Home > Galeri

Shantined, Kata adalah Kekuatan dan Ekspresi Jiwa

Penulisan cerpen dan puisi inilah yang serius ditekuni perempuan bernama samaran unik Shantined. Ia lahir di Yogyakarta pada 21 Oktober 1972.
Peluncuran 2 buku karya Shantined di Pusat Dokumentasi HB Jassin, Taman Ismail, Marzuki (TIM) Jakarta pada 27 Februari 2025. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA) 
Peluncuran 2 buku karya Shantined di Pusat Dokumentasi HB Jassin, Taman Ismail, Marzuki (TIM) Jakarta pada 27 Februari 2025. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Menulis merupakan ekspresi jiwa, mencuatkan ide-ide dari beragam kejadian di sekitar kita ke dalam bentuk kata-kata atau kalimat, adalah kekuatan tersembunyi yang dimiliki oleh mereka dengan empati total pada kehidupan itu sendiri.

Menulis juga merupakan intuisi kreatif yang digali dari beragam imajinasi, situasi sosial dan ragam kehidupan marginal, budaya lalu memasukkan perasaan kemanusiaan yang paling dalam melalui kata-kata yang penuh makna dan bernas.

Sehingga apa yang dihasilkan dapat memberikan manfaat bagi orang lain, menghibur, menambah semangat dan menjadikannya semacam obat kala seseorang mengalami berbagai masala di kehidupan yang lain absurd ini.

Salah satu bentuk tulisan yang merangkum imajinasi dan kejadian nyata lalu menuangkannya ke dalam bentuk satu cerita yang menarik adalah ‘Cerita Pendek’ atau disingkat cerpen juga puisi.

Penulisan cerpen dan puisi inilah yang serius ditekuni perempuan bernama samaran unik Shantined. Ia lahir di Yogyakarta pada 21 Oktober 1972.

Sebagian kehidupan kepenulisannya dijalani di Balikpapan, Kalimantan Timur. Sejak usia 9 tahun, Shantined sudah menyukai sastra baik itu dalam bentuk cerpen atau puisi.

Pemakai nama samaran Shantined atau Shanti ini memulai bakat menulisnya dengan mengirimkan karya-karya sastra berupa cerpen atau puisi di berbagai media baik daerah maupun Nasional.

Karangannya yang berjudul Gerhana Matahari Total meraih juara 1 dalam Lomba Mengarang Tingkat SD se Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1983.

Untuk mengasah kemampuan menulisnya, Shantined belajar secara otodidak. Seiring berjalannya waktu, ia menambah pengetahuan menulisnya melalui organisasi kepenulisan yang bernama Jaring Penulis Kaltim (JPK) dengan sosok yang kerap ia sebut sebagai mentornya yaitu alm. Korrie Layun Rampan serta Amien Wangsitalaja.

Selain jejaring penulis Kaltim, Shantined juga aktif di beberapa wadah kepenulisan dan sastra seperti Borneo’s Women Community (BWC), Dewan Kesenian Balikpapan (DKB) yang membidangi Komite Sastra. Dan sekarang aktif di Jagat Sastra Milenia pimpinan Riri Satria. Ia juga aktif sebagai pembicara di dalam berbagai acara sastra.

Contohnya seperti Workshop Kepenulisan dan Jurnalistik yang diadakan di Samarinda pada 2007, Dialog Sastrawan Kalimantan yang diadakan oleh Kantor Bahasa Provinsi Kaltim pada tahun 2006 juga pembahas di dalam bedah buku sastra dan kegiatan sastra lainnya.

Puluhan karyanya yang berupa antologi puisi, juga cerpen telah diterbitkan. Kali ini Shantined kembali menerbitkan satu buku kumpulan puisi dan cerpen yang berjudul Dari Luka Cuaca serta Saga Serigala dan Sebilah Mandau.

Kedua buku tersebut menjadi pilihan sang penulis yang sekaligus menandakan kembali kiprahnya berkecimpung di dunia sastra yang telah dijalaninya selama dua dekade atau lebih.

Meski ia menulis tidak segencar dulu, namun jejak yang masih membekas hingga kini tetap menandakan bahwa ia masih berkutat di dunia sastra, khususnya cerpen dan puisi.

Cerpennya yang berjudul Saga pernah menjadi sebuah cerpen yang banyak dibicarakan para pengamat sastra, seperti di Jurnal Perempuan/58, 2008, Buku Antologi Cerpen Un Soir du Paris, (Gramedia 2010), dan buku I am Woman (Lontar, 2011).

Saga tidak hanya menuai perhatian karena tema dan gaya penulisannya yang berani, tetapi juga karena menggambarkan tokoh yang kompleks dan konflik psikologis yang mendalam.

Bahkan cerpen ini sempat dikaji secara akademik oleh Tita Nurajeng Myasari dari Universitas Diponegoro dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud, yang menunjukkan bagaimana karakter utama dalam cerita tersebut di dalam merefleksikan pergulatan batin yang intens.

Analisis tersebut dipublikasikan dalam Jurnal Kebahasaan dan Kesusastraan Gramatika pada tahun 2018 dengan judul “Kepribadian Tokoh Utama dalam Cerpen Saga Karya Shantined dari Kumpulan Cerpen Un Soir Du Paris: Kajian Psikoanalisis”.

Buku "Un Soir du Paris" diterbitkan oleh Gramedia, dan cerpen Shantined berada di dalam satu buku bersama cerpen karya Seno Gumira Ajidarma, Cok Sawitri, Lynda Christanti, Agus Noor, dsb.

Edisi Bahasa Inggris ada dalam buku "I am a Woman", di mana karyanya bersanding dengan karya Putu Wijaya, Oka Rusmini, Lily Farid, dll. Psikolog sekaligus penulis Ririen Fina menyoroti cerpen Saga sebagai sebuah cerpen yang sarat dengan persoalan psikologis pada tokohnya yang dikenal Shantined dengan baik.

Sementara itu terkait puisi karya Shantined, tema yang paling dominan adalah tentang kerinduan, perjalanan hidup, dan refleksi sosial-politik.

Kerinduan muncul dalam berbagai bentuk; kerinduan terhadap seseorang, masa lalu, atau tempat-tempat tertentu. Puisi-puisinya banyak menggambarkan pencarian akan keintiman dan kedekatan yang mendalam.

Begitulah tentang Shantined, sang pengarang sekaligus penyair dengan kerendahatian dan kematangan karya yang mumpuni dan banyak yang tidak tahu tentang kiprahnya di dunia sastra.

Melalui peluncuran dua karyanya di Pusat Dokumentasi HB Jassin, Taman Ismail, Marzuki Jakarta pada 27 Februari 2025, diharapkan rasa cinta pada dunia sastra dan baca akan semakin membahana hingga ke pelosok-pelosok daerah di Indonesia.

Semoga melalui peluncuran kedua buku antologi ini, para pemerhati dunia literasi semakin memusatkan empatinya kepada dunia kata-kata, karena bagian dari kecerdasan sebuah bangsa adalah jika rakyatnya mencintai dunia membaca.

Menulis adalah kerja intelektual yang mampu mengubah alam pikiran manusia untuk kehidupan kemanusiaan yang lebih mamusiawi serta membuatnya lebih humanis.

Karena sastra bercerita tentang kehidupan kemanusiaan yang memanusiakan manusia, bersama kemerdekaan berpendapat melalui kata-kata yang bersumber dari otak dan jiwa di dalam wujud raga yang tak lekang oleh waktu, namun meninggalkan jejak untuk selalu dikenang. (***)

Penulis: Fanny J Poyk/cerpenis/sastrawati

× Image