Empat Catatan Terkait RPJMN 2025-2029 agar Dampak Pembangunan Lebih Inklusif
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK — DPD RI berkomitmen untuk terus mengawal proses perencanaan pembangunan agar lebih inklusif dan berpihak pada seluruh daerah di Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 akan menjadi pijakan utama bagi pembangunan nasional ke depan.
Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, RPJMN 2025-2029 merupakan tahap pertama dari RPJPN 2025-2045 dengan fokus pada transformasi sosial, ekonomi, tata kelola, supremasi hukum, serta ketahanan sosial budaya dan ekologi. Oleh karena itu, dokumen perencanaan ini bukan hanya sekadar cetak biru pembangunan, tetapi juga alat utama dalam menjawab tantangan-tantangan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang semakin kompleks.
“Setidaknya ada empat catatan penting yang harus menjadi perhatian RPJMN 2025-2029 agar lima tahun ke depan dampak pembangunan lebih inklusif dan berpihak pada seluruh daerah. Keempat catatan itu antara lain pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, kebijakan hilirisasi dan industrialisasi, pemerataan pembangunan wilayah serta penguatan regulasi dan kepastian hukum,” ujar Fahira Idris di sela Rapat Kerja Komite IV DPD RI dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (03/02/2025).
Soal target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, Fahira Idris mencatat tantangan utama bukan hanya dari sisi investasi, tetapi juga dari aspek daya saing industri nasional, kepastian regulasi, serta stabilitas makroekonomi. Oleh karena itu, Pemerintah perlu memastikan bahwa target pertumbuhan ekonomi 8% benar-benar berbasis perhitungan yang realistis.
Perlu ada perencanaan yang lebih rinci terkait sumber pertumbuhan, termasuk sektor yang akan menjadi motor utama perekonomian dalam lima tahun ke depan.
Terkait kebijakan hilirisasi dan industrialisasi yang telah menjadi prioritas nasional, termasuk dalam sektor-sektor strategis seperti pertambangan dan sawit juga harus memperhatikan banyak hal. Salah satunya, di beberapa daerah, kebijakan ini justru menimbulkan persoalan baru, seperti terbatasnya kapasitas infrastruktur dan masih lemahnya integrasi rantai pasok lokal.
Oleh karena itu, RPJMN 2025-2029 harus memiliki strategi dalam memastikan hilirisasi benar-benar membawa manfaat ekonomi bagi daerah, tidak hanya terpusat di kawasan industri tertentu.
Catatan untuk RPJMN 2025-2029 selanjutnya adalah terkait pemerataan pembangunan wilayah. Dalam lima tahun ke depan, Pemerintah perlu memperkuat kebijakan afirmatif guna mendukung daerah-daerah dengan kapasitas fiskal rendah.
Langkah ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antardaerah dan memastikan bahwa seluruh wilayah, termasuk daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T), mendapatkan akses yang lebih baik terhadap pembangunan.
Selain itu, kebijakan afirmatif harus mencakup perbaikan mekanisme perencanaan dan penganggaran, agar dana yang dialokasikan benar-benar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang masih tertinggal. Salah satu strategi utama yang perlu diperhatikan adalah optimalisasi dana transfer ke daerah dengan fokus pada pembangunan infrastruktur dasar serta peningkatan daya saing ekonomi lokal.
Catatan terakhir adalah tentang penguatan regulasi dan kepastian hukum. Menurut Senator Jakarta ini, stabilitas regulasi memegang peranan krusial dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif serta menjamin keberlanjutan program pembangunan nasional.
Kepastian hukum yang jelas dan tidak berubah-ubah akan meningkatkan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Ini artinya, lima tahun ke depan semua kebijakan harus konsisten dan berbasis kepentingan jangka panjang. Setiap peraturan yang diterbitkan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap pembangunan nasional, bukan sekadar kepentingan sesaat,” tandas Fahira Idris. (***)