Home > Ekonomi

Harga BBM Juni Bakal Naik, Presiden: Masih Dihitung Kemampuan Fiskal Negara

Kemampuan APBN untuk melakukan subsidi BBM akan dihitung dengan pertimbangan harga minyak dunia, terutama di tengah kondisi geopolitik.
Presiden Joko Widodo usai menghadiri Pelantikan Pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor 2024-2029 di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024). (Foto: Ant/RI)
Presiden Joko Widodo usai menghadiri Pelantikan Pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor 2024-2029 di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024). (Foto: Ant/RI)

RUZKA INDONESIA - Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah masih menghitung dan mempertimbangkan kemampuan fiskal terkait potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan nonsubsidi pada Juni mendatang.

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat ditemui media di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024)

Menurutnya, kenaikan harga BBM harus dilihat dari kemampuan fiskal negara. "Mampu atau tidak mampu, kuat atau tidak kuat," kata Presiden.

Presiden mengatakan bahwa kemampuan APBN untuk melakukan subsidi BBM akan dihitung dengan pertimbangan harga minyak dunia, terutama di tengah kondisi geopolitik.

Menurut Presiden, semua aspek tersebut akan dikalkulasi dan dihitung lewat pertimbangan yang matang.

"Harga minyaknya sampai seberapa tinggi. Semuanya akan dikalkulasi, semua akan dihitung, semua akan dilakukan lewat pertimbangan-pertimbangan yang matang karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Presiden.

Kepala Negara menilai bahwa keputusan pemerintah terhadap harga BBM menyangkut hajat hidup orang banyak. "Bisa mempengaruhi harga, bisa mempengaruhi semuanya kalau urusan minyak," tutup Presiden.

Untuk diketahui, pemerintah telah menahan kenaikan harga BBM baik subsidi dan nonsubsidi sejak awal tahun 2024. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan pertimbangan pemerintah menahan harga BBM untuk tetap stabil hingga Juni 2024,

Di sisi lain, gejolak harga minyak dunia, eskalasi konflik di Timur Tengah, hingga pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS membuat kompensasi dan anggaran subsidi BBM di dalam negeri membengkak.

"Kan kami sudah bilang sampai Juni 2024 (ditahan), pertimbangannya kan kita baru pulih, masyarakat ini jangan sampai kena beban tambahan, itu aja," kata Arifin. (**)

× Image