Home > Nasional

BPJS Ketenagakerjaan: Ketika Negara Hadir, Menuju 99,5 Persen Pekerja Terlindungi

Para pejabat kementerian dan pemerintah daerah datang, langkah mereka bergegas, sebagian membawa berkas tebal berisi rencana program.
Rapat Koordinasi Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025. (Dok: BPJS Ketenagakerjaan)
Rapat Koordinasi Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025. (Dok: BPJS Ketenagakerjaan)

RUZKA-REPUBLIKA NERWORK -- Kabut tipis masih turun perlahan di atas perbukitan Jatinangor. Embun menggantung di ujung daun, sementara matahari pagi baru menyelinap di balik pepohonan pinus.

Di halaman Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, deretan mobil dinas berjajar rapi.

Para pejabat kementerian dan pemerintah daerah datang, langkah mereka bergegas, sebagian membawa berkas tebal berisi rencana program.

Pagi itu, aula besar IPDN, Jumat (31/10/2025), tidak hanya menjadi ruang pertemuan formal. Ia menjelma menjadi tempat di mana harapan tentang perlindungan sosial bagi seluruh pekerja Indonesia disuarakan, harapan yang membawa angka, kebijakan, tetapi juga wajah-wajah manusia.

Baca juga: Lemigas Ungkap Hasil Uji Pertalite, Pertamina Tegaskan Komitmen Tindak Lanjuti Keluhan Konsumen

Rapat Koordinasi Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025 dibuka tanpa upacara meriah.

Tak ada gong atau tepuk tangan panjang. Hanya suara mikrofon dan langkah kaki, menyisakan ketegangan yang tidak terlihat namun terasa.

Di tengah forum itu, suara seorang pejabat menembus keheningan. “Pekerja merupakan penggerak utama pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045.

Karena itu, kesejahteraan dan pelindungan bagi seluruh pekerja harus menjadi prioritas bersama antara Pemerintah Pusat, Pemda, dan seluruh pemangku kepentingan,” ucap Hendra Nopriansyah, Deputi Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan, mewakili Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Baca juga: Tak Lagi Sekadar Tempat Isi BBM, Kenyamanan SPBU Pertamina Jadi Tempat Istirahat yang Nyaman

Kata-katanya tidak meninggi, tetapi mengandung keyakinan: pekerja bukan sekadar angka tenaga kerja. Mereka adalah denyut nadi ekonomi, tangan-tangan yang membangun jalan, menanam padi, menghidupkan mesin industri, menjaga kota, dan merawat negeri.

Namun di balik idealisme itu, secara nasional angka berbicara apa adanya: baru 37,01 persen pekerja di Indonesia yang tercatat sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan.

Artinya, lebih dari separuh pekerja masih berjalan tanpa perlindungan jika sakit, kecelakaan, atau tiba-tiba kehilangan pekerjaan.

Untuk mempercepat peningkatannya, diperlukan sinergi yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termasuk melalui inovasi pembiayaan sosial yang berkelanjutan.

Baca juga: Contact Center PLN 123 Raih Prestasi Dunia

Untuk itulah target besar diumumkan pagi itu: mencapai 99,5 persen pekerja terlindungi pada tahun 2025.

Sementara itu secara terpisah Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Eko Nugriyanto, menyampaikan dengan tegas bahwa pelaksanaan program Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (UCJ) adalah salah satu program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, sehingga dukungan dari Pemerintah Daerah menjadi instrumen penting dalam pelaksanaannya.

Ia menambahkan, “Pemerintah Pusat dan Daerah gencar mendorong capaian UCJ dengan target 99,5%. Tentu dengan dukungan kebijakan, regulasi, dan penganggaran, salah satunya untuk perlindungan jaminan sosial bagi pekerja miskin, miskin ekstrem, dan rentan. Hal ini tidak hanya mendorong capaian UCJ, tapi juga berperan strategis dalam pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem.”

Di luar gedung berpendingin udara itu, kehidupan berjalan tanpa jeda. Ada pekerja bangunan di kota yang memanggul semen tanpa helm pengaman. Ada nelayan yang menantang ombak tanpa jaminan kecelakaan.

Baca juga: Lestarikan Budaya, Depok Gelar Malam Parahyangan, Tampilkan Wayang Golek

Ada sopir ojol yang berangkat subuh dan pulang larut malam, menggantung harapan pada notifikasi order. Ada ibu-ibu tukang jahit rumahan yang mata dan punggungnya lelah, tapi tak punya jaminan hari tua. Mereka tidak hadir dalam forum di IPDN. Tetapi forum itu, sejatinya, diadakan untuk mereka.

Perjalanan Panjang Menuju 99,5 Persen

BPJS Ketenagakerjaan mencatat sudah menyalurkan lebih dari 4,4 juta kasus klaim hingga Oktober 2025, dengan nilai manfaat mencapai Rp54,7 triliun.

Di balik angka itu ada cerita: seorang buruh pabrik yang wafat karena kecelakaan kerja, seorang ayah yang tak pulang dari proyek, seorang ibu yang tetap bisa menyekolahkan anaknya karena santunan.

Tidak hanya itu, sebanyak 99.861 anak pekerja telah menerima beasiswa pendidikan senilai Rp416,9 miliar dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Bagi anak-anak itu, mungkin negara hadir justru ketika ayah tak lagi mengetuk pintu rumah.

Baca juga: Targerkan Peningkatan PAD, Pemkot Depok Dorong Pembayaran Retribusi Nontunai

Tetapi pekerjaan rumah masih banyak. Perlindungan tidak boleh hanya untuk pekerja kantoran atau industri formal. Justru pekerja informal seperti ojek daring, buruh tani, nelayan, pedagang kecil, pekerja harian adalah mereka yang paling membutuhkan negara.

Peran Pemda: Dari Regulasi ke Tanggung Jawab Sosial

Pemerintah Daerah tidak hanya diminta membuat surat edaran atau himbauan. Mereka diminta turun ke desa, ke pasar, ke pelabuhan, dan menciptakan sistem perlindungan yang menyentuh akar rumput.

Pembiayaan tidak boleh hanya bergantung kepada APBD atau APBDes. Pemerintah Daerah didorong menciptakan pola pembiayaan alternatif: kerja sama dengan BUMD, CSR perusahaan, koperasi, hingga komunitas. Karena perlindungan sosial bukan sekadar urusan administratif, tapi urusan nurani.

Ketika Negara Hadir

Cerita itu datang dari Ciamis. Suami Sri, seorang buruh tukang atap, meninggal karena tersengat listrik di lokasi kerja. Sri tidak tahu bahwa suaminya terdaftar BPJS Ketenagakerjaan. Beberapa hari setelah pemakaman, ia menerima santunan kematian dan Jaminan Hari Tua.

“Kalau tidak ada itu, saya tidak tahu bagaimana membayar sekolah anak,” katanya pelan.

Di Bekasi, kisah lain hadir. Jatmiko, seorang pekerja pabrik, meninggal dalam kecelakaan kerja. Anak sulungnya kini menerima beasiswa hingga kuliah. Ibunya berkata, “Negara datang saat kami jatuh.” Air matanya tidak bisa menahan rasa syukur bercampur duka.

Baca juga: DPR Hadapi Dilema jika Laksanakan Keputusan MK 30 Persen Perempuan di Setiap AKD

Itulah kenapa target 99,5 persen bukan sekadar angka. Di baliknya ada nama, ada wajah, ada hidup.

Harapan Menuju Indonesia Emas 2045

Forum di IPDN itu ditutup tanpa tepuk tangan panjang. Para pejabat kembali ke mobilnya. Tetapi kalimat terakhir Eko Nugriyanto tetap tinggal di udara:

“Program ini bukan hanya jaring pengaman sosial, tetapi juga pendorong produktivitas dan kemandirian ekonomi masyarakat. Dengan sinergi dan komitmen seluruh Pemda, kami optimistis capaian Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan akan terus meningkat sebagai fondasi menuju Indonesia Emas 2045 yang sejahtera dan berkeadilan sosial.”

Di luar gedung itu, matahari sudah tinggi. Para pekerja tetap berjalan. Ada yang memanggul batu bata, ada yang memegang setir angkot, ada yang mengayuh perahu ke tengah laut.

Mereka mungkin tidak tahu apa itu RPJPN 2045. Tetapi mereka tahu arti bekerja keras demi hidup. Dan negara, melalui perlindungan sosial, sedang berusaha berkata: kali ini, kalian tidak sendiri. (***)

Penulis: Djoni Satria/Wartawan Senior

Image
rusdy nurdiansyah

rusdynurdiansyah69@gmail.com

× Image