sambungnya.

"Jadi, selama kasus hukum Tom Lembong dan Hasto dinilai sangat politis, maka sangat layak diberi abolisi dan amnesti. Namun bila yang sesungguhnya kasus mereka murni korupsi, tentu pemberian abolisi dan amnesti selayaknya ditolak. Sebab hal itu mencederai cita-cita demokrasi dan negara hukum yang dianut Indonesia," tandas Jamil. (***)

× Image