Ekonomi
Beranda » Berita » Bank Majalengka Pasang Strategi Bertahan Ditengah Tekanan Fiskal Daerah

Bank Majalengka Pasang Strategi Bertahan Ditengah Tekanan Fiskal Daerah

Direktur Utama BPR Majalengka, Asep Muhammad Jamaludin dan dan Komisaris Utama M. Arif Daryana usai dilantik di Pendopo, Jum’at,19/12/2025. (Foto: Dok Eko Widiantoro)

RUZKA INDONESIA — Perubahan jajaran pimpinan Perusahaan Umum Daerah Bank Majalengka tak sekadar seremoni struktural. Di balik pelantikan Direktur Utama Asep Muhammad Jamaludin dan Komisaris Utama M. Arif Daryana, tersimpan agenda ekonomi yang lebih besar: memperkuat peran bank daerah sebagai penopang keuangan Kabupaten Majalengka di tengah menyusutnya ruang fiskal.

“Sesuai arahan Bupati, kinerja BUMD harus terus ditingkatkan. Dengan adanya pengurangan dana transfer pusat ke depan, maka BUMD, termasuk Bank Majalengka, wajib memperkuat kinerja usaha dan kontribusi terhadap PAD,” kata Asep.

Pemerintah daerah menghadapi ancaman berkurangnya dana transfer pusat pada APBD 2026. Situasi ini memaksa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bertransformasi dari sekadar entitas layanan publik menjadi mesin pendapatan yang lebih agresif dan terukur.

Bank Majalengka, sebagai BPR milik daerah, ditempatkan di garis depan strategi tersebut.

Depok Jadi Lokasi Percontohan, Menkop Resmikan Gerai Obat KDKMP

Direktur Utama Bank Majalengka Asep Muhammad Jamaludin menyebut peningkatan kinerja dan laba sebagai mandat utama manajemen baru.

Menurut Asep, ketergantungan daerah terhadap dana pusat harus diimbangi dengan optimalisasi sumber-sumber pendapatan lokal.

“BUMD harus memberi kontribusi nyata terhadap PAD, bukan hanya menjaga keberlangsungan usaha,” ujarnya.

Dari sisi kinerja, Bank Majalengka mencatatkan basis nasabah yang relatif luas. Hingga 2025, bank ini melayani sekitar 33.700 nasabah melalui sembilan kantor cabang yang tersebar hingga tingkat kecamatan dan desa.

Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun mencapai Rp153,7 miliar, dengan porsi terbesar berasal dari tabungan masyarakat. Struktur dana ini menunjukkan kuatnya ketergantungan bank daerah pada kepercayaan publik lokal, sekaligus menjadi indikator stabilitas likuiditas.

UMK Sesuai Rekomendasi Wali Kota Depok, Forum Buruh Depok: Gubernur Jabar Pembohong!

Pada sisi penyaluran, Bank Majalengka menyalurkan kredit kepada sekitar 5.700 debitur dengan total outstanding kredit Rp115 miliar.

Rasio intermediasi ini memperlihatkan peran bank daerah dalam menopang aktivitas ekonomi skala kecil di Majalengka, meski ruang ekspansi kredit masih bergantung pada manajemen risiko dan kualitas aset.

Memasuki 2026, arah kebijakan Bank Majalengka diarahkan pada kredit produktif, khususnya bagi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Fokus ini sejalan dengan POJK Nomor 19 Tahun 2025 yang mendorong perluasan akses pembiayaan UMKM.

Namun, strategi tersebut mengandung tantangan tersendiri. Kredit UMKM, meski berdampak langsung pada ekonomi rakyat, juga menuntut pengelolaan risiko kredit yang lebih ketat agar tidak menggerus kualitas portofolio.

Selain kredit produktif, Bank Majalengka mengembangkan skema kredit tanpa agunan seperti Kredit PERAK dan Kredit Gula Limoka. Program ini dirancang untuk menjangkau pelaku usaha super mikro yang selama ini bergantung pada pembiayaan informal, termasuk rentenir dan bank emok.

Pemprov Jabar Ketok Upah Minimum Kota Depok Tahun 2026 Sebesar Rp 5,5Juta

Dari perspektif ekonomi daerah, skema ini berpotensi memperluas inklusi keuangan. Namun, efektivitasnya akan sangat bergantung pada mekanisme pendampingan usaha dan pengawasan kredit.

Manajemen juga mengklaim kondisi keuangan bank berada dalam kategori sehat, dengan likuiditas sekitar Rp65 miliar.

Angka ini memberi ruang bagi ekspansi kredit, tetapi sekaligus menuntut kehati-hatian agar pertumbuhan pembiayaan tidak berujung pada peningkatan kredit bermasalah.

Kontribusi Bank Majalengka terhadap PAD menjadi indikator kunci keberhasilan strategi ini. Berdasarkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2024, BPR milik pemerintah daerah wajib menyetor 55 persen laba bersih ke kas daerah.

Hingga November 2025, Bank Majalengka membukukan laba Rp3,1 miliar dan diproyeksikan mencapai Rp3,5 miliar pada akhir tahun. Dengan skema tersebut, setoran PAD diperkirakan sekitar Rp1,8 miliar—melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Peningkatan setoran PAD ini memberi sinyal positif bagi keuangan daerah. Namun, di tengah tekanan fiskal yang kian ketat, capaian tersebut juga menegaskan keterbatasan peran BUMD perbankan dalam menutup defisit struktural APBD. Bank Majalengka tetap menjadi instrumen pendukung, bukan solusi tunggal.

Kedepan, tantangan utama manajemen baru adalah menjaga keseimbangan antara fungsi sosial dan target finansial. Dorongan meningkatkan laba dan PAD harus berjalan beriringan dengan prinsip kehati-hatian perbankan serta keberpihakan pada ekonomi rakyat.

Di titik inilah, keberhasilan Bank Majalengka akan diuji: apakah mampu menjadi lokomotif UMKM sekaligus penopang fiskal daerah secara berkelanjutan. (***)

Jurnalis: Eko Widiantoro
Editor: Rusdy Nurdiansyah

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *