Wakil Bupati Majalengka, Dena Muhamad Ramdhan saat diskusi dengan para jurnalis di FGD ICMI Majalengka. (Foto: Dok Eko Widiantoro)
RUZKA INDONESIA — Sejumlah program pembangunan pemerintah kerap berjalan sesuai perencanaan, namun justru memicu resistensi di tengah masyarakat. Masalahnya, bukan selalu terletak pada kebijakan, melainkan pada cara pemerintah menyampaikan program tersebut ke publik.
Isu inilah yang mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penguatan Strategi Komunikasi Pembangunan untuk Keterbukaan Informasi Publik” yang digelar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orda Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Jabar) di Gedung Kokardan, Rabu (17/12/2025).
FGD tersebut menghadirkan Ketua ICMI Majalengka Dr. H. Diding Bajuri, M.Si, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Majalengka Irwan, ST, MM, serta perwakilan Nahdlatul Ulama (NU) Majalengka Dr. H. Nurhidayat, M.Pd. Kegiatan ini juga dihadiri Wakil Bupati Majalengka Dena Muhammad Ramadhan, jajaran pejabat Pemkab Majalengka, dan para jurnalis dari berbagai media.
Ketua ICMI Majalengka, Diding Bajuri, menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan tidak cukup diukur dari realisasi anggaran atau rampungnya proyek fisik. Menurutnya, tingkat pemahaman dan penerimaan masyarakat menjadi indikator yang tak kalah penting.
“Sering kali kebijakan sudah benar, tapi ditolak karena tidak dikomunikasikan dengan baik. Di sinilah peran komunikasi sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat,” kata Diding.
Ia menekankan, komunikasi pembangunan harus disiapkan secara matang sebelum disampaikan ke ruang publik. Pesan kebijakan, lanjutnya, mesti berbasis data, disampaikan dengan narasi yang tepat, serta disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat.
“Tanpa komunikasi yang baik, kebijakan yang benar pun bisa disalahpahami,” ujarnya.
Diding juga mengingatkan bahwa wartawan memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik. Karena itu, ia menyebut insan pers sebagai bagian dari cendekiawan yang ikut bertanggung jawab menghadirkan komunikasi yang mencerdaskan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Diskominfo Majalengka Irwan menyoroti tantangan komunikasi publik di era digital. Menurutnya, transformasi digital menuntut pemerintah menyampaikan informasi secara cepat, akurat, dan berbasis data.
“Kunci komunikasi publik hari ini adalah data. Komunikasi berbasis data akan lebih dipercaya masyarakat,” ujar Irwan.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa keterbukaan informasi tetap memiliki batas. Tidak semua informasi dapat dibuka secara utuh karena adanya aturan terkait informasi yang dikecualikan.
“Transparansi bukan berarti membuka semuanya. Yang terpenting adalah informasi disampaikan secara benar, proporsional, dan sesuai kebutuhan publik,” jelasnya.
Dari perspektif keagamaan, perwakilan NU Majalengka, Dr. H. Nurhidayat, menilai komunikasi efektif membutuhkan kesungguhan dan kepekaan sosial, bukan sekadar kemampuan teknis.
“Komunikasi itu perlu usaha dan latihan. Ada rumus sederhana yang sering saya sebut 3D: duit, dekat, dan doa,” katanya, disambut tawa peserta.
Diskusi berlangsung dinamis dengan partisipasi aktif para jurnalis yang membagikan pengalaman terkait komunikasi kebijakan publik di Majalengka. Suasana cair juga didukung dengan hiburan ringan, coffee break, dan pembagian door prize.
Wakil Bupati Majalengka, Dena Muhammad Ramadhan menegaskan, Pemkab Majalengka terbuka terhadap kritik dan masukan dari masyarakat.
“Kritik kami anggap sebagai energi untuk memperbaiki kebijakan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik,” ujarnya.
Ia menambahkan, keterbukaan informasi dan komunikasi yang sehat menjadi fondasi penting dalam membangun kepercayaan publik.
“Sinergi dengan tokoh masyarakat dan insan pers adalah kunci agar pembangunan tidak hanya sah secara administratif, tetapi juga mendapat legitimasi sosial,” pungkas Dena. (***)
Jurnalis: Eko Widiantoro

Komentar