Home > Nasional

Hari Anak Nasional Harus Wujudkan Langkah Konkret Sebagai Pilar Indonesia Emas

Sebut saja persoalan stunting, angka kekerasan anak yang meningkat dan kemampuan literasi yang belum maksimal.
Hari Anak Nasional (HAN) 2025. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Hari Anak Nasional (HAN) 2025. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA—REPUBLIKA NETWORK — Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) setiap 23 Juli adalah sebuah momentum refleksi dan evaluasi mendalam terhadap bagaimana negara dan masyarakat menjaga dan membesarkan generasi penerus. Tema HAN 2025 yakni “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045” menjadi pengingat bahwa mimpi besar tentang Indonesia Emas hanya bisa terjadi dengan membangun generasi yang sehat, cerdas, tangguh, dan terlindungi.

Hal itu disampaikan Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris kepada RUZKA INDONESIA, Rabu (23/07/2025) petang.

"Saat ini kita menghadapi persoalan kompleks dalam mempersiapkan generasi masa depan. Sebut saja persoalan stunting, angka kekerasan anak yang meningkat dan kemampuan literasi yang belum maksimal. Semua ini dapat menghambat kecerdasan, produktivitas, dan daya saing bangsa ke depan," ujar Fahira Idris di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/07/2025).

Untuk memastikan bahwa anak-anak Indonesia benar-benar menjadi pilar utama dalam menyongsong Indonesia Emas, setidaknya, lanjut Fahira Idris, terdapat lima langkah konkret yang perlu dilakukan secara sistemik dan simultan. Pertama, mainstreaming gizi sebagai prioritas pembangunan nasional. Kebijakan pembangunan harus menjadikan gizi sebagai arus utama.

“Pemerintah perlu mengedepankan intervensi gizi dari masa kehamilan, dengan memperbaiki pola konsumsi ibu hamil, meningkatkan akses terhadap makanan bergizi, serta memperkuat layanan posyandu dan edukasi pra-nikah. Gizi bukan sekadar urusan kesehatan, tetapi pondasi kecerdasan dan produktivitas bangsa,” jelas Fahira Idris yang juga aktivis perempuan dan perlindungan anak ini.

Kedua, revolusi literasi dan pendidikan inklusif. Gerakan literasi harus bergeser dari program simbolik ke gerakan yang mengakar hingga komunitas paling kecil. Perlu revitalisasi taman bacaan masyarakat (TBM), integrasi literasi sejak 1.000 hari pertama kehidupan, dan pelibatan orang tua dan guru dalam ekosistem literasi. Pendidikan pun harus mulai menghargai beragam kecerdasan, bukan hanya yang berbasis kognitif, namun juga sosial, emosional, dan kreatif

Ketiga, perlindungan anak yang tegas dan responsif. Negara harus hadir dan tegas dalam menangani kekerasan terhadap anak. Hukuman maksimal untuk pelaku kekerasan anak harus benar-benar diterapkan tanpa impunitas. Pencegahan juga harus ditingkatkan melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat, serta program deteksi dini yang efektif, terutama di kawasan rentan dan miskin.

Keempat, penguatan keluarga dan pendidikan reproduksi. Pendidikan keluarga dan reproduksi harus diperluas agar calon orang tua memahami bahwa pengasuhan dan persiapan anak dimulai jauh sebelum kelahiran. Ini mencakup edukasi nutrisi, kesiapan psikologis, serta dukungan ekonomi dan sosial yang memadai untuk keluarga muda

Kelima, kebijakan publik pro-anak dan pendanaan prioritas. Keempat langkah di atas membutuhkan kebijakan yang jelas dan alokasi anggaran yang memadai. Pemerintah pusat dan daerah wajib memastikan setiap program untuk anak, baik gizi, literasi, pendidikan, dan perlindungan, mendapat tempat utama dalam kebijakan dan anggaran pembangunan.

“Anak hebat hari ini adalah Indonesia kuat pada 2045. Namun, tugas memastikan anak Indonesia hebat bukan hanya tanggung jawab negara saja, tetapi tanggung jawab kita semua yaitu setiap orang dewasa,” tandas Fahira Idris. (***)

× Image